Prologue : The Arrival

3.6K 265 38
                                    

24 seconds.. it's been 24 seconds since I last saw my luggage. Bandar Udara yang sedang ramai ini pun malah membuatku tambah pusing.

"I swear to God, I left my luggage here," ujarku sambil menunjuk sebuah tempat kosong yang berada tepat di sebelah kiriku. "Right here," sambungku dengan wajah panikku.

Chris memutar bola matanya malas, "Lo tuh emang orang paling teledor yang pernah gue kenal," hardiknya.

Ucapan dari Chris malah membuatku tambah panik. Memangnya salah ya sekali dua kali menjadi orang teledor?

Masih dengan wajah kesalnya, Chris berusaha melihat ke kanan dan ke kiri, berusaha mencari koper-koperku yang sekarang entah dimana.

Awalnya, aku hanya pergi ke sebuah stand minuman yang menjual teh, aku sangat membutuhkan teh setelah flight dari Australia kemarin malam. Hanya itu yang aku butuhkan, teh hangat.

Sialnya saat aku berjalan 3 langkah ke arah barat dimana penjual itu berdiri, aku merasakan hembusan angin di leherku, lalu aku menoleh kearah barang-barangku dengan cepat.

Swoosh.

Koperku hilang.

Dan yang ada bersamaku hanya tas jinjing yang berisikan alat make up, tissue, dompet, charger, dan handphone.

"Ada yang i—"

"— lo mau ngomong ada yang iseng?" tanyaku sambil memicingkan mataku, membuat Chris berhenti di tengah kalimatnya.

Lelaki itu tertawa dan menganggukkan kepalanya, "Ya, siapa tau."

Aku menggelengkan kepalaku dan mencoba untuk mengingat kejadian yang membuatku apes, dan harus tinggal di bandar udara ini beberapa jam sampai para petugas menemukan koperku.

"I mean, how can the luggage magically dis— wait, magically?" Chris mengetuk ponselnya beberapa kali. Wajahnya kelihatan sedang berkonsentrasi.

Magically?

Magic.. oh, no.

They did not just summon us with that trick.

"But, we did, Roseanne and Christopher."

Uh-oh.

"Apa saja yang kalian berdua lakukan sehingga bisa terlambat dan melewatkan opening ceremony?" tanya Headmaster Max dengan wajah tampannya. Ya, tampan.

Entah berapa usia Kepala Sekolah atau bisa disebut Rektor kami, Mister Max. Max saja, dan yang mengetahui nama belakangnya hanya orang-orang berkepentingan.

"Disekolahkan bersama dengan methodikos membuat kalian berdua mengadaptasi kebiasaan buruk mereka?" tanyanya lagi dengan ekspresi dinginnya.

Aku dan Chris bertemu pandang, lalu menundukkan kepala kami secara bersamaan.

Kalau sudah seperti ini, kami tidak berani melawan. Apalagi ini tahun pertama kami di Universitas, dan lingkungannya masih terlalu asing untuk kami berbuat onar.

Intinya, kami baru saja kembali ke habitat awal.

Pevaria.

Sebuah 'parallel universe' dimana kami berdua seharusnya tinggal. Sebelum pemerintahan memutuskan untuk memindahtugaskan orang tua kami ke.. parallel universe lainnya, tepatnya di Australia.

Disana orang tua kami bekerja untuk Pevaria yang bersedia membantu pemerintahan Australia dengan sedikit.. magic.

"Ayah kalian menitipkan kalian pada saya bukan untuk kalian melihat lantai saja sepanjang hari. Kita masih harus menaiki Bus dan mengejar kereta ke Pavia," ujar Mr. Max tegas.

PaviaWhere stories live. Discover now