Bab 3

49 12 4
                                    

Waktu berjalan dengan cepat. Berjalan begitu saja. Benar-benar tak bisa dielakkan kecepatan waktu ini. Semua berjalan dengan apa adanya. Dan semua terlihat baik-baik saja.

Sudah enam bulan berlalu setelah kejadian itu terjadi pada keluarga kecil ini. Hafidz sekarang sudah riang seperti biasa. Dan Ummi sudah terlihat melupakan kejadian waktu itu, walaupun nyatanya belum. Dan Ummi berhasil menutupinya rapat-rapat. Tidak diketahui oleh siapapun. Termasuk Abi.

Dan begitu pula dengan Abi. Abi sudah perlahan-lahan sedikit menerima kejadian itu. Walaupun tetap tidak akan pernah terlupakan setiap potongan kejadian itu. Tetap berbaris rapi kenangan itu di memori Abi. Bahkan Abi masih bisa merasakan saat pertama kali menggendong Hafidz dari hutan. Dinginnya badan Hafidz. Semua bagai kilat, mengnyambar begitu cepat. Kejadian itu cepat sekali berlalu. Dan waktu benar-benar melakukan tugasnya dengan baik. Luka itu berangsunr-angsur cepat pulih dimakan oleh waktu.

"Baaaa... Iiiiii..."

Suara teriakan itu menyeruak di telinga Abi. Sekarang Hafidz sudah perlahan-perlahan bisa mengucapkan kata Abi dan Ummi walau tetap terdengar hanya teriakan tidak jelas saja. Tetapi, itu tetap suatu kemajuan bagi Abi dan Ummi. Tetap itu suatu hal yang sangat mengesankan anaknya akhirnya bisa memanggil Abi dan Ummi nya.

"Apa, Sayang?"

Dan Hafidz pun mengisyaratkan dengan tangannya dia ingin bermain ditemani dengan Abi.

Menyenangkan sekali melihat keceriaan itu di muka Hafidz. Tapi, luka yang ada pelipisnya tetap tidak akan hilang. Tetap akan terus mengingatkan Abi dengan kejadian itu. Masih terlihat sekali. Bekas itu sulit hilang, karena lukanya cukup dalam. Alhamdulillah, Hafidz sudah ceria seperti sedia kala.

Setelah keputusan yang amat berat. Akhirnya Hafidz dipindahkan ke Sekolah Luar Biasa. Keputusan tiu diambil oleh Abi langsung. Sudah dipikirkan matang-matang. Alasannya agar dia bisa melihat bahwasanya tidak hanya dia saja yang berbeda. Banyak di luar sana yang senasib seperti dia.

Sekarang semua sudah terlihat baik-baik saja. Walaupun tetap tidak tahu sebenarnya definisi baik-baik saja itu seperti apa?. Apakah keadaan seperti ini layak dikatakan "Baik-baik saja"?

***

Malam datang menjelang. Semua warga sudah berkumpul ke masjid. Mereka semua sholat berjama'ah di masjid. Sholat Isya telah dilaksanakan. Lepas sholat berjama'ah, Hafidz berlarian ke pojok masjid, tempat ia biasa membaca Al-Qur'an dan juga menghafalnya.

Hafidz baru berumur 10 tahun. Tetapi, hafalan nya sudah melebihi angka umurnya. Dia sudah hafal 15 juz. MaasyaaAllah. Memang anak Abi Burhan dan Ummi Nafisah ini pintar sekali. Dan dengan keunikannya itu dia menghafal dengan caranya sendiri.

"Q-o-.. A-p-l-aa-aal- wuu-wi-nuunn"

Qod Aflahal Mukminun.

Sungguh beruntunglah orang-orang mukmin.

Hafidz membacanya. Seketika terdiam. Tersenyum. Dia ingin sekali menjadi bagian dari orang-orang mukmin itu. Dan tanpa disadari oleh Hafidz, orang-orang yang disebelah dan di sekeliling masjid yang mendengar bacaan Hafidz seketika itu juga tersentuh. Menangis tertahan. Bahkan kekurangannya tidak menghalanginya untuk terus melafalkan Kalamullah. Untuk terus menghafal Al-Qur'an. Yang bahkan orang yang telah sempurna fisiknya badannya belum tentu bisa sesemangat itu.

***

Matahari telah terbit dari ufuk timur. Membawa harapan baru di setiap paginya. Semua sudah memulai kehidupannya masing-masing. Sibuk. Semuannya telah bergegas. Ada yang pergi bekerja sebagai nelayan. Ada yang menjadi Guru seperti Abi Burhan. Ada juga yang tetap memilih menjadi Ibu Rumah Tangga seperti Ummi Nafisah. Dan tidak lupa, ada anak-anak sekolah yang telah bergegas sejak pagi untuk berangkat sekolah.

Diam 1000 kataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang