Secret Lady | Chapter 1

4.6K 327 12
                                    

Dan semua nya berakhir bahagia..

Gisel menutup novel nya yang telah tamat, semua nya sama saja tamat dengan akhir yang manis dan bahagia, Satu kata yang tepat adalah membosankan.

Gisel memang berbeda dengan gadis kebanyakan yang menyukai novel romantis atau drama korea yang menunjukan betapa sang lelaki sangat melindungi wanitanya, sebaliknya Gisel malah membenci cerita seperti itu. Semua orang selalu mendekte jika wanita itu lemah dan selalu selangkah dibelakang pria hal itu membuat Gisel jengah.

"Menyebalkan sekali." dengkus Gisel bosan.

Gadis yang sedang duduk dibawah pohon apel itu adalah Gisel arthur, putri tunggal dari pasangan Gina Andriyana dan Sean arthur. Tahun ini berumur 18 tahun dan sebentar lagi akan lulus dari Scarlett high school, tempat dimana dulu mama dan sahabat-sahabatnya bersekolah.

Gisel mewarisi kecantikan dari Gia dan mata abu-abu dari Sean, proporsi tubuh Gisel juga sama dengan Gia yang mungil, sekali lihat pasti orang-orang akan menyangka jika Gisel adalah ceplakan Gia dimasa muda.

Hidup bagaikan boneka barbie disebuah castle dengan belasan bala bodyguard yang terus menyertainya kemanapun membuat Gisel merasa tercekik walaupun hidup 18 tahun dengan penjagaan seperti itu tidak membuatnya terbiasa.

Entah mengapa orangtuanya begitu protektif pada nya karena alasan yang tidak pernah diketahui Gisel secara pasti, menjaga nya dari orang-orang jahat yang berniat menyakitinya karna Gisel adalah kelemahan terbesar dari kedua orangtuanya.

Surai sehitam arang Gisel ikut terayun saat ia melangkah masuk kedalam mension, tapakan kaki mungil disertai dengan tapakan kaki berat dibelakang nya.

Gisel berbalik menatapi satu persatu bodyguard nya dari mata bulat polosnya.

"Jangan mengikutiku, aku mau menemui papa di ruangan nya." ucapnya kesal.

Kembali melanjutkan langkahnya tak lama Gisel sampai didepan pintu berukir mawar hitam, memang setiap sudut rumah pasti terukir dengan lambang mawar hitam entah apa maksudnya.

Gisel mengetuk pintu perlahan menunggu sahutan dari dalam mengijinkan nya masuk, "masuklah." ketika mendapat sahutan pelan-pelan gisel membuka pintu menyembulkan kepalanya sedikit dengan senyuman lugu. Menemukan papa tengah duduk dibalik meja kerja dan sang mama yang duduk dikursi malas menemani papanya sembari membaca novel.

Kedua orangtuanya menyambut gisel dengan senyum lembut, gisel berlari masuk menubruk tubuh papanya yang membentangkan kedua tangannya lebar.

"Ada apa hem?" tanya Sean pada putrinya yang kini meringkuk didalam pelukan nya, mirip sekali dengan Gia nya.

Gisel mendongak memamerkan netra abunya yang menggemaskan. "papa boleh aku memecat para prajurit papa? Aku tidak suka diikuti mereka padahal aku hanya berada didalam mension dan tidak kemana-mana." tanya Gisel.

Sean memperhatikan Gisel dan menepuk kepala putrinya pelan "papa tidak bisa mengabulkan keinginanmu yang satu itu." ucap Sean membuat putrinya memberengut kesal salah satu sikap yang diturunkan gia dan menjadi kesukaan sean. "Kau masih ingatkan kalau papa pernah bercerita pernah hampir kehilangan mama mu? Kau adalah putri papa, kelemahan terbesar papa setelah mamamu."

"Tapi aku berbeda, aku tidak sebandel mama." ucap Gisel protes tidak menyadari jika Gia telah mengalihkan pandangnya dari bacaan nya dan menatap ayah dan anak itu tajam, membuat Sean tertawa.

Sean mencubit hidung Gisel. "kalian itu sama, sama-sama polos dan berwajah lugu bagaimana bisa papa melepaskan kalian tanpa penjagaan." ujar Sean geli.

Gisel mencebik bibir nya dan beralih kearah sang mama, menduselkan kepalanya dipelukan Gia yang memeluk putri nya lembut. "Mama nanti tidur dengan Gisel ya, Papa bilang Gisel polos lagi." kata Gisel yang kalau sedang marah atau kesal pada papa nya pasti akan meminta mamanya untuk tidur bersamanya, dan Gia akan menuruti keinginan putri nya sambil diam-diam menyeringai pada Sean yang nelangsa karena tidak ada pilihan lain selain tidur seorang diri dari pada membiarkan putri nya tanpa penjagaan.

"Iya, nanti mama tidur sama Gisel." ucap Gia dengan seringai sinis pada Sean, ia sedikit sebal juga pada sean karena mengatakan dirinya bandel pada putri mereka.

______

Malam harinya Gisel memperhatikan kertas lusuh yang telah dirematnya dengan sebuah tulisan abstrak membuatnya marah 'mati saja kau bitch'.

Sebelumnya Gisel sering mendapat gulungan kertas yang terselip didalam tasnya, dengan tulisan jalang, anak manja, sok cantik, menjijikan serta kalimat cacian lainnya. Gisel tidak tahu siapa yang menyelipkan kertas-kertas itu kedalam tasnya tapi Gisel tahu dan fasih dengan tulisan di kertas ini, seorang gadis bernama Amera gadis yang entah mengapa sangat membenci nya semenjak kelas 3.

Gia dan Sean sama sekali tidak mengetahui dengan permasalahan Gisel disekolah karena Gisel menyembunyikan dengan rapat, hingga ia sendiri yang dapat membalas kan dendam.

Seringai keji itu terlihat menyeramkan dibalik ruangan gelap yang hanya diterangi cahaya bulan yang masuk melalui jendela besar yang terbuka.

"Besok adalah hari terakhirmu Amera." gumam suara itu serupa dengan janji, janji atas kematian seseorang yang akan diburunya hingga tertepati.

Keesokan harinya Gisel menunggu kedatangan Amera dan antek-anteknya didalam gedung olahraga yang tamaram. Gisel berdiri ditengah lapangan sambil bersidekap, berbalik ketika mendengar suara langkah kaki beberapa orang.

"Jadi dimana para prajurit mu putri manja?" cemooh Amera yang langsung disahuti dengan tawa dari 2 gadis lain.

"Mereka kusuruh membeli makanan direstoran sisa nya kusuruh menyiapkan alat mandiku." ucap Gisel datar tak berpengaruh dengan tawa menjengkel kan Amera dkk.

Gisel berjalan mengelilingi mereka bertiga dengan langkah santai, "kau tahu aku memang begitu kaya hingga rakyat jelata seperti kalian pasti iri dengan ku." ujar Gisel dengan tawa remeh.

Menghentikan langkahnya didepan Amera Gisel, menyentuh wajah mulus hasil oprasi plastik di negri ginseng itu dan berkata. "sayang sekali hari ini adalah hari terakhir kau dapat bernafas Amera."

Gisel menjentikan jarinya hingga lampu gedung olahrga langsung seluruhnya hidup, membuat ketiga gadis itu terbelak saat menyadari leher mereka terkalung tali tambang berwarna gelap hingga mereka tidak menyadari nya, dan yang paling penting kapan Gisel meletakan nya.

"K-kau!" teriak salah satu dari mereka namun terlambat tali tambang itu sudah menjerat leher mereka hingga tubuh itu kejang-kejang di udara, tercekik.

Gisel mendongak melihat luka di belakang leher mereka yang Gisel sayat setipis mungkin mulai merembeskan darah hingga menetes tepat diwajahnya, "sial aku harus membereskan ini sebelum mama menyadari nya." seringai Gisel mengusap darah dipipinya perlahan meninggalkan bekas panjang diwajah mulus nya.

SHS langsung gempar dengan keberadaan 3 mayat di gedung olaharga, Gisel sendiri hanya diam sembari meminum susuk kotak nya dengan santai, semua orang diseklilingnya sama sekali tidak menyadari seringai sinis diwajahnya.

Gisel menempatkan pisau tipis itu dibalik gagang kacamatanya. Tak ada bukti, tak ada saksi, tak ada cctv, maka sudah dipastikan Gisel bebas dari segala kecurigaan aparat berwajib.

Tidak buruk untuk percobaan pembunuhan pertamanya.

Secret LadyWhere stories live. Discover now