PERTAMA

14 1 0
                                    

Namanya Reina. Dia gadis desa yang pendiam dan manis. Tak heran jika tetangganya selalu membicarakan dia. Dia tak suka berbicara banyak. Bahkan ketika bu Romlah menyapa, dia hanya mengaggukan kepala saja. Bu Romlah adalah tetangga dia tepat sebelah rumah. Ibu rumah tangga yang selalu terlihat diteras rumah tanpa mengerjakan apapun itu selalu mengamati gerak gerik Reina. 

"Bimoooo... lo kemanain kaos gue!!" Omel Reina setiap adiknya memakai baju tanpa minta ijin terlebih dulu. 

Reina menuruni tangga menuju ruang tamu dibawah sambil terika memanggil Bimo. Namun Bimo tak kunjung menjawabnya. Kebiasaan Bimo yang suka memakai baju kakaknya itu selalu dia lakukan semenjak dia merasa tubuhnya sudah cukup sama dengan kakaknya. Meskipun jarak umur mereka terpaut 4 tahun, tubuh Reina dan Bimo hampir sama.

Pernah tahun lalu keluarga mereka datang di kondangan sepupu mereka. Tiba tiba ada teman nyokap mereka bilang kalau Reina itu adik Bimo. Semenjak itu Reina jadi gak suka kalau pergi bareng sama Bimo. Bukan karena dia malu. Ngapain juga maku toh Bimo itu ganteng banget. Tubuhnya kekar dan dia punya "sissspekkk".

Reina selalu kesal kalau Bimo memperlakukan kakaknya tidak sopan. Pernah mereka jalan bareng di mall. Ada mantannya Bimo yang lagi disana juga. Karena Bimo merasa kesal sama mantannya, eh si Bimo bilang ke mantannya kalo Reina itu pacar barunya. Terus mantannya bilang kalo Reina itu terlalu imut dijadiin pacar. Gimana gak kesel tuh Reina sama Bimo.

"Ada apa sih Rein? Pagi pagi sudah teriak. Kuping mama ini panas tau. Tiap pagi dengerin kamu ribut mulu!" Keluh mama Reina sembari meletakkan makanan di meja.

"Gimana Reina gak kesel kalo si curut selalu gangguin Reina ma. Si curut itu selalu minjem baju Reina tanpa bilang dulu. Reina kan mau pakea.." rengek kesal Reina kepada mamanya. 

"Sudahlan kan bajumu banyak. Tinggal pakai yang lain kan bisa. Ayo duduk, kita makan", sambil mengusap kepala Reina lembut.

Bu Santy tidak pernah kehabisan cara untuk menenangkan hati anaknya ketika mereka sedang ribut. Beliau merasa memiliki anak kembar. Tak jarang beliau memperlakukan Reina secara lembut seperti anak umur lima tahun. Padahal Reina sudah mau lulus kuliah.

"Oh ya Rein nanti mama ada jadwal operasi sampai malam. Tolong kamu temenin Bimo ke rumah Tante Heni ya sayang...", pinta mamanya sembari meletakkan nasi di piring Reina. 

"Ah gak mau ma. Kenapa sih harus dianter? biar Bimo berangkat sendiri. Emang aku ini sopir dia apa?", keluh Reina sambil menyendok nasi dan diarahkan ke mulutnya.

"Bener tuh ma! Kali ini aku setuju sama my honeyku.." kaget Bimo sambil menghentakan kedua tangan dipundak Reina. Nasi disendok yang akan dimakan Reina pun ambyar seketika.

Kejadian kecelakaan beberapa bulan lalu membuat Bimo tak mendapatkan ijin dari mamanya untuk membawa mobil sendiri. Jadi semenjak itu, Reina selalu mengantar kemanapun Bimo pergi. Bahkan mamanya menyuruh teman teman Bimo untuk menjemput dan mengantar anak nya pulang jika ada acara diluar. 

"Syit!! Lo bisa gak sih kalo kagetin orang liat liat dulu! Kalo gue tersedak terus gue mati lo mau tanggung jawab?!", teriak Reina kepada adiknya.

"Ya maap. Kan lo juga gak mati kan sekarang? Haha.. "?, ejek Bimo

"Dan satu lagi! Lo tuh gak usah manggil gue honey honey. Gue geli dengernya! Emang gue pacar lo! Gila ya lo! Kita tuh sedarah. Lo gak lagi gila beneran ka?", pertegas Reina dengan nada semakin kesal dengan kelakuan adiknya.

"Gitu aja serius amat. Gue cuma kasian sama lo. Kan lo jomblo tuh. Daripada lo malu pas jalan sama temen lo, mending lo bawa gue kalo lagi nongki. Kan lo gak bakal malu. Haha.." ejek Bimo bersiap duduk.

"Eh temen gue juga tau lo adek gue. Gak cerdas banget si lo!" Kesal Reino mengarahkan wajahnya mengikuti Bimo.

"Sudah kalian jangan ribut. Cepat selesaikan sarapan kalian. Mama pusing denger kalian ribut mulu". Bu Santy selalu tidak kuat mendengar anak anaknya ribut. Meskipun sudah menjadi rutinitas, hal itu tidak membuat Bu Santy terbiasa dengan keributan mereka. Bagaimana tidak, seorang dokter yang seharian sudah dibuat pusing dengan masalah pasien, harus mengalami hal sama ketika dirumah. Harusnya rumah untuk beristirahat dengan tenang tetapi masih menjadi tempat keributan.

*****

"Curuttt. Cepet gak lo! Gue tinggal pergi nih kalo lo lama. Duh lelet banget sih kek cewek. Ya kalo cewek kan maklum dandan. Nah lo laki woy!!!" Teriak Reina sembari memanaskan mobil.

"Sabar napa. Lagi ribet nih. Bukain dong?", datang Bimo menenteng beberapa tas dan terlihat membawa gitar juga.

"Yaelah ngapain lo bawa gitar segala? Mau ngamen?", ejek Reina.

"Bukain! Jangan banyak ngomong!", timpal Bimo kesusahan membuka pintu mobil.

"Iya iya curut. Sabar napa..", jawab Reina bantu membukakan pintu mobil.

*****

Ting.. tong.. ting tong..

Bimo menekan bel yang ada di sebelah kanan pintu rumah itu. Tak lama kemudian, seorang wanita yang terlihat berumur 40 itu membuka pintu.

"Den Bimo. Silahkan masuk. Mas Kevin diatas den. Katanya suruh naik aja langsung", jawab ramah bi Ina.

"Iya bi makasih. Saya langsung naik ya bi", jawab Bimo menenteng bawaannya.

"Oh ya den Bimo mau minum apa? Biar bibi siapkan".

"Gak usa bi nanti aja", jawab Bimo

"Oh ya ini juga temannya den Kevin ya? Kok saya tidak pernah lihat. Cantiknya. Bukan pacar den Bimo kan?", tanya bi Ina

Reina hanya diam dan menunjukkan wajah kesalnya. Bagaimana bisa kalau dia dikira pacarnya Bimo. Memang Reina cantik dan sempurna untuk dijadikan pacar. Tapi pertanyaan bi Ina membuat dia tersinggung.

Bi Ina adalah asisten rumah tangga tante Heni. Tante Heni adalah rekan kerja Bu Santy. Sudah lama Bimo sering main kerumah Tente Heni. Semenjak Bu Santy dan Tante Heni satu tempat kerja, mereka sering ngumpul bersama. Bu Santy selalu membawa Bimo daripada Reina. Karena memang Reina tidak pernah suka untuk diajak pergi berkumpul.

Karena terlalu sering main kerumah, bi Ina sudah hafal dengan Bimo. Bahkan rumah tante Heni sudah menjadi rumah kedua Bimo.



POHON ABU ABUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang