27

420 22 0
                                    

Risty langsung mengirimkan pesan pada Shera ketika ia sudah sampai di depan toko buku.

Ra, gue udah nyampe, nih. Tapi toko buku lo tutup. Gimana gue naruh tas lo?

Jari Risty menekan tombol agar pesan itu dapat terkirim kepada Shera.

Cukup lama Risty menunggu balasan pesan dari Shera, hingga akhirnya balasan pesan dari Shera sukses mengejutkan Risty.

MyBestie
Taruh aja diluar, Ty. Gue di rumah sakit. Makasih, yah.

Napas Risty memburu. Segera ia mengetik pesan balasan.

Kasih tau gue, lo ada di rumah sakit mana?! Gue otw kesana.

Pesan yang Risty kirimkan tak dibalas oleh Shera. Risty jadi gemas sendiri.

Ia menelpon Shera, dengan harapan ia jadi tahu informasi tentang sahabatnya itu.

"Ck, nggak diangkat!"

Dengan perasaan gusar, Risty masuk kembali kedalam mobilnya. Ia melajukan mobilnya meninggalkan toko buku milik ayah Shera.

***

"Maaf, Ty."

Hanya itu yang bisa digumamkan Shera. Matanya fokus memandangi ayahnya yang tengah diganti cairan infusnya oleh perawat.

Saat Pak Juna mengatakan bahwa ayahnya masuk rumah sakit, pikiran Shera begitu kacau saat itu. Ia tak memikirkan apapun lagi. Ia langsung bergegas pergi dari sekolah, tanpa mengemasi peralatan sekolahnya lebih dulu. Jadilah ia meminta tolong pada Risty agar membawa tasnya ke toko buku saja.

Risty bahkan tak henti menghubunginya. Shera tahu Risty mengkhawatirkan keadaannya, ditambah lagi Shera memberitahu jika ia tengah berada di rumah sakit.

Shera enggan memberi informasi lebih pada Risty. Urusan ini biarlah menjadi urusan Shera saja. Walau Risty adalah sahabatnya, tak ada alasan bagi Shera untuk merepotkan Risty.

Melihat perawat telah selesai mengganti cairan infus ayahnya, Shera segera memasuki ruang rawat sang ayah.

"Shera..."

Suara ayahnya yang begitu lirih membuat air mata Shera pecah. Ia langsung memeluk tubuh ayahnya yang tak berdaya diatas tempat tidur.

"Ayah, maaf kalo Shera lalai. Perhatian Shera kurang sama ayah, Shera terlalu sibuk sama urusan Shera sendiri. Maaf, ayah..."

Tangan Adi mengusap lembut kepala putri sematawayangnya itu. "Nggak perlu minta maaf, nak. Kamu itu anak yang sangat baik. Setiap hari mengurusi keperluan ayah tanpa mengeluh. Memperlakukan ayah dengan sangat baik dan istimewa. Padahal kamu juga butuh istirahat," jelas Adi mengelus kepala Shera dengan sayang.

"Nggak, yah. Selama ini Shera terlalu sibuk. Tapi Shera janji, setelah ini Shera akan terus sama ayah, nggak akan ninggalin ayah, ngerawat ayah."

Shera menegakkan badannya dan menatap ayahnya lekat. "Shera udah keluar dari eskul seni, yah. Jadi nggak ada alasan buat Shera untuk ninggalin ayah sendirian."

Dahi Adi mengerinyit dalam. Merasa sedih dengan keputusan yang Shera ambil. "Ayah tau jika kamu senang bisa ikut seni, dan sekarang kamu memutuskan untuk keluar? Semua pasti karena ayah." Nampak jelas jika Adi merasa bersalah akan keputusan yang sudah Shera ambil.

Beautiful ChoiceWhere stories live. Discover now