Don't Mess with Soé

15 1 2
                                    

"Nggi, aku ga takut, aku bukan pelakunya jadi apapun itu aku bakal hadepin." Aku mantap mengatakan pagi Anggi.

"Yang artinya kamu juga mengkonfirmasi pertemuan kamu dengan Riyadi, marketing dari perusahaan Dahlia di hari yang sama setelah kamu bekerja untuk membantu Cinta? Kamu juga memberikan dia salah satu dokumen, dan ada yang memotret kalian ketika transaksi dokumen itu berlangsung." Pertanyaan Anggi jelas menggelitik, tentu saja dia tahu kalau Riyadi adalah pacarku, "gak cuma hari itu aku ketemu Riyadi, setiap hari juga aku ketemu sepulang kantor."

"Itu yang aku khawatirkan Soé, sepertinya pacar kamu terlibat juga dalam rencana mereka, bahkan mungkin dia yang merencanakan ini." Aku tidak bisa membalas pernyataan Anggi, Riyadi dan aku sama-sama sejak kepulanganku ke Indonesia dua bulan lalu. Riyadi dan aku dikenalkan oleh Anggi, dan Anggi juga yang memberikan kesempatan magang ini kepadaku. Aku tidak menjawab apa-apa lagi, hanya langsung pamit dan mengatakan kalau sebaiknya aku langsung menemui Cinta saja, mencoba menanyakan ini semua padanya.

"Kamu gak bisa percaya sama Cinta atau Titin, kamu bakal terjebak lebih jauh, biar aku yang bantu bicara sama manajer HRD, mungkin mereka bakal lepas kamu gitu aja tanpa sangsi apa-apa." Kata-kata Anggi langsung menusuk telingaku, aku tidak butuh sebuah arrangement untuk menyelesaikan perkara yang bahkan tidak sempat terbayang olehku. Aku tidak bersalah dan mereka yang harus meminta maaf padaku, suka atau tidak. Sebetulnya masalah ini juga terlalu konyol, aku hanya seorang anak magang, apa juga yang mereka harapkan dariku

"Oke Nggi, aku ga bakal temuin Cinta atau Titin atau membahas ini sama Riyadi. Tapi aku juga minta kamu gak perlu nolong aku dengan berusaha jadi mediator bullshit  demi bantu aku keluar dari masalah ini, got it?" Nada suaraku tenang, tapi tegas dan penuh penekanan. Ancamanku pasti tidak terdengar main-main di telinga teman baikku sejak di bangku SMA itu. "Kamu denger aku Nggi?" Dengan mata yang terbelalak ngeri, aku kembali mengucapkan pertanyaanku, menagih sebuah jawaban dari mulutnya sebelum akhirnya aku pergi meninggalkan Anggi sendirian di koperasi yang memang sudah kosong. Seseorang bahkan membuka koperasi pada jam makan siang demi memberi tempat untukku dan Anggi untuk membahas masalah ini.

"Selamat siang Pak, bisa saya minta waktunya?" Aku langsung menuju ruang manajer HRD untuk menemuinya. "Tergantung Soé, kamu mau mengakui semua perlakuan kamu?" Dia menjawabku dengan sangat dingin.

"Oke, kalau begitu let me make this quick and sharp. Saya tidak datang demi mengakui satu titik kesalahan yang bahkan tidak pernah terbersit dalam kepala saya untuk melakukannya, saya datang untuk menagih permintaan maaf dari Anda, secara tertulis disampaikan kepada seluruh karyawan departemen Marketing." Kataku dengan suara lantang namun dengan nada bicara yang terkendali. Aku jelas memiliki kepercayaan diri yang begitu tinggi dengan teoriku ini. "Anak gila," katanya sambil tertawa renyah menghinaku.

"Jelas saya anak gila untuk Anda, saya anak dari musuh Anda sejak puluhan tahun lalu, persis seperti Anggi yang selalu memakai topeng demi memperoleh simpati saya padahal dia benci saya setengah mati. Pura-pura peduli saya padahal ada rencana jahat yang sudah dirancangnya sejak hari pertama perkenalan kami di sekolah." Aku berhenti demi menarik nafas. "Teorinya persis kaya sinetron ya, sekarang enyah dari kantor saya dan bersihkan semua barang kamu, surat laporan kelakuan buruk akan sampai ke alamat kamu secepatnya." Dia kembali tertawa mengejek.

"Jangan terburu-buru, saya hampir selesai kok." Aku memabalas senyuman ejekannya tidak kalah pahit. "Saya tahu itu. Anggi dan Anda dekat sejak lama, tenang saja, Anggi gak pernah cerita kok, saya menemukan faktanya dengan mudah melalui pemalsuan nama Anda di handphonenya supaya perselingkuhan kalian tidak ada yang tahu."

"Riyadi tidak lain hanyalah objek Anda dan Anggi demi merusak nama saya, agar hati orangtua saya hancur persis seperti yang pernah mereka lakukan kepada Anda di SMA dulu. Anggi memperkenalkan Riyadi kepada saya yang memang mudah jatuh cinta dengan pria romantis dan cerdas seperti Riyadi." Aku tersenyum.

"Titin tidak menemui Anda untuk melaporkan, Anda memanggil Titin untuk memberitahukan ini semua padanya. Memberitahukan bahwa saya telah melakukan tindak kejahatan pada perusahaan. Anda juga memberitahukan Titin agar tidak menegur saya dan meminta Anda dan Anggi menjadi mediator dalam masalah ini." Bapak-bapak tua itu jelas memperhatikan segala ucapanku, terkejut dengan semua teori yang sedang aku katakan.

"Oiya, Anda menempatkan Titin sebagai mentor saya karena Anda tahu perilaku Titin yang gila hormat akan lebih mudah membuat Anda meraih ini semua." Aku melangkah pergi dan berhenti kemudian di depan pintu ruangannya. "Oiya surat permintaan maaf dari Anda saya tunggu selambatnya satu jam dari sekarang, seluruh departemen harus sudah menerima dan membacanya sebelum saya kembali dari makan siang."

"Oiya, atau kamu bakal ngapain? Lapor sama bapak kamu yang pengecut dan tukang mengambil pacar sahabatnya sendiri itu?" Katanya berusaha melucuti kekuatanku.

"Tidak pak, atau seluruh foto-foto Anda dengan Anggi akan sampai di meja Direktur Utama sekaligus juga di meja kerja istri Anda yang kebetulan bekerja di gedung yang sama. Tunggu sebentar, lantai 25 kan yah? Sekertaris Direktur Perusahaan Yehonala?" Aku tersenyum.

"Oiya atau saya harus pura-pura lupa meninggalkan print foto kalian di mesin fotokopi seluruh departemen di kantor ini. Thats all on you Sir!"

Aku pergi meninggalkannya dengan hati yang lebih lega, menuju kantin makan menuju meja anak-anak magang sepertiku. Dalam hati aku juga sudah berniat memperbaiki ini semua dengan Titin.


Selesai guys :) Kalau suka jangan lupa di VOTE dan KOMEN yahh

Salam literasi untuk seluruh anak bangsa!


Gila HormatWhere stories live. Discover now