Chapter II: Can't I Even Dream?

90 12 4
                                    





- My freezing body feels nothing but pain.


Kembali lagi ke sekolah, tempat menyeramkan kala mata pelajaran guru killer sedang berlangsung. Natsu Dragneel, biang onar nomor satu di Magnolia High School langsung duduk tegap sembari memberi atensi fokus ke papan tulis ketika Porlyusica, guru biologi yang memiliki predikat guru killer nomor sekian memberi tatapan tajam pada yang bersangkutan.

Gray Fullbuster, frienemy Natsu sedari kecil terkikik geli melihat pemuda berambut merah muda itu terlihat seperti orang sedang menahan pup. Naas, karena kikikan tersebut sampai ke telinga Porlyusica, Gray dihadiahi lemparan penghapus papan tulis tepat di jidat.

Bodohnya, Natsu tertawa keras dan kelas pun menjadi ricuh. Lucy, yang duduk di bangku depan meja Natsu dengan panik mencoba menutup mulut Natsu agar tidak lagi mengeluarkan tawa yang besar, sedang Erza yang duduk di sebelah kiri Lucy hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya.

"Natsu Dragneel, Gray Fullbuster, pulang sekolah bersihkan gedung olahraga."

Titah diberi dengan nada yang begitu dalam, dua insan yang tersebut namanya langsung diam di tempat dan mengangguk patuh layaknya anak anjing sedang dimarahi oleh calon mertua.


"Hujan lagi."

Bel istirahat sudah berbunyi beberapa menit yang lalu, banyak murid kelas 11-B sudah pergi ke luar kelas guna membeli makanan di kantin untuk mengisi perut yang kosong, sementara sisanya masih diam di kelas, entah untuk bercengkerama atau karena memang malas pergi ke luar kelas.

"Aku bertanya-tanya, kenapa ya hujan sering sekali terjadi di sekitaran sekolah kita ini? Padahal saat aku di rumah, langit terlihat cerah."

Juvia, yang sedang duduk di bangkunya hanya bisa diam, menulikan pendengaran. Jemari sibuk membuat teru teru bozu entah yang kesekian. Ini layaknya kegiatan rutin yang ia lakukan ketika istirahat sedang berlangsung. Teman sekelasnya sempat mencibir saat Juvia melakukan hal tersebut di kelas, namun Juvia yang tak acuh membut mereka bungkam dan memutuskan untuk mengabaikannya.

"Mungkin sekolah kita terkutuk? Atau ada anak terkutuk yang menjadi murid sekolah kita?"

Tanpa melirik pun, Juvia merasa bahwa gerombolan anak perempuan yang masih berada di kelas itu melirik ke arahnya. Pandangan cemooh seperti biasanya.

Sakit.

"Aaah, aku merasa sumpek di sini. Teman-teman, lebih baik kita keluar saja deh." Dimaria bangkit dari tempat duduknya, melewati bangku tempat di mana Juvia duduk. Dengan sengaja menabrakkan bagian sisi tubuhnya pada sisi tubuh Juvia.

"Ack-!"

Membuat jarum yang menjahit bagian tubuh teru teru bozu malah menusuk jari telunjuk Juvia. Titik darah mulai merembes keluar dari luka tusuk akibat jarum.

"Oops, maaf~ Tidak sengaja." Dimaria mengucap dengan raut wajah menyesal yang dibuat-buat. Juvia lantas mengalihkan pandangan dari jemarinya yang luka, menatap Dimaria dengan senyuman tipis pada parasnya.

"Tidak masalah, Dimaria-san. Juvia tidak apa-apa."

Tentu saja, ini sakit.

Mengetahui fakta bahwa Dimaria sengaja melakukannya dan meminta maaf hanya sebagai formalitas saja sudah menyakitkan. Memangnya... apa yang sudah Juvia perbuat sampai dibenci begini?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 23, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Sequitur Pluviam [Fairy Tail! AU]Where stories live. Discover now