-

-

"Baiklah, aku akan tidur sekarang. Besok giliran aku yang berjaga. Aku mendapatkan waktu libur. Tidak perlu khawatir," gumam Dahyun lantas menaruh ponselnya. Dia berbaring sejenak dengan kepala menatap langit-langit kamarnya. Satu hari ini adrenalinnya seakan melonjak ke titik yang tidak pernah ia sangka; mulai dari pertengkarannya dengan Hwang Hanseul hingga Appa yang perlu ke rumah sakit. Bibi Myun sudah datang dengan beberapa polisi yang mengikutinya tapi karena Appa baru sadar dan belum stabil, wanita itu tidak mengizinkan. Sementara Ibu Dahyun, dia pamit karena Hyeri mengikuti perintah Dahyun untuk tidak membiarkan wanita itu bertemu Appa.

Untuk apa repot-repot? batin Dahyun berkomentar. Jika wanita itu memang 'sok peduli' seharusnya yang dia lakukan sudah cukup. Sekarang, Dahyun perlu memikirkan bagaimana melunasi hutang kepada wanita tersebut. Rasanya menjengkelkan ketika Dahyun tidak berdaya secara finansial sementara yang tadi bisa saja didapatkan wanita itu secara 'tidak baik'. Atau dalam arti, karena beberapa kencannya dengan para pria kaya di luar sana. Mengerikan.

Dahyun berguling ke samping. Dia menaruh kedua tangannya agar menjadi sandaran di kepalanya seraya menatap kosong ke dinding kamarnya. Bagaimana dengan Yeonjun? Apakah anak itu akan dibawa pergi ke Hongkong? Tidak akan kembali lagi ke Korea untuk selamanya? Dahyun mengatur napasnya yang berubah memberat. Dia tidak mengerti mengapa dia mau repot peduli bahkan nekat bertemu dengan Nam Ji Hyun yang sudah terlihat tidak bersahabat itu, tapi Yeonjun, dia tidak patut untuk diperlakukan demikian.

"Noona, mereka tidak pernah menyukaiku. Apakah aku ini anak nakal?"

Dahyun merasakan matanya memanas hingga air mata bergulir begitu saja, jatuh di atas tangannya yang berguna sebagai bantal. Gadis itu terisak samar dan mencoba menutup matanya pelan-pelan.

"Noona.."

*

*

Appa menarik senyuman simpul ketika Dahyun mulai muncul di ambang pintu seraya masuk perlahan. Di pagi itu, kamarnya dipindahkan lagi, membuat Dahyun perlu bertanya kepada beberapa perawat serta bagian administrasi seputar kamar ayahnya. Selain itu, dia pun sempat singgah sebentar untuk mengisi perut karena kemarin dia bahkan tidak sempat untuk makan. Hyeri pasti akan memarahinya jika tahu, tapi siapa peduli? Dahyun masih bergerak dengan semangat dan balas tersenyum.

"Putriku."

"Appa!" Ia bergegas mendekap pria itu secara hati-hati dan menunduk kepada bagian perut lelaki tersebut. "Apakah masih sakit? Kau perlu aku panggilkan dokter?"

"Astaga, jangan berlebihan. Ini bukan luka besar."

Dahyun mengerucutkan bibirnya kemudian menarik satu kursi. "Kau bercanda? Kau bahkan berdarah sangat banyak." Ia melirik Hyeri yang masih terduduk di sisi ranjang. "Di mana Bibi?"

"Dia pulang sebentar untuk mengambil baju kami. Kau sudah sarapan?"

"Ya. Aku yang akan menjaga Appa, kau sebaiknya sarapan pula." Tanpa menolak, Hyeri pun cepat mengecup kening Appa dan pamit dari hadapan mereka berdua. Dahyun pun mulai beralih ke wajah pria tersebut. "Lihatlah dirimu ini, hish. Mengapa kau sangat senang mencari perhatian kepadaku?"

Tawa pria itu lolos dalam tempo cepat. Dia meringis setelahnya membuat Dahyun merenggut. "Maaf, maafkan aku. Aku juga tidak mengerti mengapa ini terjadi, aku langsung saja jatuh di tempat," jawabnya pelan. Dahyun menatap sepasang mata pria itu seraya meneguk ludahnya dalam. "Aku baik-baik saja."

"Aku takut, kau tahu."

Pria itu meraih tangan Dahyun lalu meremasnya perlahan. "Hajima. Kau tidak perlu takut." Mereka berdua hanya bertatapan untuk beberapa saat. Dahyun sudah menahan dirinya untuk tidak menangis. Dia benci terlihat cengeng tapi air mata itu, memang kurang ajar. Akhirnya, dia pun menunduk dengan isakan tidak terkendali. "Hei—"

the lost boy | yeonjun ✔ [Sudah Diterbitkan]Where stories live. Discover now