Bab 2: Kehilangan Orang Tersayang ✓

1K 140 29
                                    

Pagi hari ini sangatlah dingin. Kamu tidak akan percaya jika aku berkata mulutku mengeluarkan asap seperti naga. Betapa banyaknya selimut yang aku pakai untuk menghangatkan tubuh. Namun, tetap saja terasa dingin, menusuk kulit-kulit tipis ini. Walaupun matahari sudah naik, hampir siang, aku tidak kunjung bangun. Tubuh ini terasa berat dan masih ingin berlama lagi di atas tempat tidur

Tiba-tiba aku teringat sesuatu ketika sekilas melihat kalender. Segera kuraih kalender yang berdiri di atas meja dan melihat tanggal hari ini. Hey, umurku bertambah satu tahun! Bahagia? Tentu saja.

Seketika rasa malas ini lenyap begitu saja. Aku beranjak bangun dan bersiap mengguyur badanku dengan air sejuk, tidak peduli lagi air masih dingin, karena aku tidak mau melewatkan sedetikpun dari hari ini.

Tak disangka, ketika sudah berada di bawah tangga, tidak ada penerangan sama sekali. Jendela belum dibuka semua tirainya. Ada apa? Mereka belum bangun? Tumben sekali. Apakah mereka lupa dengan hari ini?

Tanganku membuka satu per satu tudung saji di meja makan, hendak mencari makanan. Karena sepertinya perut ini sudah tidak bisa diajak berkompromi. Namun, di saat belum juga mendapatkan makanan, paman dan bibi datang sambil membawa kue ulangtahun.

"Selamat ulangtahun!"

Mata ini berbinar-binar melihat kue yang merupakan makanan favoritku sejak dulu. Aku menghampiri mereka berdua lalu meniup lilinnya. Paman dan bibi terlihat sangat bahagia, begitu juga aku. Tidak disangka, aku sudah menjadi remaja yang hendak dewasa. Aku sangat bersyukur mempunyai paman dan bibi yang berhasil membesarkan seorang anak laki-laki yang sangat menyusahkan ini.

"Waww!!!"

Ketika bibi membuka tirai jendela, barulah terlihat hiasan ruangan yang mungkin sudah mereka siapkan sejak awal. Aku tidak menyadarinya ketika turun, hiasan itu sudah tertempel rapi beserta tulisan-tulisan lainnya.

"Kemarilah!" Bibi meletakkan kuenya di atas meja dan menyuruhku duduk di depannya.

"Sudah waktunya kamu harus mandiri Rey. Kamu akan mengalami banyak hal setelah ini. Umurmu tidak lagi muda. Fase menjadi orang dewasa harus kamu lewati sebentar lagi. Bibi sangat memahami kelebihan kamu, sangat sangat paham betul bagaimana itu akan merubah hidupmu di masa dewasa nanti," ujar Bibi dengan lembut. Paman yang duduk di sebelahnya mengangguk mengiyakan.

Aku mengepalkan kedua tanganku. Memohon agar kebahagiaan akan terus berpihak serta berharap semuanya akan baik-baik saja. Aku tidak mau sesuatu yang buruk terjadi pada keluarga kecil ini. Aku tidak mau kehilangan mereka yang sudah menyayangiku dengan tulus.

"Terima kasih ... Paman, Bibi." Kami pun berpelukan dengan erat.

Setelahnya, Paman mengambil sesuatu di ruang tamu, lalu memberikannya padaku. "Ini adalah hadiah dari kami. Dan ini adalah peninggalan dari ayah dan ibumu."

"Apa ini?" Aku mengambilnya. Sungguh dibuat takjub ketika melihatnya secara langsung.

"Ini adalah kalung dan busur bulan milik ibumu," jawab Bibi, "dan juga light sword milik ayahmu."

Sepertinya aku tidak bisa menyembunyikan rasa ini. Ketika melihat barang peninggalan mereka, rasanya seakan bisa melihat mereka hadir di sini. Rasa rindu juga semakin besar, sangat besar sampai tidak terasa barang-barang ini mulai memudar.

"Kemana mereka pergi?" tanyaku, sedikit takut melihat mereka menghilang secara tiba-tiba.

Paman pun menjawab, "Mereka tidak menghilang. Mereka hanya tersimpan di dalam kalungmu. Ketika kamu membutuhkannya, mereka dengan senang hati akan keluar dengan sendirinya."

Aku pun menghembuskan nafas lega mendengarnya. Aku harus banyak belajar mengenai ini.

"Aku akan memasak makanan yang enak hari ini!" seru Bibi dengan semangat.

The Prince Of ElementsWhere stories live. Discover now