18# Second

344 79 100
                                        

.
.
.
.
.

Hanna membuka matanya perlahan, silau cahaya matahari dari jendela yang sudah terbuka tirainya itu, membuat ia menyipitkan matanya. Di atas kasur berwarna putih, ia meregangkan otot-otot tubuhnya. Sedetik kemudian ia sadar.

"Eomeona (Astaga)". Tubuhnya refleks meloncat ke samping kasur.

Kebodohannya terulang lagi.
Tadi malam, ia masuk ke kamar Taehyung berencana hanya untuk melihatnya. Ternyata ia malah ketiduran. Dan yang lebih buruknya lagi, Taehyung lah yang bangun duluan.

Kini, ia mencari keberadaan Taehyung. Di kamar mandi, tidak ada. Di dapur, tidak ada. Di ruang tengah juga tidak ada. Setiap sudut rumah, tidak ada Taehyung.

Kemana dia, sudah berangkat? Sepagi ini?

Hanna pun melangkah menuju pintu. Tepat setelah ia menembus pintu, seseorang dari sisi luar menangkapnya. Sepasang tangan melingkar sempurna di pinggangnya. Hanna mendongak, menatap ke arah sepasang manik mata lelaki itu. Ujung rambut yang berada di depan dahinya sedikit basah oleh keringat. Sepertinya, Taehyung baru saja kembali dari jogging.

"Apa yang kau lihat?" suara bariton itu berhasil menyadarkan Hanna. Hanna pun menarik tubuhnya ke belakang, agar keluar dari dekapan Taehyung.

Taehyung memiringkan kepalanya, ia sedang memperhatikan Hanna yang sekarang terlihat seperti ingin menyampaikan sesuatu.

Apa kau akan mengatakannya? Batin Taehyung.

"Taehyung-ssi, mianhae. Tadi malam aku tidak bermaksud untuk tidur di kamarmu."

Ternyata tidak.

Taehyung merasa sedikit kecewa, ternyata Hanna belum juga mau mengatakan yang sebenarnya, bahwa ia sudah mengingatnya.

"Aku benar-benar minta maaf, aku janji tidak akan melakukannya lagi. Karena itu, aku mohon izinkan aku tetap tinggal disini." ucap Hanna sambil menggesek-gesekkan kedua kulit telapak tangannya, meminta permohonan.

"Iya," sahut Taehyung singkat. Lalu masuk ke dalam rumah.

"Hah? Kam-kamsahabnida. Taehyung-ssi," ucapnya terbata lalu membungkukkan punggungnya. Pikirannya langsung lega seketika. Tapi sedikit bingung. Ternyata meminta maaf pada Taehyung tidak sesusah yang ia bayangkan. Tumben sekali.

Padahal, ia sudah menyusun plan B, jika saja Taehyung tidak memaafkannya. Karena jarang sekali hal seperti ini terjadi.

Biasanya Taehyung akan heboh berteriak-teriak memarahinya, jika ia melakukan kesalahan. Wajahnya juga terlihat datar sekali tadi. Apa ada yang dipikirkannya?.

"Taehyung-ssi," Hanna memanggil Taehyung dengan nada yang super manis. Taehyung hanya berdehem menjawab pertanyaannya. "Kau ingin memasak? Perlu ku bantu?" tawar Hanna kepada Taehyung.

"Tidak perlu," jawab Taehyung.

"Baiklah."

Hanya mulutnya yang bilang baiklah, tapi tidak dengan otaknya. Hanna ikut masuk ke area dapur. Berlagak seperti membantu padahal menghambur.

"PRANK"
Sebuah piring jatuh.

Taehyung berbalik. Wajahnya sangat menyeramkan. Ia berdengus kesal. Sepertinya dari tadi dia sudah menahannya.

Insting Hanna menunjukkan bahaya. Ia langsung melesat menghilang lalu muncul di sisi lain dari tempat dia berdiri sebelumnya.

"Mianhae" ucapnya memelas.

MEMORY || KTH [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now