#3 Mata-mata yang Melotot

23 1 0
                                    



Hari pertama PK2 berlalu dengan agak menegangkan, dimana diakhir acara seperti biasa anak-anak Fisip mencari ulah, sudah datang paling terlambat setelah makan siang dan kini membuat ricuh untuk segera cepat dipulangkan. Baru lewat sedikit saja dari pukul empat sore, mereka mengamuk layaknya singa yang dibangunkan, padahal Fisip yang paling telat datangnya. Dengan alasan kesorean, takut macet dijalan yang pulangnya ke Palem raya bla.bla.bla. Alasan yang tidak rasional sebagai mahasiswa. Emang Fisip doang yang mahasiswa nya ada yang pulang ke Palem raya. Terkadang malu jika ada yang bertanya, siapa itu yang membuat ricuh.


Hari selanjutnya, aku telat tapi masih dibatas pemakluman. Tapi yang terjadi, mereka semua sudah kumpul berbaris di halaman Fisip dan yang dari Palem raya juga. Ternyata mereka datang tepat waktu berarti sangat pagi sekali, kuakui kali ini panitia yang dari Palem raya begitu cekatan dalam efisiensi waktu. Tak ada yang special di hari ini, semuanya mengalir begitu saja. Hanya beberapa yang bisa kami lakukan untuk dakwah ini, seperti sholat tepat waktu, menghindarkan mahasiswa baru dari tangan-tangan jahil senior lainnya, dan dengan bersikap manis pada mereka sudah menyumbangkan sedikit kinerja untuk dakwah ke depan, walau efek dari usaha dan upaya tidak secara langsung terasa. Tapi akan indah pada waktunya.


Di siang hari, aktivitas sudah agak mengendur tapi begitu ramainya di mushola, terlihat semua para perempuan berbondong-bondong untuk menunaikan kewajiban mereka sebagai umat muslim. Tapi banyak juga yang sekedar duduk-duduk di halaman sedang menikmati makan siang sambil bersenda gurau dengan teman sebaya maupun kakak seniornya. Tempat sholat laki-laki dipisah dengan perempuan, laki-laki disediakan tempat sholat di ruang Ilkom yang baru dan jika mereka mau bisa langsung sholat di masjid Al-Ghazi saja. Sedangkan yang perempuan tetap di Mushola Fisip dengan tirai hijab dibuka sehingga area ikhwan bisa digunakan agar dapat menampung banyaknya perempuan yang setiap tahun semakin banyak dari pada laki-laki.


Musik berdendang lagi, ada pula yang bernyanyi dan menyanyikan lagu dangdut yang lagi trend sekarang ini. Pikirku, "apakah mereka tak tahu bahwa ini waktunya sholat, naudzubillahminzalik". Sebisa mungkin aku berupaya untuk menghentikan mereka, melalui ikhwan. Aku minta tolong kepada mereka untuk bisa bernegosiasi dengan pihak orgen itu, untuk menghentikan sejenak aktivitas panggungnya. Tapi sepertinya tidak berhasil, tak ada yang berani untuk bersikap tegas dan sedikit keras pada mereka padahal ini hal yang bersifat sangat penting, yaitu keheningan dalam sholat. Aku berdoa "semoga penerus dakwah setelah angkatanku ini akan muncul sosok-sosok pemberani yang mampu memperjuangkan dan memperlihatkan identitas mereka sebagai seorang muslim sejati, dan sosok demonstran yang mampu mempertahankan kejayaan Islam", ku aamiin kan dalam hati.

Walau aku tak menjadi Kp (kakak pembimbing) dikarenakan aku sebagai panitia sie acara yang tak boleh merangkap menjadi Kp, aku patuhi aturan itu dan memang tak berminat jadi Kp. Sedang tubuh ini tak sekuat yang terlihat, butuh istirahat yang cukup apalagi tubuh bagian bawah yaitu kaki. Apalagi tugas Kp adalah melayani, mengikuti dimana gerak Maba dan menjaga keamanan setiap kelompoknya. Bersyukur aku terlepas dari beban itu. Sehingga aku bisa bergerak bebas kesana kemari layaknya burung camar memantau secara keseluruhan kegiatan itu. Setiap ada kesempatan, aku luangkan waktu untuk berkeliling di sekitar area tenda agar bisa melihat lebih dekat aktivitas yang terjadi disana sekaligus mengeksiskan diri -_-..


Melangkahkan kaki, dari mushola tercinta hingga ke tenda yang berada dilapangan parkir belakang. Seakan-akan berjalan di karpet merah, dan dikerumuni para fans nya. Bagaimana tidak, seolah-olah aku adalah bidadari yang turun dari langit hingga semua orang tak bisa mengedipkan matanya walau sedetik, melihatku dari awal langkah kaki sampai pada hujung jalan. Atau lebih tepatnya seperti buronan baru lepas yang akan menyebarkan virus mematikan, sehingga perlu diawasi dengan tatapan seolah mata itu akan keluar dari tempatnya. Mata-mata yang melotot itu selalu membayangiku disetiap gerak langkahku, aku kesini maka akan segera diikuti, aku kesana ada pula yang menjaga dengan tatapan tak kalah seramnya. Bukannya aku takut dengan apa yang mereka lakukan, justru aku menjadi malu dan sedikit bangga ternyata diri ini menjadi sesuatu yang harus mereka singkirkan bahkan bisa jadi untuk dilenyapkan. Tak ada kekuatan apapun dalam diri ini, tapi seakan-akan mereka takut jika aku bergerak maka dimana tempat aku berdiri akan bisa kukuasai bisa dibilang bisa kukondisikan dengan baik. Sehingga harus dipantau 24 jam agar aku tak bisa menjalankan misiku dengan baik.
"Wah.wah jadi grogi aku melangkah, tapi tak apa, emang aku salah apa sehingga diperlakukan seperti ini, harus stay cool, tunjukan bahwa kamu bukan akhwat yang biasa tapi luar biasa, hingga mereka harus berupaya sekuat tenaga untuk mengendalikanku" kata-kata penyemangat itu timbul dengan sendirinya didadaku. Karena tak ada yang menyemangatiku saat ini, semuanya sibuk dalam urusannya masing-masing. Tak ada yang bisa menyalahkannya jika semuanya melakukan tugas mereka dengan bersungguh-sungguh. Sangat disayangkan bahwa si Hardi, Ia lebih memilih jadi Kp padahal dia juga sie acara. Ia pura-pura lupa atau memang tak peduli akan tujuan awal menjadi panitia ini, sedih sekali bahkan Ia lebih bersemangat bersenda gurau dengan adik Maba kelompoknya yang seluruhnya itu perempuan, iya Ia kebagian kelompok yang isinya perempuan. Ia baru muncul pada saat PK2 saja dan itupun melenceng dari tugas di awal yang selalu Ia bilang iya yang artinya Ia menyanggupi tugas itu. Sempat kudekati untuk mencari tahu apa yang terjadi pada diri beliau, kenapa bisa seperti itu. Melalui sms, aku pura-pura bertanya "Har, bagaimana perkembangan opdik nih ? sudah berkomunikasi belum dengan Pj acara nya ?" pura-pura tidak tahu terkadang menjadi senjata ampuh untuk menggali informasi.


Jawaban yang kuterima sungguh menyesakkan dan kurasa jawaban itu tak pantas keluar dari mulut seorang aktivis. "aku tidak tahu, selama ini aku benar-benar tidak mengetahui informasi yang beredar selama Pmb maupun opdik ini." Seakan ada geledek dan kilat yang menyambar melalui layar ponsel ku. Apakah ini benar-benar balasannya, apakah kami terlalu memaksanya lebih tepatnya aku, seingat yang ku tahu, ini aku tak tahu yang lain bahwa sangat jarang bahkan tak ingat apa aku pernah menghubunginya sejak Pmb kemarin. Haruskah dakwah menanggung orang-orang yang seperti ini, "semoga Allah senantiasa memberikan hidayah kepadanya, sebagai manusia aku sudah menjalankan kewajibannku untuk menyeru dan selebihnya Allah yang menentukan" lirihku dalam hati.



Setelah dari itu, harapan menjadi pupus karena tak ada lagi orang-orang yang bisa dihandalkan untuk bisa berbaur ke tengah-tengah mereka. Hardi sudah mengundurkan diri dari peperangan ideology ini (setidaknya itu yang aku tangkap dari tingkahnya), Husnu sampai detik ini pun, tak kunjung keliatan. Hairun, masih dikampungnya dan masih sakit akibat operasi hingga detik ini pun aku tak menghubunginya, karena tak ingin mengganggu konsentrasi kesembuhannya, karena pastinya banyak yang ingin kuceritakan padanya, dan kabar tentang operasinya pun aku tahu dari akhwat-akhwat lainnya. Tinggal satu lagi yaitu tak lain dan tak bukan adalah partnerku Mamad, tapi Ia bukan tipe orang yang bisa menyusup ke tengah bara api, bahkan dari gayanya pun sudah ketahuan ia Adk tulen, bukan berarti aku menyepelehkannya tapi ini tidak sesuai dengan bidangnya di syiar sedangkan yang dibutuhkan adalah orang-orang yang bergerak dan paham akan pergerakan setidaknya.

Zulaikha Street (End)Where stories live. Discover now