Suka?

909 40 5
                                    

  "Saya suka kamu"

  Hah?. Lagi-lagi aku mengulang tiga kata yang baru saja kuterima di roomchatku dengannya. Bagaimana bisa orang yang baru saling mengenal langsung mengatakan suka. Oh my god, aku butuh asupan.

Dengan segera kubalas pesan dari laki-laki yang baru saja mengantarku pulang sekitar tiga puluh menit yang lalu itu dengan emotikon terkejut. Kupikir dia cuma akan me-read pesanku. Tapi nyatanya, notifikasi pesan darinya datang lagi.

  "Saya ngga  minta jawaban kok. Jangan terlalu dipikirin, yang penting saya udah ungkapin apa yang saya rasain ke kamu"

  Oh God. Demi Sehun yang makin seksi. Aku bahkan sudah merancang perasaanku untuk tidak menaruh rasa pada laki-laki itu. Dan semua ucapannya menggoyahkanku.

  Oke, biar kujelaskan. Sebenarnya, aku dan dia baru saja bertemu dan berbincang. Ya, katanya 'mumpung saya lagi ada uang, ayo saya traktir minum kopi'. Oke. Salahku karena sebelumnya aku memang mengatakan ingin meminum cairan hitam dengan rasa pahit itu. Mari kembali pada kejadian beberapa jam lalu.

  Aku segera meraih smartphone diatas meja saat sebuah pesan darinya masuk dan mengatakan kalau dia sudah sampai di depan gerbang asrama. Omong-omong aku tinggal di asrama mahasiswa. Jadi, dengan terburu aku berdadah-dadah ria dengan teman sekamarku sebelum menemuinya didepan.

  Kalau boleh jujur, ini pertama kalinya aku pergi berdua dengan laki-laki seumuranku. Aku pernah pacaran, tapi bukan berarti aku sering jalan. Bahkan sama sekali tidak pernah. Tapi karena kupikir ini hanya jalan sebagai tanda perkenalan dari teman, apa salahnya hehe.

  "Kamu.."

  "Iya. Ayo sebelum terlalu malam"
Aku mengangguk dan segera duduk diboncengannya. Sumpah, aku gugup.

  "Saya kira udah selesai dari tadi" katanya saat motornya mulai melaju pelan. Aku terkekeh sebentar.

  "Emang udah selesai, tapikan namanya perempuan harus bolak-balik perhatiin tampilannya hehe"
Dia terkekeh dibalik helm hitamnya.

  "Waktu yang dipake perempuan untuk satu kegiatan begitu bisa saya pake buat mandi, nonton tv, terus jalan buat jemput kamu" aku tertawa malu. Setelahnya kami hanya mengobrol biasa saja.

Motornya berhenti di sebuah Coffeeshop bertema outdoor. Tidak terlalu ramai. Tapi aku suka.

  "Ayo"
Aku mengangguk dan mengikutinya. Coffeeshop ini punya dua sisi. Dan aku memilih sisi kanan karena tidak terlalu ramai.

Dia duduk didepanku. Membuka jaket levis yang menyisakan kaos hitam pendek. Apa aku sudah bilang kalau aku juga mengenakan jaket levis dengan warna sama dengannya? Entah kebetulan macam apa.

  "Kamu mau minum apa?" Tanyanya padaku. Aku bergumam kemudian memilih Milktea dan dijawab kekehan ringan darinya.

  "Kenapa? Ada yang lucu?"
Dia menggeleng. Aku menatapnya bertanya-tanya. Dia masih terkekeh sampai akhirnya beranjak dan memesan dimeja pemesanan.

  Bermenit-menit menunggu pesanan yang tak kunjung datang, kami terus mengobrol tentang ini dan itu. Sumpah, dia menyebalkan. Bagaimana bisa orang dengan tampang pendiam dan terlihat kaku ketika dikelas ini terus tertawa.

  "Bagian mana sih yang lucu?" Lama-lama kesal juga mendengarnya terus tertawa begitu.

  "Gaya bicaramu yang lucu. Dengar, kamu sekarang ada ditempat yang berbeda dari tempat asalmu. Mulai belajar seperti apa orang-orang disini bicara. Jangan sampai kamu dibodohi karena ngga tau apa-apa"

  Ada benarnya juga. Aku mengangguk. Memang, aku ini pendatang di kotanya. Sendirian pula. Untung temanku sudah mulai banyak. Dan sepertinya aku memang harus banyak belajar.

  Kami terus mengobrol sampai seorang pelayan kafe datang dan menyajikan minuman kami. Kulihat dia meraih tas hitam kecil yang dibawanya. Kulihat dia mengeluarkan sebuah buku bersampul biru. Aku berdecak.

  "Astaga. Kamu mau belajar? Besok hari minggu. Dan ini di kafe. Terus kamu mau belajar? Oh my god" kataku heboh. Dia lagi-lagi terkekeh bahkan tertawa. Apa aku diam saja ya supaya dia tidak tertawa terus begitu.

  "Dulu saya ngga suka baca buku. Sampai ada satu kejadian yang bikin saya suka membaca bahkan hobi membaca"
Aku memperhatikannya. Dia menceritakan bagaimana dulu dia yang sangat malas belajar, begitu nakal dan urakan bisa jadi seperti sekarang. Ugh, sebuah pengalaman berharga.

  "Omong-omong, hari ini saya cuma bawa satu buku" katanya.
Aku mengernyit heran melihatnya.

  "Terus?" Tanyaku.

  "Nanti kalau kita jalan lagi, saya bawa dua buku. Satunya untuk kamu" katanya santai kemudian menyeruput kopi hitamnya. Aku tertawa pelan mendengarnya. Apa dia memang sehebat ini saat berbicara dengan perempuan?

Obrolan kami berlanjut pada masalah-masalah yang lain. Dia menceritakan seperti apa keluarganya bahkan tentang mantan-mantan pacarnya. Dan tentunya dia akan berakhir tertawa setelah mendengar respon dariku.

  "Jadi, aku ini manja. Tapi manja-manja gini aku tetep bisa masak sama nyuci piring hehe" kataku . Dia terkekeh kemudian melihat kearahku.

  "Ngga masalah soal manja. Ngga bisa masak dan nyuci pun ngga masalah. Saya kan cari istri bukan pembantu" katanya santai.
Sial, kalau bukan karena jaga image mungkin sudah kusembur mukanya dengan minuman dimulutku. Oh tidak diragukan memang kenapa dia bisa ada dijurusan Sastra.

  ***

  Sudah beberapa hari sejak dia mengirimiku pesan 'suka' dan kami masih begini-begini saja. Maksudku, kami tidak ada hubungan apapun. Entahlah aku sendiri bingung dengan hubungan macam ini. Kami bertukar pesan, saling bertukar kata-kata sayang, mengucapkan pesan pengantar tidur setiap malam, bisakah kalau hanya dinamakan teman? Entahlah.

Tapi, ada yang berbeda hari ini. Dia mengirimiku pesan seperlunya. Aku sendiri tak ambil pusing. Karena selama inipun setiap dia mengatakan suka atau bahkan sayang, aku selalu mengalihkan pembicaraan. Tapi ini terasa aneh. Maksudku begini, aneh rasanya saat kau terbiasa dikirimi pesan untuk bangun pagi, mengingatkanmu makan siang, dan ucapan selamat tidur, lalu tiba-tiba di hari esok kau sama sekali tak menemukan pesan semacam itu lagi. Itu yang kurasakan. Aneh. Tapi lagi-lagi aku tak mau ambil pusing. Mungkin dia sibuk.

Sudah beberapa hari dan keadaan masih sama. Sampai akhirnya dia mengirimiku pesan. Dan entah aku yang berlebihan atau memang pesannya kali ini begitu menyesakkan. Aku juga tidak tahu. Yang aku tahu adalah beberapa hari setelahnya keadaan yang terjadi berbanding terbalik dengan apa yang dia sampaikan lewat pesan beberapa waktu lalu. Boleh aku marah? Boleh aku menuntut? Dia bahkan pernah mengatakan kalau aku boleh marah ketika dia mulai berubah. Aku boleh menariknya ketika dia mulai dekat dengan orang lain. Bodoh. Tidak. Bukan dia yang bodoh. Aku yang bodoh. Bodoh karena percaya dengan semua omong kosongnya. Bodoh karena sampai hari ini aku menutup diri untuk orang yang mungkin tulus padaku. Bodoh. Memang bodoh. Dan lebih bodoh karena aku sulit membencinya.

***

"Saya memang suka kamu. Saya sayang kamu. Tapi saya rasa kita ngga bisa pacaran. Kita ada di angkatan yang sama. Kalau ada sesuatu dihubungan kita, pasti berdampak sama yang lain. Maaf. Saya ngga ada niat mainin perasaan kamu. Saya tulus sama kamu. Tapi kita seangkatan"

"Rio sama Shilla pacaran kan. Enaknya yang pacaran sekelas, tiap saat ketemu"

End

-RoseFold-

RiFy's DrableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang