C 5.2 Who Are We?

49 22 1
                                    

"Ya! Kau kembali ke dirimu yang dulu, ceroboh dan memendam semuanya sendiri. Datanglah kepadaku lagi, akan kuingatkan kepadamu apa artinya ketenangan dalam bertindak, saat kau sudah siap, White as Water as You. Ketenangan akan mulai mengalir kembali."

"S-siapa itu? Keluarlah! Aku tidak takut!"

Gadis bernama Ferdina itu mulai berteriak, ia panik, ada seseorang yang berbicara di sana, tetapi tak ada satu manusia pun di atas rooftop itu, selain dirinya. Pikirannya sedang tidak jernih, terlalu banyak hal yang ia pikirkan saat ini.

Ini hanya halusinasi saja, 'kan?!

Karena hal itu, membuat dirinya meski berpindah tempat di saat Ferdina tidak sadarkan diri. Ia mulai mencoba membuka kedua matanya secara perlahan, menatap ke seluruh ruangan.

Putih, pikirnya.

Lalu, seseorang berpakaian seperti seorang perawat dengan segera memanggil seorang dokter dengan tergesa-gesa dan mendobrak pintu kamar inap miliknya dengan tidak sengaja. Setelah perawat itu membuka pintu, terlihat pasangan paruh baya memaksa masuk, perawat itu mencoba menenangkan mereka sampai dokter datang untuk memeriksa kembali. Dan akhirnya, dokter yang dipanggil dengan teriakkannya pun menunjukkan batang hidungnya, ia memeriksa dan bertanya sesuatu tentang hal-hal yang terkait dengan dirinya yang ada di rooftop malam-malam saat hujan. Tidak ada hak dokter itu untuk mengetahuinya, Ferdina diam tak membalas pertanyaan dokter itu. Tak lama memeriksa Ferdina, dokter itu keluar dan mempersilakan keluarganya untuk masuk.

Pasangan patuh baya itu masuk, disusul dengan adiknya, bertanya-tanya apa yang terjadi seperti pertanyaan dokter sebelumnya, tapi gadis itu tak membalas satupun di antara mereka dan hanya memasang raut wajah sedih.

Apa kau tidak tahu keadaan aku, Aiden? batinnya memikirkan orang yang mungkin tak tahu keadaannya saat ini.

Memecahkan keheningkan yang Ferdina buat, ayahnya memaksa untuk anaknya bercerita. Namun, Ferdina teringat akan sesuatu, sesuatu yang mengerikan muncul saat itu juga. Gadis itu memasang wajah ketakutan, keduatangannya secara otomatis memegang kepalanya, entah apa yang ia lihat semalam. Tak ada satupun kata yang keluar, kedua orangtuanya terus saja menanyainya.

"Apa bisa aku di sini sendirian dahulu, tanpa pertanyaan yang membuat kepalaku lebih pusing?"

Pertanyaan itu membuat kedua orangtuanya tersentak, siapa yang tidak terus bertanya saat merasa khawatir? Adiknya yang tidak ingin ikut campur, langsung keluar ruangan. Gadis itu menyembunyikan wajahnya di bawah selimut, takut akan dimarahi orangtuanya.

Mereka mengikuti keinginan anaknya dengan raut wajah yang mungkin sedih, khawatir, dan juga ada sedikit rasa marah yang terlukis. Ketika pintu itu terdengar sudah tertutup, ia mulai menampakkan wajahnya kembali. "Semalam, yah? Aku tidak tahu itu mimpi atau nyata, sangat menakutkan," gumamnya.

"Apakah ini kamar 309 dengan pasien bernama Ferdina Skywalker?" celetuk seseorang yang sedaritadi berdiri di samping pintu, lebih tepatnya saat pintu terbuka orang ini bersembunyi di belakangnya.

Gadis itu sedikit bahagia, juga ada rasa sedih, bisa-bisanya pemuda ini ada di ruangannya, sedangkan keluarganya di luar. Namun, sebuah pertanyaan muncul tiba-tiba dalam kepalanya, "Luke?! Bukannya hari ini, hari sekolah?"

Pemuda itu pun mendekati ranjang pasien ini, dan berdiri di sampingnya. "Luke? Tumben, biasanya manggil Aiden, dan lagian sekolah? Udah jam pulang," balas Luke dengan senyumannya. "Lalu, apa yang terjadi?" lanjutnya melunturkan senyumannya itu.

DYSTOPIA: Follow The ForecastWhere stories live. Discover now