• 10 •

42K 5.6K 490
                                    

Dia hanya berdiri diam di sana. Membiarkan wanita itu, memakaikannya baju terusan yang cantik. Rambut sepunggungnya diikat dua dengan pita berwarna pink yang imut. Lalu, kedua pipinya ditangkup.

"Matamu adalah sumber daya tarik yang kau miliki. Gunakan itu baik-baik dalam menggoda pelanggan. Dan ingat, jangan pernah sekali-sekali, kau merengek pada mereka. Mengerti?!"

Ia menunduk. Menatap lantai dengan sendu. Lalu, rambutnya ditarik kuat oleh wanita tersebut hingga membuatnya mendongak. Sakit sekali rasanya.

"Mengerti tidak?!"

"Me-mengerti!"

"Tsk!" Rambutnya dilepas dari cengkraman itu, "merepotkan sekali!"

Dan dua kunciran rambutnya, kembali diperbaiki.

Terima kasih.

Dia jadi membenci matanya.

•••••

El terdiam. Tak tau mau berbuat apa. Pengen dorong, tapi kasihan. Peluk balik, tapi untuk apa? Mereka hanya orang asing yang kebetulan bertemu.

Jadi, kedua tangan El yang sedari tadi masih diudara, perlahan-lahan turun ke sisi tubuhnya.

Lalu, karena melihat tidak ada tanda-tanda bahwa Vano akan melepaskan pelukannya, El berdehem pelan, "baju gue basah," gumamnya.

Alvano tersentak, dan melepaskan pelukannya, "ah, sori."

Manik biru yang sendu itu, menatapnya dalam. Membuat Vano mengalihkan tatapannya ke arah lain, dan menyisir rambutnya yang basah ke belakang.

"Masuk," ujar El.

Vano mengangguk, "makasih," gumamnya, dan masuk ke dalam.

El langsung menutup pintu.

Alvano tak beranjak masuk lebih dalam. Dia tidak mau membuat lantai apartemen El basah karenanya. Ransel yang ia panggul, Vano lepaskan dan membukanya. Mengecek apakah isinya juga basah atau tidak.

"Diam di sini," ujar El. Alvano mengangguk mengerti. Pemuda pendek itu beranjak untuk mengambil handuk di kamar mandi.

"Nih," El menyodorkan handuk putih berbulu lembut miliknya ke Alvano. Si besar itu mengambilnya dan mengusap wajahnya.

"Pakaian lo basah. Kalo untuk baju, mungkin lo bisa pake punya gue."

"Hah? Punya lo?" Alvano kaget, tentu saja. Pake bajunya El? Hei! Tubuh Vano itu dua setengah kali lebih besar dari badannya. Mana cukup!

"Baju gue ada yang ukurannya double XL. Jadi, gede. Gue ambilin dulu."

Dia kembali beranjak dan masuk ke dalam kamar. Mencari sweater yang ukurannya paling besar. Lalu, menjatuhkan pilihan pada sweater abu-abu muda. Ia keluar. Melihat Poppy sudah duduk manis di depan Vano dengan ekor yang ke sana kemari.

"Kalo celana, gue ngga yakin bakal muat sama lo," ujar El sambil menyodorkan sweater itu.

Vano mengambilnya dengan bibir yang tersenyum, "iyalah, celana lo mungkin cuma muat sampe lutut gue aja," ujarnya, lalu tertawa.

El bingung. Kemana perginya ekspresi sedih tadi? Kenapa dia sudah bisa tertawa seperti ini?

"Ah, sebenernya gue bawa baju ganti. Tapi, keknya juga ikutan basah karena kena hujan," ujar Vano pelan sambil mengubek ranselnya, "tapi, celananya bisa dipake nih. Cuma basah dibagian ujung doang."

"Ya udah, ke kamar mandi sana," ujar El dan berjalan menuju sofa. Ia mendudukkan dirinya senyaman mungkin di sana.

"Eh? Nanti lantai lo basah?"

Happiness [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang