J-14; Anugerah Terindah

2.7K 328 53
                                    

Setelah aku selesai mandi, Jack mengajak aku untuk melihat matahari terbenam di buritan kapal. Deck delapan, tepatnya di buritan kapal ini menjadi spot terbaik untuk melihat sunset atau hanya sekedar melepas penat di kafetaria kapal.

Ketika sang mentari mulai turun, pandangan mataku langsung aku layangkan ke arah barat. Ke titik dimana si kuning telur raksasa terbenam.

"Menakjubkan."

Hanya itu yang keluar dari mulutku. Sang surya terlihat berbentuk bulat dengan pancaran sinar berwarna orange ke kuningan, dan langit disekelilingnya nampak berwarna jingga.

Pancaran sinar matahari itu terefleksi dari atas laut seolah membentuk suatu garis lurus. Tidak ada penghalang pagar pepohonan, tidak ada penghalang gunung-gunung yang menjulang, bahkan tidak ada penghalang gedung-gedung pencakar langit. Rasanya--kalau bisa--sang surya yang menakjubkan itu ingin aku genggam dan aku simpan.

"Bagiku ini lebih dari menakjubkan. Melihat turunnya sang mentari bersama dengan orang yang paling aku cintai."

Saat ini kami sedang berdiri di pojokan buritan, sambil saling berpelukan. Jack memelukku dari belakang, kedua tangannya melingkari perutku. Sedangkan kedua tanganku menggengam erat tangannya. Kepala Jack bertopang nyaman di atas kepalaku.

Karena ini bukan hari libur, dan juga bukan waktunya arus mudik ataupun arus balik. Jadi yang ada di kapal sebesar ini hanya beberapa ratus orang. Meski terlihat sepi, tetapi orang-orang yang berada di atas kapal ini masih tetap tidak bisa dihitung dengan jari.

"Aku punya sesuatu untuk kamu."

Mendengar itu, aku menoleh ke belakang menatap Jack.

"Apa?"

"Sebelum itu, kamu kembali menghadap ke arah laut dulu. Tutup mata kamu, dan jangan coba-coba untuk mengintip. Oke?"

Jack tersenyum hangat kearahku, aku menatapnya penuh dengan rasa penasaran. Setelah Jack mengangkat satu alisnya, aku mengangguk dan kembali menatap hamparan air laut yang seperti tidak ada ujungnya.

Tidak lama setelah aku menutup mataku, aku merasakan ada yang terpasang di telingaku. Dari rasanya, aku sudah tahu kalau yang terpasang di kedua telingaku ini adalah earphone.

"Aku bikin coveran ini terkhusus untuk kamu, Erika. Jangan coba-coba untuk membuka mata sampai lagu ini selesai. Oke?"

Aku mengangguk, mengiyakan perkataan Jack. Lalu setelah itu indra pendengaranku disapa oleh alunan tuts piano yang mengalun lembut. Aku hanya bisa tersenyum, dari intro-nya saja aku sudah tahu lagu apa yang akan aku dengarkan ini.

"Nice choice, Jackie."

Seketika aku merasakan hembusan nafas yang menyapa daun telingaku. Hembusan nafas Jack.

"Nikmati musik dan atmosfirnya."

Melihat tawamu

Mendengar senandungmu

Terlihat jelas di mataku

Warna-warna indahmu

Aku kembali tersenyum, lalu detik berikutnya aku merasakan bibir Jack yang menyapa pipi kiriku. Rasanya saat ini aku ingin membuka mataku, tetapi keinginan itu aku tahan. Aku ingin menikmati lagu juga atmosfir yang tercipta.

Menatap langkahmu

Meratapi kisah hidupmu

Jacqueline.Where stories live. Discover now