Chapter 2 ⚔️ Encounter and Separation

186 54 22
                                    

•••
"Bagaimanapun kita, sedang apapun kita, jika takdir tertulis untuk bertemu maka bertemulah kita, walau terkadang perpisahan pun turut ikut serta."
•••

Senyap merambat. Tak ada sinar matahari yang menyapa, hanya ada suara bayi yang kebingungan, menatap dedaunan rimbun pada ranting-ranting besar di atas.

Mencoba keluar dari balutan kain yang mendekap tubuhnya dan mencoba berdiri, namun tak bertahan lama untuk menjaga keseimbangan kaki-kaki mungilnya. Bayi itu juga berbicara dengan bahasa yang hanya dimengerti olehnya seorang.

Sesaat, kesunyian mereda, pohon-pohon mulai bergemuruh, tidak ada tiupan angin yang berhembus, hanya saja semua dahan pepohonan berayun-ayun menggugurkan daun-daunnya ke tanah.

Lalu dari kejauhan yang entah-berentah, datang kumpulan kelopak bunga melati berwarna putih menari-nari melingkari dan merayapi seluruh tubuh bayi kecil yang terduduk manis di tanah, membuatnya geli dan kegirangan hingga tertawa terbahak-bahak.

Dia mencoba berdiri lagi, walau sesekali kembali terjatuh, kumpulan kelopak bunga putih tanpa berwujud rupa apapun itu membantunya berdiri.

Kemudian berputar kencang mengelilingnya hingga membuat tubuhnya terangkat dan melayang di udara, sekali lagi si kecil Wallaby–satu-satunya yang tersisa–kegirangan mendapati dirinya melayang di atas.

Kelopak-kelopak bunga itu membelah diri menjadi dua bagian, yang satu menjadi tumpukan bantalan yang menopang pantat si bayi agar tetap terangkat melayang dan yang satunya lagi mengubah bentuknya menjadi wujud seorang wanita anggun bergaunkan kelopak bunga putihnya sendiri.

Bermain bersama seorang bayi yang ada dihadapannya, memeluknya dengan penuh kerinduan yang pikirnya nyata, mengusap liur bayi yang berlumuran keluar karena belum bisa ditahan oleh dua buah gigi kecilnya.

Cukup lama bermain bersama dan membuat senyuman yang merekah pada bibir halus bayinya, tak ada satu pun kata terucap dari kedua makhluk ini, keduanya bersenang-senang saling menjalin kasih layaknya seorang ibu dan anaknya.

Beberapa menit bersama, kumpulan kelopak putih itu berubah kembali menjadi wujud acaknya, menurunkan bayi itu kembali ke bawah, lalu meniupkannya semilir angin lembut yang berhembus ke wajahnya.

Membuatnya mengerjapkan cepat mata karamelnya lalu tertutup lama hingga angin yang ia tiupkan berhenti–sang roh kelopak hilang–si kecil Saturn Wallaby mengedar pandang ke sekelilingnya, namun nihil keberadaan maupun jejak-jejak kemunculannya semula.

Bayi ini pun menangis sejadi-jadinya. Begitu kencang hingga membuat dedaunan yang tadinya berserakan di sekitarnya menyingkir membulati tempat ia duduk. Satu tarikan kencang lalu berhenti dengan sendirinya, ia pun merebahkan tubuhnya, dan tidur pulas pada hari itu, hari dimana ia menangis untuk pertama kalinya.

•••

"Ibu? Tak bisakah kita pulang?" rengeknya.

"Kita akan pulang jika kau sudah mendapatkan buruanmu sayang."

"Tapi Bu—"

"Sttt...." desut sang ayah turut serta. Menyelisik suara yang berada tidak jauh dari tempat mereka.

Burung-burung berwarna hitam khasnya riuh berterbangan menjauh dari pepohonan, sekelebat angin berhembus menyapa bulu-bulu cokelat berloreng dan bertotol mereka.

"Apa itu Ayah?" tanya anak semata wayangnya bergidik, membuat roma pada seluruh tubuhnya meremang di hari pertama diperburuannya.

"Ayah tidak yakin," jawabnya ragu.

The League of Magicworld #ODOCTheWWG #Longlist2018Where stories live. Discover now