» 25

4.2K 930 113
                                    

"Apa yang kamu harapkan dari Mino?"

"Aku pengen Irene balik lagi."

"Sorry, tapi Papa gak pantes buat hidup lebih lama."

"Sampah."

"Persetan dengan UnderGround! Kembaliin Mark!"

"Kamu bakal tetep di sini sama Erica."

"Kak, Haechan takut."

"Kamu pasti kena kutukan ya? Geli aku lihat mata itu."

"Good morning, princess."

"Jeffrey juga bidak, he's a bishop."

"Kalo aku dikasih kesempatan buat reinkarnasi, aku pengen tetep jadi Kim Doyoung."

"Miss Turtle?"

"Jauhi Doyoung."

"Help me.."

"Aku suka sama Miss Turtle."









"Er?"

Aku membuka mataku saat genggaman di tanganku mengerat, dan bersamaan dengan itu juga aku merasakan beberapa titik air mengalir menuruni pipiku.

Aku menghela nafas dalam lalu menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku.

Buruk. Sangat buruk. Semua kelebatan ingatan yang muncul kembali di benakku membuatku sesak.

Sangat sakit, sampai yang bisa aku lakukan hanya menangis seperti ini.

"Ssshh, jangan nangis," kata Joshua. Dia mengelus rambutku lalu menepuk-nepuk pundakku pelan.

"Sorry, aku gak bisa nyaring mana ingatan yang harusnya aku kembaliin," katanya lagi.

Aku membuka wajahku lalu mengelap pipiku kasar, "Makasih," kataku lirih, lalu beralih menatap Doyoung.

Sekarang aku ingat. Dia adalah orang yang selalu aku pikirkan. Bahkan sekalipun saat semua ingatan tentangnya sempat tiba-tiba lenyap, tapi—yah, dia sukses membuatku merasa sedikit hampa—aku tidak tahu itu apa, tapi aku merasa ada yang hilang.

"Glad to see you again." Tanpa sadar aku menyentuh pipinya dengan jariku lalu beralih mengusap rambutnya pelan.

"Butuh waktu?" Tanya Joshua. Tapi belum sempat aku memberi jawaban, dia menepuk pundakku lagi lalu berdiri dari duduknya.

"Kamarmu ada di sebelah ruangan ini, nanti aku mintain kuncinya ke Roa." Joshua mengacak rambutku pelan lalu beranjak. Dan beberapa detik kemudian aku mendengar pintu ditutup.

Aku membenarkan letak dudukku, lurus menghadap Doyoung. Wajahnya damai, terlihat begitu nyaman dengan tidurnya.

Tapi dia terlalu tenang sampai aku takut kalau dia tidak akan mau membuka matanya lagi.

"Hei, bangun." Aku menusuk-nusuk pipiya dengan jari telunjukku. "Minta maaf sama aku. Kamu udah bikin aku kayak orang bego mikirin hal yang aku sendiri gak tau apa."

Tidak ada sahutan.

"Sorry." Aku meraih tangan Doyoung lalu menggenggamnya, "Aku gak tau kalo kamu semenderita itu," kataku. "Makanya bangun, kalo kamu bangun, aku gak bakal jahat lagi ke kamu."

Masih belum ada sahutan.

Aku beralih manatap tanganku dan tangan Doyoung yang sekarang bertautan, dan saat itu juga aku melihat sebuah cincin yang melingkar di jari manisku.

[1] Turtle Neck ; Kim Doyoung ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang