That's Fine

500 28 4
                                    

Jeni terbangun dari tidurnya. Ia tak ingat mulai dari kapan ia tidur. Yang ia rasakan saat ini hanyalah perih di bagian tangan yang kemarin ia lukai dengan menggunakan silet. Luka itu ditutupi oleh perban yang cukup besar. Jeni melihat ke sampingnya, ada Jeno yang masih tertidur pulas. Ketika ingin beranjak, kepalanya terasa sangat pusing. Ia menangis lagi karena kini ia hanya bisa berbaring.

Jeno terbangun dari tidurnya dan segera mengambil posisi duduk. Ia langsung mengusap kening Jeni agar Jeni kembali tenang.

"Kamu terlalu banyak menangis kemarin. Jangan nangis lagi dong." Jeno mencium kening saudarinya. "Maafkan aku membuat hatimu terluka kemarin. Aku engga maksud buat membuatmu masuk ke panel pencarian populer internet lagi."

Jeni kembali tenang, tak menangis. Akan tetapi, ia masih sesenggukan. Jeno terus meminta maaf pada Jeni. Jeno tak berani meninggalkan Jeni sendirian.

"Eomma... Adik sepertinya sakit." Jeno memanggil Mama Lee dengan suara yang pelan dari balik pintu kamar.

Mama Lee masuk ke kamar dan melihat kondisi Jeni. Mama Lee terkejut ketika melihat bed cover yang penuh bercak darah. Mama Lee langsung bertanya apa yang sebenarnya terjadi pada Jeno.

"Jeno... Apa yang terjadi padanya?" tanya Mama Lee.

"Eomma... Ini salahku. Aku mengungkit soal dispatch ke hadapan Jeni kemarin. Kalau Eomma ingin menghukumku, boleh saja. Aku yang bertanggung jawab dengan keadaan Jeni sekarang." Jeno tertunduk.

"Jeni pusing karena kehilangan banyak darah. Jeno ambilkan dia sup yang mama masak tadi dengan obat tambah darah di kotak obat Mama. Cepat!" Mama Lee bertindak tegas dan membuat Jeno sangat cepat dalam bergerak.

"Mama... Jangan galak gitu sama Jeno." kata Jeni yang lemas.

"Tapi dia udah bikin kamu..."

"Jeni yang celakain diri Jeni sendiri. Bukan karena Jeno." kata Jeni. "Jeni yang ngiris tangan Jeni sendiri."

"Jeni sayang... Kamu engga boleh gitu lagi ya? Mama khawatir sama kamu kalau kamu ulangin kejadian ini lagi." kata Mama Lee.

"Ma, ini supnya. Jeni ayo makan dulu." Jeno menaruh nampan berisi sup, air minum, dan obat tambah darah untuk Jeni.

"akkk... Pusing banget." Jeni ingin bangun tetapi kepalanya terasa sangat pusing.

"Ya sudah, Mama ambilkan bantal ganjal untukmu." kata Mama Lee.

Mama Lee mengambil bantal besar untuk mengganjal tubuh Jeni. Jeni hanya tersenyum kecil ketika suapan pertama dari Jeno sampai di depan mulutnya. Jeni menerima suapan dari Jeno tanpa ada debat untuk menolaknya.

"Sup pasta kacang merah... Aku merindukan masakan ini." kata Jeni ketika makanannya baru saja ia telan.

"Ayo makan lagi... Kamu suka kan? Aaaaaaaa..." Jeno menyuapkan lagi sup kacang merah itu.

Jeni menghabiskan semua sup yang Jeno ambilkan untuknya. Jeno tersenyum melihat saudarinya masih punya nafsu makan yang baik meskipun sakit. Jeni langsung meminta obat tambah darah yang Jeno siapkan agar tenaganya pulih. Jeni sadar kalau dirinya kemarin kehilangan banyak darah setelah melihat selimut yang ia pakai.

"Ma... Singkirkan selimut ini. Ganti yang baru." Jeni ketakutan melihat bekas darahnya sendiri.

"Sebentar sayang. Mama ambilkan dulu gantinya." Mama Lee pergi ke kamar untuk mengambilkan Bed cover pengganti.

"Jeno, bisakah kamu menelepon Renjun untukku? Tangan kananku sakit." kata Jeni yang melihat tangan kanannya terbalut dan terasa kaku.

"Sebentar ya?" Jeno meraih ponselnya yang ditaruh di atas nakas.

Star TwinWhere stories live. Discover now