Si besar itu memutar tubuhnya. Menjatuhkan El di tempat tidur dan mengurung tubuh kecil itu.

"Aku harus jadi yang nomor satu," gumam Vano. Lalu, kembali melumat bibir kesayangannya itu.

"Ngh.. Vano.."

Tangan kiri El menangkup pipi Alvano. Membalas lumatan-lumatan tersebut. Menyalurkan rasa rindunya.

'Kryuuukk~'

Tapi, sekali lagi, dia lapar. El melepaskan tautan bibir mereka. Bibir Vano turun mengecupi rahang bawah dan lehernya. Sementara, kedua tangan si besar itu sudah masuk ke dalam kaos besar yang El pakai.

"Vano, aku laper!" rengek El sambil mendorong tubuh diatasnya itu. Dahinya mengerut dengan wajah menekuk.

Telapak tangan Vano mengusap wajah itu, "Biasa aja mukanya."

El langsung menepis dan menggerutu. Menyebalkan sekali. Ia pun segera beranjak dari ranjang, begitu Alvano beringsut menjauh untuk mencari bajunya yang entah ia lempar ke mana tadi malam.

El keluar dari kamar. Persediaan roti mereka habis. Jadi, El memutuskan untuk membuat smoothies sebagai sarapannya.

"Vano mau smoothies juga?" tanya El dengan suara yang sedikit keras. Ia mengambil blender. Lalu, mengambil bahan-bahan yang diperlukan.

"Mau!" balas si besar itu dari dalam kamar. Ia keluar sambil memakai kaosnya, dengan sebelah tangan yang menggenggam ponsel. Setelah itu, mendudukkan diri di kursi ruang makan dan membuka kunci ponselnya sembari menunggu El menyiapkan smoothies mereka.

Sebelah alis Vano naik saat melihat ada beberapa pesan masuk sejak semalam. Dari Chikal. Si pemuda bermulut asal ceplos itu, mengajaknya jogging bersama teman-teman yang lain. Ia pun membalas pesan tersebut.

'Sori, gue baru bangun.'

Nah, karena dia kesiangan, otomatis dia tidak bisa ikut bersama mereka. Vano melirik El yang tengah asik memblender sarapan mereka, dengan tubuh yang membelakanginya. Tubuh kecil itu dibalut oleh kaos kebesaran berwarna abu-abu milik Alvano. Menutupi hingga setengah paha, dan menyembunyikan celana pendek yang ia pakai.

Tatapan Vano turun ke kaki putih itu. Paha berisinya yang padat, dan enak untuk diremas membuat pikiran Vano melayang ke kegiatan panas mereka.

Ponselnya bergetar, membuat lamunannya buyar. Chikal membalas pesannya.

'Kami juga kesiangan wkwk.'

'Jadi, mutusin buat ntar sore aja.'

'Ikut ga?'

Jogging, hm. Jujur saja, Vano sendiri lupa kapan terakhir kali dia lari. Sepertinya sudah lama sekali, hingga dia sendiri tidak ingat.

Suara ribut dari blender, menghilang. El mengambil dua gelas berukuran besar untuk mereka berdua, dan meletakkannya di dekat blender.

Vano meletakkan ponselnya di atas meja makan, dan beranjak menuju El. Blender itu isinya lumayan penuh. El akan kesusahan untuk mengangkatnya dengan satu tangan. Jadi, ia mendekati si mungil itu dan mengambil alih pekerjaan menuang smoothies ke gelas tersebut.

El tersenyum. Mengusap lengan Vano pelan, dan berjinjit untuk mengecup pipinya. Berterima kasih. Lalu, berbalik dan mendudukkan diri di kursi ruang makan. Ponsel Vano yang berada di atas meja, ia ambil. Lalu, mengerjap saat melihat percakapan yang ada di sana.

"Jogging?"

Vano sontak menoleh. El menatapnya dengan kedua mata yang berbinar. Semenjak pindah ke apartemen, kegiatan lari paginya belum dilanjut sama sekali. Belum sempat karena dia sibuk.

Happiness [SELESAI] ✔حيث تعيش القصص. اكتشف الآن