24. Mimpi Buruk

11.8K 1.4K 200
                                    

"Den, sarapan dulu. Non Dominya dibangunkan saja." Mbok Darmi mendekati Sena yang duduk memeluk Domi di sofa ruang keluarga.

"Nanti saja, Mbok. Kasihan kalau dibangunkan, Dominique baru tidur sebentar."

"Mau saya bawakan makanannya ke sini, Den?"

"Tidak usah, Mbok. Terima kasih." Sena kembali menunduk, memandangi wajah Domi yang sembab karena kebanyakan menangis. Setelah mengamuk subuh tadi dan menangis tanpa henti dalam pelukan Sena, Domi tertidur karena kelelahan. Domi tertidur meringkuk dalam pelukan Sena, persis seperti anak kecil yang ketakutan dan mencari perlindungan. Sebelum Mbok Darmi meninggalkannya, Sena memanggil wanita tua itu, "Mbok?"

"Iya, Den?"

"Boleh saya bertanya?"

"Boleh, Den. Kalau Simbok tahu pasti Simbok jawab."

"Sejak kapan Dominique tinggal sendiri, Mbok?"

Mbok Darmi kembali mendekat, duduk berlutut di dekat meja. Berpikir sebentar sebelum menjawab pertanyaan Sena. "Sudah sangat lama, Den. Mamanya Non Domi pergi ke luar negeri waktu Non Domi lulus SMP. Kanada kalau tidak salah."

"Kenapa Ibu ke luar negeri, Mbok?"

"Untuk bekerja, Den."

"Kalau Bapak?"

"Bapak, sih, dari Non Domi umur lima tahun, sudah tidak tinggal di sini, Den. Bapak cuma datang sesekali saja."

"Jadi sejak Ibu pergi, Dominique tinggal sama Mbok saja?"

"Iya, Den."

"Mbok tahu ada masalah apa di antara kedua orang tua Dominique?"

Mbok Darmi ragu untuk menjawab, meski sebenarnya calon suami nonanya ini berhak untuk tahu, tapi rasanya akan lebih baik jika nonanya sendiri yang mengatakannya. "Simbok tahu, Den. Tapi rasanya lebih baik Non Domi yang bercerita langsung. Simbok takut kena salah, Den."

"Tidak apa, Mbok. Saya mengerti."

***

"Menyesal aku menikah sama kamu! Perempuan pembangkang! Kamu cuma melakukan mau kamu, semua sesuka kamu! Kamu tidak pernah memikirkan aku, Rachel!"

"Kamu pikir aku nggak nyesel nikah sama kamu? Kalo tau akhirnya cuma bakal diduain kayak gini, nggak sudi aku jadi istri kamu! Nyesel aku nggak denger kata-kata Papi Mami dulu!"

"Berani kamu bicara begitu sama aku?! Kamu memang tidak pantas jadi istri aku. Kamu tidak punya tata krama, Rachel! Dan lihat apa jadinya anak kamu itu?! Dia tumbuh persis seperti kamu. Urakan! Tidak tahu aturan! Pembuat onar!" Bagi seseorang yang begitu bangga dengan darah ningrat yang mengalir dalam tubuhnya, tata krama jelas menjadi hal yang sangat penting.

HOT Single DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang