Pindah Hotel

161 10 6
                                    


Selasa, 5 April 2016


Jadi, setelah makan pagi kami langsung masuk ke lokal masing-masing untuk mengikuti post-test.

Semuanya sudah ramai dilokal. 

"Jangan isi jawaban yang benar ya, Karin.", Zayyan mengingatkanku.

Aku tertawa.

"Harusnya kamu bilang ke Fakhri...", kataku.

"Apa lah, kan pintaran mu lagi, kok aku jadinya.", Fakhri merengut kesal.

Kami tertawa.

Setelah post-test, aku lega. Kali ini aku menyelesaikan semuanya benar-benar dari diriku sendiri. Entahlah, nilaiku berapa, yang jelas aku senang. Lega.

Kalau sesuai jadwal, sih, katanya akan ada pembahasan posttest. Tapi, entahlah, sepertinya waktu tidak akan cukup untuk membahas posttest. Jadi, setelah istirahat shalat dhuha, kami bermain sepuasnya. Menikmati sisa-sisa waktu kami di Rasaki.

Kabarnya, sih, posttestnya sudah diperiksa, tapi harus melihat ke kamar dosen. 

Hmmm... biar aja, deh.

Aku lalu pergi bersama Husna ke kamar dosen dan melihat nilai-nilai tinggi.

"Nilai tertingginya Rangga Firmansyah, nilainya 13. Kamu sama Fakhri sama-sama sebelas, urutan ke-dua.", Pak Heru menjelaskan.

APA?!

Aku dan Fakhri, sama?!

Dan kami disalip Rangga?!

**


 Do it, now

You know who you are

You feel it in your heart

And you're burnin' with ambition

At first, wait, won't get it on a plate

You're gonna have to work for it harder and harder


**

Siangnya, kami kembali makan siang. Siang ini terlihat ruang makan sangat sesak dan padat. Untunglah, kami bisa mendapat satu meja penuh untuk kami semua. Awalnya, sih, kami sempat berpikir akan makan dikelas karena penuhnya. Syukur, deh, dapet. 

Ketika kami selesai makan, rombongan bang Nasheh baru saja masuk untuk mengantri.

Lagi-lagi aku punya ide gila.

"Kalian mau nyimpen foto bang Nasheh, nggak?", tanyaku pada anak-anak OSN.

"Iyaa! Gimana caranya, nanti dia ngerasa kita foto.", anak-anak lain yang sudah selesai makan beranjak dari kursinya dan pergi ke dekat kursiku. Memang, sih. Aku makan paling lelet. Mulai makan paling pertama, selesai paling terakhir, nasi nggak pernah habis. Komplit.

"Jadi kita pura-pura selfie, padahal sebenernya motoin dia. Gimana?", aku bertanya pendapat mereka.

Mereka langsung semangat.

Ica meremas-remas pipiku. "Duh, kenapa sih, anak ini, pintar banget?!",

"Oke... 1...2...3, cheesee!", kataku sambil bergaya di depan kamera dan menghadap tepat ke bang Nasheh.

Kami melihat hasil foto pertama. Gila. Ternyata bang Nasheh menatap tepat ke arah kamera kami dengan tatapan tidak menyenangkan.

"Ih, gimana nih, kayaknya dia marah?", kata Olla.

Cerita (Derita) Anak OSNWhere stories live. Discover now