Chapter I: Nonsense Speaker

125 14 6
                                    

"It hurts" how can I possibly say that?


Magnolia High School ; Lapangan Indoor.

"Haaah, lagi-lagi olahraga di bawah atap. Bosan tidak, sih?" Gerutuan pelan dari seorang gadis berambut perak panjang terdengar. Kedua tangan ia lipat di bawah dada, ekspresi mukanya tak menunjukkan keramahan barang sedikitpun.

"Bosan." Dimaria, gadis berambut pirang yang berdiri tepat di sebelah Sorano, gadis berambut perak yang menggerutu di awal, menyahut dengan singkat. Ia menatap tak minat beberapa teman sekelasnya yang sedang mendorong sebuah keranjang berisi banyak bola basket.

"Ya mau bagaimana lagi?" Gadis lain menyahut, kulit tannya yang terlihat eksotis menambah kesan dewasa pada dirinya pun rambut putih panjang nan memikau. Briar, tersenyum tipis sembari menatap sosok gadis berambut biru bergelombang yang berdiri beberapa langkah di depannya. "Habis hujan melulu sih~ Mau tak mau kita harus olahraga di lapangan indoor."

"Ck, hujan ini menyebalkan sekali."

Tiba-tiba saja, bahunya menegang.

Cukup...

"Begitu suram."

Tangannya meremat baju olahraga yang ia kenakan.

Hentikan...

"Aku benci hujan."

Kepalanya menunduk dalam.

Jangan lanjutkan...

"Ugh—!"

Semua penghuni di tempat itu menatap pada satu titik ketika mendengar suara erangan yang begitu jelas. Yang ternyata adalah sosok gadis berambut biru tengah menutup mulutnya dengan sebelah tangan, seakan menahan sesuatu agar tidak keluar dari mulutnya. Wajahnya terlihat pucat pasi.

Bisik-bisik antar teman sekelas pun terdengar bagaikan irama menyesakkan.

"Juvia?" Jet, guru olahraga mendekati objek yang tengah menjadi pusat perhatian para muridnya, "kau sakit?"

"Ah—!" Juvia tersentak dan lekas menatap gurunya, "J-juvia merasa tidak enak badan. Bolehkah dia izin ke UKS?"

Jet mengangguk paham, "kau memang pucat. Jika memang tidak kuat, izin saja untuk pulang pada petugas piket nanti."

"Juvia mengerti." Badan mungilnya ia bungkukkan, membuat helaian rambut birunya jatuh ke masing-masing sisi tubuhnya. "Juvia izin pergi."

Setelahnya, Juvia bergegas pergi dari lapangan indoor dengan terburu, tak pamit pada teman-temannya— yang diyakini mendengar jelas pembicaraannya dengan Jet-sensei— pun tak menatap ekspresi bagaimana yang ditampilkan oleh teman sekelasnya.

Sorano, Dimaria, Briar tersenyum entah karena alasan apa.

"..." Juvia menatap pantulan wajahnya sendiri di cermin toilet sekolah. Ia tak langsung pergi ke UKS, namun menyempatkan diri untuk membasuh mukanya. Percakapan antara tiga temannya tadi kembali terngiang.

Memang, kata-kata yang terlontar dari mulut ketiga teman sekelasnya itu bukan ditujukan padanya, tetapi pada hujan yang terus saja turun. Tapi entah kenapa, ada denyut menyakitkan yang terasa pada dada ketika mendengar kata-kata tersebut.

Sequitur Pluviam [Fairy Tail! AU]Where stories live. Discover now