Bab 3: Terlambat!

Mulai dari awal
                                    

“Assalamualaikum,” salam seorang gadis.

“Wa’alaikumsalam.”

Nadir menghentikan aktifitasnya dan menatap gadis itu lekat. Wajahnya sedikit familiar di mata Nadir. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya tak percaya. Mengapa gadis ini bisa berada di sini. Mau apa dia? batin Nadir.

“Mau tanya, tau Bayu nggak?”

“Tau,” jawab Nadir singkat.

Ilya pun merasa senang, perjuangannya untuk bertanya ternyata tak sia-sia. Laki-laki yang bernama Nadir Rashdan Aliendra ini terkenal  sangat dekat dengan Bayu. Kemana-mana selalu bersama. Ilya yakin Nadir tau di mana Bayu sekarang.

“Tau di mana dia sekarang?”

Nadir masih menatap lekat gadis ini, matanya berbinar-binar seperti memohon untuk diberitahukan keberadaan Bayu sekarang. Perasaannya mulai tak tenang, Bayu sekarang sedang bersama Annasya. Bagaimana jika nanti Ilya melihat mereka? Hatinya pasti akan benar-benar hancur, itulah yang Nadir khawatirkan.

“Mau ngapain?” tanya Nadir balik.

“Mau ngasiin jaketnya,” ujar Ilya seraya memperlihatkan senyum manisnya.

“Taruh sini aja, nanti gue yang kasiin,” saran Nadir.

Sejujurnya Nadir benar-benar merasa khawatir pada Ilya. Yang jelas, khawatir sebagai seorang teman. Nadir tau persis bagaimana perasaan Ilya untuk Bayu, setelah melihat secara nyata Ilya menyatakan cinta kemarin.

“Enggak mau, gue mau kasiin ke orangnya langsung.”

Ilya tetap kekeh mempertahankan paperbag di tangannya. Ia tak mau menitipkannya pada siapa pun. Ia ingin memberikannya langsung pada pemiliknya.

Nadir hanya diam, antara harus menjawab atau tidak. Gadis di depannya ini ternyata adalah orang yang keras kepala.

“Bayu, lagi di sekitar ruang fakultas kedokteran, sama ....”

“Oke, makasih. Assalamualaikum,” potong Ilya yang berbegas pergi meninggalkan Nadir.

“Wa’alaikumsalam.”

****

Ilya bergegas menuju ruang fakultas kedokteran. Ia tersenyum pada semua orang yang ditemuinya. Banyak tatapan penuh tanda tanya, mengapa ada anak jurusan Agroteknologi di dekat ruang jurusan kedokteran.

Ilya merasa sangat senang. Bertemu dengan sosok yang telah, mengizinkan kapalnya untuk berlabuh. Hingga akhirnya Ilya menemukan sosok yang ia cari. Tapi dengan seorang perempuan berhijab panjang, perempuan yang sangat cantik dengan jilbab putihnya.

Hati Ilya hancur saat mengetahui satu hal yang menyakiti jiwa dan raganya. Bayu memberikan rangkaian bunga mawar pada perempuan itu, tepat di hadapan Ilya. Ilya sangat yakin  bahwa itu adalah Bayu, sangat jelas di mata Ilya. Bayu, sang pujaan hatinya.

Mata Ilya berkaca-kaca, pandangannya tak jelas. Air matanya mengalir begitu saja. Hati dan pikirannya benar-benar kacau. Apa dia salah menyukai seseorang?

Kini kapalnya memang berlabuh menuju pulau itu, tapi sebelum benar-benar berlabuh. Kapal tersebut menabrak beberapa karang, hingga membuatnya tenggelam seketika.

Ilya yang sudah tidak bisa menahan diri, membalikkan badan seraya menghapus air matanya. Pandangannya kembali jelas, ia menangkap sosok laki-laki yang sedang menatapnya lekat. Ilya berlari seraya melempar paperbag yang berisi jaket itu kepada Nadir.

“Lya,” teriak Nadir.

“Lya,” panggil Nadir yang mulai khawatir.

Ilya tidak menghiraukan panggilan itu. Ilya berlari menuju gerbang utama kampus Unswagati. Suara yang terus memanggil namanya sudah tak terdengar lagi. Langkahnya semakin gontai, mencari-cari angkot yang bisa mengantarkannya pulang.

****

Perjalanan yang memerlukan waktu setengah jam, membuat Ilya cukup lelah. Akhirnya Ilya sampai di depan rumahnya. Pintu rumah terbuka lebar, sudah dipastikan bahwa kakaknya berada di rumah.

“Assalamualaikum,” salam Ilya pada orang rumah.

“Wa’alaikumsalam, loh kok cepet pulangnya?” tanya Sheva, tanpa menatap ke arah Ilya.

Merasa ada yang janggal dengan Ilya, Sheva pun menatap Ilya lekat. “Lya," teriaknya.

Mata Ilya sembab, pipinya basah. Air matanya terus mengalir deras. Sheva merasa sangat khawatir, apa yang menimpa adiknya ini sampai menangis dalam diam. Sheva sudah tak tahan, nalurinya sebagai seorang kakak mendadak datang. Ia menghampiri Ilya dan menyuruhnya duduk di dekatnya.

Ilya sudah tak tahan lagi, selama perjalanan ia menahan air matanya agar tidak runtuh tiba-tiba. Dan sekarang air matanya sudah tidak bisa ditahan lagi.

Ilya mencurahkan segala kesedihannya di depan Sheva. Jika di luar rumah Ilya adalah sosok yang tegar, sosok yang mandiri. Tapi lain halnya di depan Sheva, saat di depannya Ilya hanyalah adik yang manja, cengeng itulah kata-kata yang pantas untuknya.

“Tenang, cerita sama kakak. Ada apa? Siapa yang berani bikin adik kakak nangis?” tanya Sheva dengan suara lembut.

“Cinta.” Satu kata berjuta makna.

“Cinta, Cinta siapa?” tanya Sheva seraya menggaruk-garuk belakang kepalanya yang sedikit gatal, seraya membenahi jarum pentul yang di pakainya.

“Cinta, ya cinta,” ujar Ilya yang gemas dengan kakaknya sendiri.

“Cinta siapa? Cinta anaknya Uya Kuya?” tebak Sheva yang diselingi kekehan kecil.

Ilya mendengus sebal. Ia mendekatkan bibir mungilnya tepat di telinga Sheva. “Kak!” Ilya pun berteriak.

Sheva menutup telinga rapat-rapat, Ilya benar-benar sudah gila. Hanya gara-gara cinta, hidupnya begitu saja berubah menjadi aneh.

Sheva pun baru sadar, setelah cukup lama berpikir. Rupanya adik satu-satunya ini sedang jatuh cinta.

“Oh, kamu lagi jatuh cinta?” tebak Sheva spontan.

Ilya melirikan matanya tajam. “Jatuhnya aja, nggak pake cinta,” ketus Ilya. Sheva hanya terkekeh mendengar adiknya yang sudah mulai mengenal, apa itu cinta.

“Lya, dengerin kakak.” Sheva menarik napas panjang suaranya terdengar cukup serius. “Lya, kamu tau nggak, kenapa kamu bisa merasakan yang namanya sakit hati?”

Ilya hanya menggeleng, air matanya mulai mengalir lagi. Matanya terlihat sembab, akibat menangis terus menerus.

“Dengar ya, Lya. Itu artinya Allah cemburu, karena kamu lebih mencintai makhluknya melebihi cintamu pada sang pencipta. Cobalah untuk belajar mencintai Allah melebihi segalanya, dan cintailah dia karena Allah,” ucap Sheva bijak.

....

Sudahkan anda bersedekah hari ini?

Hijrah Bersama ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang