Air Mati = Keberuntungan

179 9 3
                                    


"Karin! Kamu kenapa?!", Husna bertambah cemas.

"Oke-oke, tenang. Aku cerita tapi kamu tenang, ya?",

Husna mengangguk tak sabar.

"Jadi, sebenarnya... sebelum test pembagian lokal itu... aku jatoh di tangga semen. Jadi kasar gitu. Lututku sampai ujung jari kena semua, berdarah. Waktu itu darahnya netes-netes, banyak. Ini tanganku juga kena kiri kanan, kakiku juga kena kiri kanan. Aku ga mau nyucinya karena takut pedih. Aku jatuh sama Olla, Yohana dan Ica, kok. Jangan khawatir. Akhirnya mereka nangis karena kasian sama aku. Ya aku karena gak mau kamu nangis juga, makanya nggak aku kasih tau. Padahal kan, waktu itu kelas lagi rame dan seru-serunya.", aku mengangkat jempolku dan tersenyum lebar kepada Husna.

Husna hanya terdiam. "Harusnya kamu disini aja...",

"Makanya aku gak pernah shalat ke mushalla, Husna...", aku tertawa.

Husna mengangguk-angguk.

"Yaudah, jadi belajar gak, nih?",

"Ayo!", Husna tersenyum sambil menggenggam tanganku.


**


Hari ini, Senin, tanggal 4 April 2016 adalah hari terakhir kami belajar. Besok, kami akan check-out dari sini dan pindah hotel ke Rocky Plaza Hotel. Lombanya diadakan disana, jadi kami besok check-in, malamnya pembukaan. Doakan saja, ya?

Sejak tragedi dengan Bang Nana kemarin, setiap di ruang makan anak-anak Dharmasraya selalu begitu. Tidak pernah tidak. Dan yang malu itu siapa? Aku! Sejak saat itu, Bang Nana selalu melihatku dengan tatapan tajam tidak bersahabat. Huh, menyebalkan bukan?

Rutinitas kami ketika makan: ngantri, ambil nasi, cari kursi, dapet kursi yang selalu dekat anak IS, ngegunjingin anak IS, selesai makan, gangguin bang Nasheh, keluar.

"Aku masih kesel sama si Abrar, jijik banget liat gayanya.", Ica berkata.

"Kenapa? Gayanya... kayak orang kaya, kok. Kenapa jijik?", aku bertanya dengan wajah polos.

"Anak mamii, Karin! Aku pokoknya nggak suka. Bagusan Fakhri!", Olla bersikeras.

"Ih, Fakhri terus!", Husna mencolek Olla.

"Kayaknya si Karin beneran udah mulai bela-bela anak IS, deh.", Yohana berkata curiga.

Bela apanya... di dalam hatiku ini pengen banget liat muka anak-anak itu disiram air comberan.

"Nggak, ih! Aku kan memang dari lahir ditakdirkan untuk nggak pernah suka sama anak-anak IS ini! Nyebelin, tau, orangnya.", kataku panjang lebar.

"Tapi kamu deket lho, sama anak-anak IS.", Husna berkata penuh selidik.

"Enggak! Itu tuh cuma bahas soal doang, kali, Husnaa... ",

"Hmmmm...", Yohana memerhatikanku lekat-lekat.

"Ah, daripada berantemin anak-anak IS, mendingan gangguin bang Nasheh. Yok, Yohana!", Ica menarik Yohana keluar. Mereka bersembunyi sebentar, menunggu sebagian orang di ruang makan keluar. Lalu tiba-tiba berdiri di pintu sambil berteriak-teriak.

"Naanaaa~ Ayo dong~ Siniii!! Cepet lah makannya~", Yohana berkata.

Huh, kalau tujuannya bukan ke Bang Nasheh, mereka mana mau ngomong selembut itu sama aku! Kataku dalam hati sambil tertawa.

"Iya, ih, si Nana~ Lama bangeeet~~", Ica melanjutkan.

Bang Nasheh menatap tajam. Bukan ke Yohana dan Ica, tapi kearahku. Aku yakin, pasti kearahku. Tidak diragukan lagi.

Cerita (Derita) Anak OSNWhere stories live. Discover now