"Abis survei ke sebelah, tadi ada kabel yang putus karena ada proyek pelebaran jalan."

Jam istirahat memang sudah tiba, Tsabita mencoba mengistirahatkan matanya yang lelah berada di depan komputer sejak berjam-jam lalu. Awan telah pergi dari kubikelnya. Katanya mau balik ke lapangan. Tsabita enggak peduli sih, toh perasaan Tsabita biasa aja. Tidak lebih dari rekan kerja.

"Lo nggak makan, Bit?" Tanya Angga.

"Makan, tapi bentar gue mual nih."

"Lo sakit, Bit? Muka lo pucet banget atau lo mau pesen apa? Gue mau keluar nih." Tawar Angga.

Tsabita menggelengkan kepala, tanda dia tidak membutuhkan sesuatu. Angga lebih memilih pamit untuk makan keluar. Perut Tsabita seperti di koyak-koyak. Dia berlari ke wastafel. Dia memuntahkan isi perutnya. Dia menautkan wajahnya ke cermin. Mukanya tampak pucat dan menahan kesakitan. Dia kembali duduk di balik kursi kubikelnya. Lalu meraih HP-nya, dia tau siapa yang bisa diandalkan di saat keadaanya seperti ini

To: Genta

Gen, entar lo jemput gue ya!! Gue dapet niih

Tsabita meletakkan HP nya kembali, setelah dia mengetikkan sesuatu. Genta adalah dewa bagi Tsabita. Dia selalu ada saat-saat Tsabita kesusahan. Dia selalu bisa untuk diandalkan. Saat sakit, Genta selalu ada disisi Tsabita. Apapun kondisinya.

From: Genta

Siap, lo sekalian mau pesen apa gitu?

***

Disinilah, Tsabita berada, di warung tenda pinggir jalan. Genta memenuhi permintaan Tsabita. Dia duduk berhadapan. Genta yang sibuk dengan HP nya. Tsabita yang sibuk mengamati orang-orang keluar masuk warung tenda. Dia menumpukan dagunya di kedua tangannya yang dilipat di depannya.

"Ta, lo nggak mau periksa lagi gitu?" Tanya genta disela-sela dia menyeruput teh hangatnya.

Genta selalu menyaksikan kesakitan Tsabita setiap bulannya. Dia juga yang selalu ada di samping Tsabita saat sakit. "Gue capek, Gen". Tsabita kembali diam. " Lo kan tau. Dokter selalu bilang ini cuma hormonal, nyatanya? Gue selalu kesakitan kayak gini" Jawabnya acuh. Dia menghela tanda tidak banyak yang bisa dilakukan.

"Ya, kan lo bisa ke dokter spesialis kandungan yang lainnya. Menurut gue sih, mending tau sejak awal"

"Gue nggak siap buat denger apa kata dokter yang akhirnya bikin gue down, lo kan tau gue paling takut sama yang namanya medis. Lagian nggak papa juga, tiap bulan gue juga emang gini kan?"

Saat Genta ingin mengomentari lagi, nasi goreng pesanan mereka menginterupsi pembicaraan mereka.
"Yang ini nasi goreng udang yang ini kwetiaw seafood" Kata pedagangnya sambil meletakkan di meja mereka.

"Makannya dihabisin, biar entar malem bisa tidur nyenyak. Kan gue nggak ada di samping lo. Nanti lo repot kalo mau nyari makan" Canda Genta sambil mengusap puncak kepala Tsabita.

Tsabita melahap nasi goreng kesukaannya dalam diam. Dia menikmatinya. Karena dari siang tadi perutnya kosong. Tidak terisi nasi, sebutirpun tidak ada yang tercerna. Dia memuntahkannya hingga tenaganya terkuras habis. Untungnya Tsabita bisa menyelesaikan pekerjaannya. Walaupun sisanya akan dikejar besok pagi.

Satu jam berlalu. Mereka telah berada di dalam mobil Genta. Perjalanan mereka diiringi oleh lagu milik Coldplay- Fix You. Biasanya, Tsabita ikut bersenandung. Tetapi beda dengan sekarang. Di saat perutnya kenyang, pikirannya dipenuhi banyak pikiran. Dia memilih diam, begitupun Genta. Dia hanya fokus pada jalanan yang mereka lewati. Sesekali Genta mencuri pandang ke arah Tsabita.

Genta ingin merengkuh Tsabita. Jika dengan memberinya pelukan bisa menghilangkan sedikit bebannya pasti akan Genta lakukan. Genta selalu khawatir saat Tsabita berada di titik yang tidak bisa dia tau. Dia selalu ingin merangkulnya setiap saat. Tapi apalah arti semuanya, kalau itu tidak membuatnya merasa lebih baik.

"Ta, dah sampe nih. Gue anterin ke atas ya?" Pertanyaan Genta tidak membutuhkan jawaban. Karena apapun jawaban Tsabita untuk menolak tetap saja Genta mengantarnya sampai depan pintu apartemen. Memastikan teman yang satu ini selamat sampai tujuan. Genta membuka pintu mobil sebelah kanan lalu membukakan pintu untuk Tsabita.

Mereka berjalan menuju lift. Sesekali Genta merangkul bahu Tsabita. Tidak ada canda ataupun tawa seperti biasanya. Tsabita adalah orang yang periang. Tetapi dia akan berubah seratus selatan puluh derajat ketika sakitnya menyerang. Dia akan menjadi perempuan diam sepanjang hari. Hingga mood-nya kembali normal.

Mereka sampai di depan pintu apartemen Tsabita. Tsabita membukanya. "Makasih ya, udah jemput gue, ngajakin gue makan, nganterin gue dan mastiin gue selamat sampe sini" Kata Tsabita.

Genta membentuk garis bibirnya setipis mungkin. Kedua lesung pipinya terasa begitu nyata. "Sante aja kali Ta, kayak sama siapa? Udah sering juga, kan?" Gurau Genta. Dia selalu heran. Mengapa temannya yang satu ini selalu mengucap terimakasih setiap dia mendapatkan jasa dari Genta. Padahal bagi Genta, menolong Tsabita adalah kebahagiaannya. Dia selalu suka direpotin Tsabita. Karena bagaimanapun teman adalah dia yang mau merepot ataupun direpotin.

Tsabita masih berdiri di ambang pintu dengan Genta di depannya. Kedua tangan Genta dimasukkan ke dalam saku celananya.

"Gen, sekali lagi makasih ya. Gue nggak tau deh kalo nggak ada lo. Sebenernya sih, bisa aja gue mesen ojol tapi ngirit ongkoslah" Katanya dengan mimik yang dibuat-buat melas.

Genta hanya tertawa lalu mengacak rambutnya. Tangan kanannya mencubit hidung Tsabita. "Mancung banget sih, pengen gue pesekkin"

"Gue tau, idung lo emang mancung. Tapi nggak gitu juga. Ini mancung kok, mancungnya indent ke dalem" Jawab Tsabita.

Mereka tertawa puas. Menertawakan kekurangan mereka. "Yaudah Ta, lo masuk deh udah malem.Jangan lupa dikunci. Gue balik dulu ya" Genta menyibakkan lengan kemejanya. Ternyata sudah jam sembilan malam. Tsabita menutup pintunya. Setelah pintu tertutup Genta melangkahkan menuju lift.

***

Masih amatir banget, jadi harap maklum ya. Stay enjoy😙😙😙😙

When: Is There Something Wrong With Us?Where stories live. Discover now