"Apa yang..."

Hyeri ikut menghentikan langkahnya dan menangkap arah pandangan Dahyun. "Apakah itu—" Dahyun langsung memacu langkahnya kemudian meraih satu bahu wanita tersebut, membuat sosok tersebut berbalik. Wajahnya terkejut bukan main.

"Kau ingat kami?"

Wanita tersebut mengeryit dalam. Mobil yang baru mengantarkannya masih di sini, membuat wanita itu meneguk ludah. Ada suara dari dalam sana yang terdengar berat, membuat si wanita cepat menyingkirkan tangan Dahyun. "Si—siapa kau..."

"Oh, ya, sudah kuduga," sahut Dahyun. Gadis tersebut langsung beralih ke arah mobil hitam di sisinya. "Tuan, asal kau tahu, wanita ini akan segera berselingkuh setelah kau melarat. Catat ucapanku." Setelahnya, Dahyun cepat berlalu dari tempat tersebut diikuti Hyeri yang memasang tatapan sendunya.

"Ibu tidak berubah."

Dahyun tetap berjalan seraya menyeka air matanya yang bergulir pelan. "Ayo cari ramen, aku sangat lapar." Hyeri pun mengerucutkan bibirnya dan menyamai langkah kakaknya.

Life is not a fairytale; it's more like a tragedy one for me.

-

-

INTRO 2

What do you want the most in this life? Wealth? Health? Happy family? Bright happiness? Dahyun memainkan sumpitnya dengan wajah menunduk. Mengapa semua tempat jadi memasang tulisan khas tumblr seperti ini? Apakah ini trend baru? Untuk membuatnya jadi pusing dan gemas di tempat?

Is it a life that you want?

Dahyun meringis pelan. Di mangkuknya hanya tersisa kuah ramen dan tidak terhitung lagi berapa sering Hyeri sudah menawarinya mangkuk ramen lain, tapi Dahyun tetap termangu. What do you want in this life?

"Hei! Aku mengajakmu bukan untuk berkeluh kesah, hish," gerutu gadis tersebut kemudian menyantap ramennya lebih gesit. Ada beberapa hal yang Hyeri tidak mengerti dari kakaknya; tapi terlepas dari apapun itu, sikap Dahyun memang yang paling sulit ditebak. Hyeri mengigit beberapa potong daging asap kemudian memandang lurus wajah Dahyun yang lusuh. "Kau masih kesal dengan Ibu?"

"Kau sungguh-sungguh? Jangan bicara soal itu."

"Hmm, baiklah, jadi ada yang meledekmu lagi?"

"Huh?" Dahyun cepat menaruh sumpitnya. "Tidak. Tidak ada."

Hyeri mencebik. "Kau buruk dalam berbohong. Kau tahu apa? Semua makian atau hinaan mereka sebenarnya cukup berguna. Aku jadi tetap bangun di pagi hari kemudian pergi bekerja. Enyahlah untuk semua yang mengatakan aku ini lemah. Lagipula, seburuk apapun nasib kita, hari ini kita masih bernapas dan makan. Benar?" Ia menyantap kembali ramennya dengan semangat.

Dahyun mengangguk samar. Benar.

"Intinya, jangan terlalu khawatir. Semuanya akan berjalan sebagaimana mestinya." Sementara Hyeri sibuk dengan makanannya, Dahyun mulai memandang sekeliling. Biasanya dia akan datang dengan perut lapar atau perasaan kalut karena kesal di tempat kerjanya yang punya menu mahal namun tidak becus memberi makanan pada krunya. Sesekali mereka memakan daging panggang dan semacamnya, tapi itu bisa dihitung jari. Sesekali mereka berkumpul untuk minum soju tapi selebihnya, ada setumpuk jadwal untuk mengurusi pelanggan.

"Bagaimana kalau aku tidak mau kerja lagi?" cetus Dahyun kemudian menyeruput minumannya. "Aku ingin pensiun."

"Ya! Apakah kau gila?!"

Dahyun mendelik tajam. "Kau berani berteriak kepadaku sekarang?" pekiknya keras. "Aku hanya lelah. Aku pikir, aku pikir beberapa orang tidak perlu bekerja tapi mereka hidup bahagia. Beberapa orang harus bekerja mati-matian tapi tidak pernah hidup dengan cukup. Lalu bagaimana aku seharusnya hidup?"

"Kau mulai lagi, hish. Aku tidak pernah bertemu orang yang seputus asa dirimu. Jangan terlalu dipikirkan, mengerti? Kalau Ayah muncul—"

"Ini bukan masalah dia," tukasnya cepat. "Aku hanya lelah saja. Menjadi Dahyun yang seperti ini. Mungkin aku harus mencari pacar kaya." Hyeri sontak melebarkan matanya. "Dan aku akan berlimpahan dengan harta."

"Wah, kau terdengar seperti ibu."

"Wah! Kau berani menyumpahiku!"

Hyeri merenggut kasar kemudian mendorong mangkuknya. "Aku jadi tidak berselera." Beberapa hari ini memang tidak ada yang membuat mereka dapat bertengkar tapi sepertinya alasan untuk bertengkar itu tidak perlu dicari. Segalanya bisa diperdebatkan jika berhadapan dengan Dahyun. "Cari kerja yang lain saja. Kau kan masih muda. Aku jamin, beberapa perusahaan mau menerimamu jika kau lebih niat."

"Mungkin."

"Aku akan membantu jika itu yang kau butuhkan," sahutnya. Hyeri pun bangkit untuk meminta minuman lain untuk mereka sementara Dahyun mulai mencebikkan bibirnya perlahan. Jika aku lebih niat? Dahyun ingin tertawa dalam hati; memang apa yang perlu ia lakukan? Mr. Park sudah menegaskan bahwa lulusan seperti Dahyun hanya akan bertahan menjadi pelayan. Membayangkan Dahyun menjadi pelayan seumur hidup, sudah membuatnya lemas di tempat.

Ambilkan pesanan sekarang!

Kau harus membersihkan mejanya!

Dahyun, bekerjalah dengan benar!

"Ah, aku ingin menyumpal mulutnya dengan kain pel," gumam gadis tersebut di tempatnya. Hyeri kembali terduduk dan menyodorkan segelas jus jeruk ke hadapan Dahyun yang sudah kembali mendung tersebut.

-

-

"Jaga dirimu baik-baik. Jangan sering berkeliaran sehabis bekerja, kau pasti lelah." Dahyun melebarkan tangannya lantas mendekap tubuh Hyeri sesampainya mereka di luar kedai ramen tersebut. Tidak biasanya memang mereka jadi seakrab ini, tapi bagaimana tidak? Hyeri, bagaimana pun, sudah membuatnya malamnya menjadi lebih bersinar sekarang. Dahyun pun menghela napas kemudian menarik tubuhnya. Sebuah senyumannya mulai terbit. "Aku akan gantikan uangmu dengan cepat."

"Ah, jangan pikirkan itu. Jaga dirimu baik-baik. Kau tahu kan? Aku selalu khawatir kalau kau tidak makan dengan benar apalagi suara perutmu itu mengerikan."

Dahyun terkekeh. "Terimakasih."

"Tidurlah dengan nyenyak." Hyeri pun mulai menarik dirinya dan melambai pelan. Mereka berpisah di halte tersebut karena bus yang Hyeri akan tumpangi sudah datang. Hyeri masuk ke dalam bus, masih melambai kepada kakaknya.

"Hati-hati!"

"Baik!"

Setelah bus tersebut melaju menjauh dari pandangan Dahyun, gadis tersebut mulai memijat bahunya pelan. Sebenarnya malam ini ia hampir terancam tidak makan karena uang sakunya semakin menipis namun siapa yang tahu anugerah apa yang datang, bukan? Hyeri memang penyelamat! Setelah merasa kenyang, mungkin dia akan tidur dengan baik.

"Ibu selalu peduli dengan Hyung! Ibu selalu membelikanku Hyung makanan sementara Ibu tidak pernah memberikanku! Ibu juga memberikan Hyung mainan yang bagus! Ibu tidak sayang kepadaku! Aku benci!"

Dahyun menghentikan langkahnya. Ia mendongak ketika mendapati satu anak lelaki berbaju garis-garis tengah meraung-raung dengan suara tangis yang memuncak. Di hadapan anak tersebut terdapat satu anak lelaki yang mengenakan sweater abu sementara dua lain adalah orang dewasa, satu mungkin Sang Ibu sementara satu lagi mungkin Sang Ayah.

"Ibu tidak sayang kepadaku! Ibu sayang dengan Hyung saja!"

Akhirnya bocah tersebut berlari begitu saja, menabrak Dahyun yang masih mematung di trotoar. Dahyun hendak membungkuk untuk membantu bocah tersebut bangun. Namun kalah cepat, karena bocah tersebut sudah bangkit dan menghempaskan uluran tangan Dahyun. Mata bulatnya memerah dengan bibir mengerucut sebal. "Hei, Ahjumma! Lihatlah jalanmu! Kau membuatku jatuh!" pekiknya lantas kembali berlari melewati Dahyun yang masih termangu di tempat.

Sang Ibu melewati Dahyun dengan tatapan menunduk, begitu pun Sang Ayah dan kakak dari bocah tersebut. "Maaf," katanya lemah kemudian membungkuk perlahan. Tidak lama, ia pun mengejar anak laki-laki tersebut di sepanjang trotoar yang cukup sepi. Dahyun mulai memutar kepalanya secara perlahan.

[]

the lost boy | yeonjun ✔ [Sudah Diterbitkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang