#1 Tekad Kuat Membaja

193 4 0
                                    

Sang mentari telah menerangi segala sudut ruang kamar ini. Walau cahayanya tak masuk secara langsung tapi terangnya tak kalah dengan aslinya akibat pantulan cahaya dari dinding rusunawa yang tepat berada di depan jendela kamar. Jendela dan tirai kamar yang masih tertutup ini membuat udara kamar menjadi pengap dan terasa sesak. Sudah hampir satu bulan ditinggal oleh pemilik kamar.
Udara pagi di sekitar lingkungan kampus memang terasa sejuk, lingkungan yang masih terjaga dengan pohon-pohon rindang yang masih tertata dengan rapi. Embun-embun pagi masih membasahi dedaunan, jalan-jalan yang masih lembab dihiasi daun-daun tua yang sudah menguning kecoklatan bertaburan dimana-mana.
Awal-awal Agustus memang sudah memasuki musim panas, dan itu sudah dirasakan oleh tubuhku yang terbalut pakaian layaknya muslimah walau harus diakui jauh dari kata sempurna, karena di pagi hari ini sinar mentari sudah begitu menyengat. Pagi ini, seperti biasa aku menyusuri jalan menuju Asrama putri yang terletak di belakang pemukiman Universitas palapa. Setelah turun dari angkutan umum bewarna kuning itu, angkutan yang biasa mengantar mahasiswa maupun masyarakat sekitar kebon raya dengan rute beraneka ragam. Angkutan kuning itu bisa mengantar dari stasiun kereta api kebon raya sampai ke tanjung sinar, tergantung jumlah penumpang yang akan menaikinya. jika itu mahasiswa, biasanya rute yang dilalui hanya kampus sampai pasar kebon raya.
Aku turun tepat di persimpangan jalan antara fakultas ekonomi dan jalan menuju fakultas Isip. Jika pagi seperti ini angkutan yang aku naiki adalah angkutan yang biasa bertengger di depan klinik Unspa, karena berangkat dari rumah di Prabujaya. Angkutan tersebut tidak mau mengantar sampai ke asrama bukan karena sang supir tak tahu jalannya tapi sudah ada pembagian jatah masing-masing angkutan. Tapi pernah suatu hari aku mencoba membujuk sang supir angkutan untuk bisa mengantarku sampai asrama, ada kalanya sang supir berbaik hati untuk mengantar sampai ke asrama tanpa meminta tambahan ongkos tapi kebanyakan yang aku temui adalah sang supir meminta tambahan yang terkadang hampir sama dengan ongkos pergi ke Prabujaya. Alhasil aku lebih memilih untuk berhenti di persimpangan itu, lalu menyusurinya dengan berjalan kaki.
Dengan semangat pagi, aku berjalan dengan santainya. Kemudian merogoh Hp yang berada didalam tas, perlahan aku tekan tombol navigasi hanya untuk melihat jam berapa sekarang. Jam yang tertera disana pukul 08.05, ternyata bus yang aku naiki dari Prabujaya sampai kebon raya termasuk sangat cepat. Sengaja aku masukkan lagi Hp kedalam tas mengabaikan beberapa sms masuk agar bisa menikmati indahnya suasana kampus dan sejuknya udara segar ini. Sekilas ku melihat ke arah gedung bewarna abu-abu di sebelah kiriku, tak lain adalah gedung dekanat Fisip, sudah tampak beberapa orang sudah duduk-duduk di hamparan pinggir gedung. Terlihat bus Fisip juga ada disana, itu artinya sudah ada beberapa karyawan ataupun para birokrat itu sendiri sudah datang untuk melayani para mahasiswa.
Hari ini adalah hari dimulainya aktivitas kuliah di semester ganjil, terlintas dipikiranku tujuan datang ke kampus mungkin sama dengan beberapa mahasiswa lainnya yaitu mengambil khs (kartu hasil studi) semester genap yang baru saja berlalu, sudah tahun kedua dan ini pertama kalinya khs di printout sendiri oleh pihak dekanat dengan kebijakan baru oleh dekan baru. Tiba-tiba saja aliran semangat yang kurasakan disekujur tubuh perlahan menghilang, dengan gontai kuberjalan tak sadar bahwa gerakku sangat lamban kemudian aku mempercepat jalan dengan raut wajah yang tadinya cerah sekarang berubah menjadi datar.
Air bening yang berasal dari kelopak mataku mengalir perlahan, dalam hati beristighfar sebanyak-banyaknya. Teringat hasil yang kudapatkan di semester genap lalu, hasil yang benar-benar jauh dari harapan, hasil yang membuatku menjatuhkan air mata, hasil yang membuatku berpikir berulang kali dimana letak kesalahanku sehingga mendapatkan hasil yang tak sesuai dengan targetanku di awal semester lalu. Dengan sesugukkan aku menangis sampai akhirnya sudah berada dijalan depan rusunawa, melihat sang mentari bersinar menampar wajahku yang sembab dan basah.

Lalu seperti ada yang berbisik dan menghujam hatiku,

"Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu" (QS. Muhammad:7).

Zulaikha Street (End)Where stories live. Discover now