2. Alki

39 5 4
                                    

APPETIZER #2
A

LKI

Aimee mulai kesal.

Pertama, cuaca hari ini labil banget. Tadi siang, panasnya Allahuakbar. Sekarang sore jam setengah 4, langit udah mendung, gelap banget kayak gerhana. Kedua, karena Keano lamaaaaa banget ditungguin dari lima belas menit lalu. Padahal, Aimee itu tadi udah telat sepuluh menit lebih keluar kelasnya, karena guru pelajaran kimia ini emang agak rese, suka ngelebihin waktu belajar walaupun udah bel pulang. Hari ini sih masih mending cuma lebih sepuluh menit, waktu itu pernah sampe jam 4 lebih kelas Aimee baru dibolehin pulang.

Tadi itu Aimee udah lari-lari kecil ke parkiran, takutnya Keano nunggu lama, terus ntar dia diomelin sepanjang jalan. Padahal bukan salah Aimee juga kan ya. Eh, taunya pas udah nyampe parkiran, motor Keano masih ada di sana, tapi nggak ada pemiliknya. Alhasil jadilah Aimee sekarang nemplok nyender deket kursi semen di koridor depan parkiran. Mana hp Keano nggak bisa dihubungin, lagi.

Mata Aimee terus-terusan memandang ke arah pintu lobi, berharap sosok Keano segera muncul dari pintu itu. Tapi, alih-alih Keano yang datang, Aimee malah melihat penampakan Alki keluar dari pintu itu dan berjalan menuju parkiran. Jalannya sedikit menunduk, tangannya sibuk membetulkan jambulnya yang mungkin habis diacak-acak kesiswaan karena terlalu panjang.

Holy crap. Jangan ke sini, plis. Batin Aimee berbicara.

Aimee buru-buru mengeluarkan ponselnya, pura-pura sibuk. Sambil tetap berharap Alki nggak liat ada Aimee ngejogrok sendirian di situ. Ya bukannya gimana-gimana, masalahnya Aimee tengsin dong, dia lagi sendirian. Nggak ada teman-temannya atau Keano yang bisa mencairkan suasana canggung nanti. Mana pikirannya masih belum bebas dari kejadian tadi pagi, lagi.

“Aimee? Nungguin siapa?”

Syit.

Ya Allah, pahala atau dosa apa yang udah Aimee lakukan, sampe hari ini udah dua kali diberi kesempatan interaksi langsung sama Alki pas Aimee lagi sendiri?

“Keano.” Aimee harap suaranya tadi nggak kedengeran mencicit, karena sumpski deh jantung Aimee udah nggak bisa diajak kompromi lagi. Alki kalo diliat dari deket jam segini jauh lebih ganteng ternyata, rambutnya lebih acak-acakan dari tadi pagi, seragamnya udah kusut karena abis basket pas jam istirahat tadi, mukanya juga agak kuyu, capek+ngantuk kayaknya. Kasian sih sebenernya, tapi Aimee jadi gemes pengen mainin rambutnya, gimana dong?

“Keano ‘kan tadi lagi…” Alki memilih tidak melanjukan kalimatnya. “Kalau Keanonya masih lama, kita bareng aja.”

Butuh lima detik bagi Aimee untuk menguatkan hatinya ketika kepalanya menggeleng. “Gapapa, paling bentar lagi Keano beres.”

“Kayaknya sih, bakal lama. Tapi kalau mau nungguin aja ya udah, biar ditemenin.” Kata Alki sambil duduk di sebelah Aimee, berjarak kurang lebih dua jengkal.

Aimee udah mau gila aja kayaknya. Pikirannya jadi bingung. Harus berharap Keano cepet dateng atau dateng besok sekalian aja, ya? Siksaan harus duduk berdua sama Alki sampai Keano muncul itu terlalu indah buatnya.

Mereka berdua duduk bersebelahan dalam diam. Mata Alki memandang lurus ke parkiran motor, nggak tau deh apa yang menarik dari hamparan motor warna-warni berbagai jenis itu. Kalau Aimee? Tentu aja sibuk curi-curi lirik ke Alki di sampingnya, sambil hatinya istighfar takut kelepasan nyubit-nyubit pipi Alki.

PARADISEWhere stories live. Discover now