01 Seulas Kenangan Indah

31.6K 3.6K 255
                                    

Memori indah itu datang kembali, mengulas ingatan yang telah lama terpendam dalam hati. Bolehkah aku berharap waktu berputar ke masa indah itu kembali, dimana aku tertawa bahagia sepanjang hari.

***

Maira memarkirkan motornya di parkiran masjid At-Taubah seperti biasa. Hampir setiap hari ia datang ke masjid tersebut karena memiliki jadwal kajian rutin. Biasanya Maira akan absen jika kajian malam di hari biasa—weekdays—dan Mina, mamanya, tidak bisa ikut lantaran gejala fatigue yang dialaminya mulai mendera.

Beberapa bulan belakangan ini Maira kerap kali menemukan Mina yang menampakkan wajah pucat pasi. Awalnya Mina menolak untuk dirujuk ke rumah sakit, tetapi lambut laun akhirnya pasrah karena tidak ingin membuat Maira khawatir berlebihan.

Dokter mengatakan, Mina terlalu kelelahan atau biasa disebut fatigue—mudah lelah, lesu, dan kurang tenaga. Faktor penyebabnya bisa beragam seperti gaya hidup karena aktivitas berlebih, kurang tidur, stres dan lainnya, serta kondisi medis.

Maira tentu mengingat seperti apa kenangan saat ia berdua bersama Mina, bagaimana mamanya merawatnya seorang diri sejak ia berusia tiga belas tahun—enam tahun yang lalu. Dulu mereka tidak seperti sekarang yang sudah mempunyai penghasilan lebih dari cukup. Dulu keduanya harus berpikir dengan keras cara memutar uang dari hasil penjualan online yang hanya masuk satu atau dua kali dalam satu minggu atau bahkan tidak sama sekali.

Sehingga ketika mengetahui mamanya dalam kondisi seperti sekarang, cukup mampu membuatnya merasakan nyeri di ulu hatinya.

"Assalamualaikum."

Maira membuka resleting cadarnya yang menyatu dengan jilbab sebetisnya begitu masuk ke dalam masjid. Ia menjabat tangan setiap orang yang dilewatinya sebelum mengambil tempat duduk kosong di sana.

Hari Ahad pukul sembilan pagi, kajian tauhid. Yakni, menjadi dakwah paling utama karena tentang agar beribadah kepada Allah semata, dan tidak menyekutukan-Nya.

"Anti di sana? Ana di sini ya?" Maira berbicara tanpa suara ketika melihat Jihan, teman dekatnya yang duduk dua barisan di depannya.

Jihan membalasnya dengan anggukan sembari menebar senyum sebelum kembali menghadap ke depan ketika mendengar salam pembuka dari salah seorang ustadz yang mengisi materi.

Maira mengenal Jihan ketika menghadiri kajian tabligh akbar bersama dengan Mina, dan di sanalah Jihan memberi tahu mengenai adanya kajian rutin di masjid At-Taubah yang cukup dekat dengan rumahnya.

Sebelumnya, Maira tidak mengetahui adanya kajian sunnah di sana, karena seperti apa yang Jihan sampaikan, masjid ini juga baru selesai dibangun kurang dari satu tahun lalu.

Yang Maira tahu juga, masjid ini dibangun oleh pemilik yang sama dengan pendiri pondok pesantren At-Taubah yang berlokasi tidak jauh dari sana. Pondok tersebut juga baru dibangun empat tahun lalu, dan mulai penerimaan santri satu tahun setelahnya.

"Cara paling baik menginginkan kebaikan kepada keluarga kita adalah dengan mengajak mereka untuk beribadah kepada Allah, agar bisa masuk surga tertinggi dan berkumpul bersama melihat wajah Allah Ta'ala serta terhindar dari neraka."

Allah Ta'ala menceritakan tentang dakwah Ibrahim 'alaihis salam kepada papanya (yang artinya), "Wahai papaku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar dan tidak melihat, bahkan tidak bisa memberikan manfaat kepadamu barang sedikit pun? Wahai papaku, sesungguhnya telah datang kepadaku suatu ilmu yang belum datang kepadamu, maka ikutilah aku niscaya akan kutunjukkan kepadamu jalan yang lurus itu.

Wahai papaku, janganlah engkau memuja setan. Karena sesungguhnya setan itu durhaka kepada ar-Rahman." (QS. Maryam: 42-44)

Maira menundukkan kepalanya sembari mencatat poin-poin yang disampaikan. Tema tentang 'pentingnya dakwah tauhid kepada keluarga' cukup mampu membuatnya bersedih. Bagaimana cara ia untuk berdakwah jika ia tinggal terpisah dengan papa dan kakaknya?

Man Anta? ✔ [SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now