tale 5

3.9K 401 62
                                    



-

TALE – 5

"Boy," she said courteously, "why are you crying?"
Peter could be exceeding polite also, having learned the grand manner at fairy ceremonies, and he rose and bowed to her beautifully. She was much pleased, and bowed beautifully to him from the bed.
"What's your name?" he asked.

"Wendy Moira Angela Darling," she replied with some satisfaction. "What's your name?"

"Peter Pan." – J.M. Barrie, Peter Pan (1904).

*

*

Malam itu jadi agak dingin. Dahyun sempat menyesal tidak membawa mantelnya. Meskipun cafe mungil yang terletak di sisi rumah sakit tersebut cukup hangat dan ia sempat berkeringat tadi, Dahyun terus meremas tangannya agar suhu tubuhnya lebih stabil. Giginya bahkan bergemeletuk pelan. "Jadi, Dahyun-ssi, apa yang sebenarnya yang membuatmu tertarik? Kau tahu, aku masih begitu sibuk."

"Yeonjun. Apakah dia memang sakit?" tanyanya cepat.

Nam Ji Hyun terdiam beberapa saat. Dia berusaha memasang ekspresi datarnya namun Dahyun dapat melihat bahwa eksperesi wanita tersebut tidak sampai ke matanya. Kosong. "Kau pikir demikian?" Ia menyeruput kopi di hadapannya. "Dia terlihat sakit untukmu? Well, ada beberapa alasan di sini. Pertama, Yeonjun tidak seharusnya menjadi objek perhatianmu. Kedua, informasi tentang Yeonjun patut diketahui hanya oleh keluarganya saja. Ketiga, Nona kau seharusnya tahu wilayahmu. Ini bukan masalah yang dapat kau tangani."

Dahyun terperangah. Jujur saja. Tapi dia berusaha tersenyum walaupun rasanya dia ingin segera memaki wanita ini. Apakah dia perlu sebegitu sombongnya? Sungguh? Bagus sekali, aku akan mengungkapkan siapa dia sebenarnya di hadapan keluarga Yeonjun kalau begitu. "Oh, begitu."

"Dan asal kau tahu, pertemuan ini juga sebenarnya ilegal. Aku khawatir Tuan Choi akan memegorki kita dan kau yang akan mendapatkan masalah karenanya. Kau sudah bergerak terlalu jauh, kembalilah sekarang."

"Kau tahu? Beberapa orang terlahir dengan keadaan suci. Beberapa lahir dengan keadaan nyaris suci. Beberapa orang terlahir dengan anugerah mereka tersendiri. Yeonjun, adalah salah satu dari yang memiliki anugerah itu. dia berbeda, dia diberkahi."

Nam Ji Hyun mengulum senyum dan menyeruput kopinya kembali. "Kau hanya berbicara saja."

"Yeonjun tidak berdosa dengan keadaannya sekarang. Itu sudah menjadi ketentuan-Nya. Jika mereka berusaha menyakiti Yeonjun agar pemuda itu 'sesuai' dengan yang mereka inginkan. Aku tidak akan mengizinkannya."

"Begitukah?" Nam Ji Hyun justru memasang senyuman tipisnya.

"Dia sudah menanggung banyak penderitaan selama ini karena keegoisan mereka. Untuk tampil sempurna, untuk menjadi terbaik, untuk menjadi yang dipuji semua orang, untuk sekedar menjadi aset keluarga," gumam Dahyun.

"Berani bertaruh sampai kapan kau akan bertahan?" Ia terkekeh. "Tidak sampai seminggu. Asal kau tahu, di saat kau berkata demikian mungkin Yeonjun sudah diputuskan untuk pergi jauh darimu."

Dahyun tergelak di tempatnya. "Apa maksudmu?"

"Dia akan dikirimkan ke Hongkong segera." Mendengarkan kata 'dikirimkan' sudah membuat Dahyun lemas di tempatnya. Seolah Yeonjun adalah benda, paket yang perlu disingkirkan ke tempat asing. "Dan kau takkan pernah melihatnya lagi." Setelah menyeruput habis kopi di cangkirnya, Nam Ji Hyun pun bangkit dan meraih tas kecilnya. Senyumannya masih bertengger mulus sesaat dia mulai berjalan melewati Dahyun yang masih termangu.

the lost boy | yeonjun ✔ [Sudah Diterbitkan]Where stories live. Discover now