[22] Dimana kau?

Mulai dari awal
                                    

Sekilas, mereka tampak baik-baik saja tanpa Taehyung.

Sekilas, mereka tidak peduli dan menyerahkan semuanya pada anak buah Bang PD.

Nyatanya.

Dalam diam, Yoongi masih mengirim pesan pada teman-teman akrabnya di Daegu. Ia sudah memantau sejak hilangnya Taehyung dua minggu yang lalu.

Dalam diam, Seokjin menghubungi tangan kanan ayahnya dulu—yang tinggal di Daegu—memerintahkannya untuk mencari Taehyung hingga daerah terpelosok sekali pun.

Dalam diamnya, Hoseok sedang melihat video-video fanmade di Youtube yang memuat tentang Taehyung. Entah itu tentang sifat 4Dnya, moment tawanya, moment tangisnya, sampai moment cute yang disatukan begitu rapih dalam bentuk video. Jujur, Hoseok sangat merindukan sahabat adiknya itu.

Nyatanya.

Mereka semua tidak baik-baik saja jika ditinggalkan oleh satu member sekalipun.

Mereka masih peduli, bahkan sangat peduli sampai-sampai tak bosan menggali informasi dari berbagai sumber.

30 menit berlalu dalam hening. Mereka mulai bersiap untuk ke mobil yang mengantarkan ke dorm, bukan dorm di gedung BigHit lantai 5, melainkan dorm mereka yang sebenarnya. Selama perjalanan, hanya Namjoon—yang duduk di sebelah kemudi, yang dikendalikan managernya—memilih untuk tetap terjaga. Matanya menatap jalanan depan yang lenggang karena langit mulai meneteskan ribuan air. Pikirannya jadi melayang pada Taehyung, lagi-lagi.

"Bagaimana hyeong? Apa sudah mendapatkan sedikit petunjuk?" suaranya menggema pelan, takut membangunkan tidur yang lain.

Sejin—managernya—menghela napas. "Tidak. Aku bahkan ragu apakah anak itu benar di Daegu."

Kini giliran Namjoon menghela napas.

"Kau tenang saja, Namjoon-ah. Jangan meragukan Bang PD-nim."

"Baik, hyeongnim." Namjoon mengalihkan pandangannya ke jendela samping, menatap tetesan air hujan yang menerpa jendela dengan helaan napas, sekali lagi. Sesak yang dirasakannya tak kunjung hilang.

Kim Taehyung, di mana kau?

.

Lelaki itu menggeliat, meraih selimutnya yang tak kunjung didapat. Dengan mata yang begitu berat, ia duduk sebentar, melihat selimutnya sendiri jatuh ke permadani, kemudian ia mengambilnya dengan cepat. Ia baru akan kembali berbaring dan menenggelamkan diri dalam selimut, tapi terhenti saat melihat pintu balkonnya terbuka. Ia memperhatikan baik-baik ranjang di seberangnya, tidak ada siapapun di sana.

Seokjin mengusap matanya sembari berjalan menuju balkon, dan benar, kamar satu kamarnya itu tengah duduk sendirian, memandang langit, di tangannya menggenggam sebuah handphone.

"Seharusnya kau istirahat," ucap Seokjin pelan, membuat lelaki itu menoleh dengan tenang.

"Aku baru saja menelepon temanku, hyeong,"

"Teman? Siapa?"

"Teman undergroundku di Daegu."

Seokjin menguap, kemudian memilih duduk di lantai sebelah single sofa yang memuat Yoongi. "Bagaimana? Apakah ada informasi baru?"

"Justru itu yang membuatku tak bisa tertidur." Yoongi mengusap wajahnya. "Mereka sudah menemukan rumah Taehyung."

Seokjin merasakan sengatan kecil yang membuatnya hendak tertawa bahagia, tapi bungkam setelah Yoongi melanjutkan ucapannya.

"Dia tidak di sana. Pun ayahnya."

"Bagaimana bisa? Apa temanmu yakin itu rumah Kim Taehyung, member Bangtan?"

"Aku yakin."

"Apa yang membuatmu sangat yakin? Bahkan Bang PD belum mendapat informasi mengenai rumahnya."

"Tidak ada yang menduga jika itu rumah Kim Taehyung dari Bangtan, hyeong, karena..." Yoongi membuka kunci handphonenya, kemudian menunjukkan sebuah foto yang dikirim temannya. "Lihat. Rumahnya kecil. Di sebelah kanan dan kirinya tidak ada tetangga. Di belakang rumah ini ada pabrik—yang diduga adalah tempat ayahnya bekerja dulu. Temanku memeriksanya, hyeong. Dia nekad masuk melalui jendela samping yang kebetulan tak terkunci, hanya ditutup begitu saja. Dia menemukan ini," Yoongi kembali menggeser layarnya, ke foto berikutnya, "ini foto keluarga yang digantung di ruang tamu, dan anak kecil ini, itu Taehyung, kan?"

Kedua mata Seokjin menyipit, memastikan lebih jelas pada sebuah foto keluarga yang dikirim oleh teman Yoongi. Ada empat orang di situ, ada pria yang diduga adalah sang ayah, seorang gadis yang tersenyum—mirip sekali Taehyung—dan wanita yang menggendong anak kecil. Jantungnya seolah terpukul oleh godam setelah benar-benar mengenali anak kecil itu sebagai Taehyung.

"Benar, kan? Itu Taehyung?"

"Yoongi-ya, l-lalu... lalu apakah temanmu... tidak menemukan siapapun di rumah itu?"

"Tidak ada, hyeong. Rumah itu seperti sengaja ditinggalkan. Temanku juga bilang, ada pecahan kaca di salah satu kamar yang ia masuki. Rumahnya benar-benar kecil, dapurnya dipenuhi sampah soju dan ramen. Siapa yang menyangka jika teman kita—sahabat, ah tidak, saudara kita, hyeong! Tinggal di tempat sekumuh ini?"

Seokjin tak dapat berkata apa-apa, sedangkan Yoongi menggigit bibir dalamnya. Ada perasaan tak nyaman yang menggerogoti hatinya.

"Aku ingin berhenti, hyeong," Yoongi berbisik, matanya sudah berkaca. "Aku ingin berhenti dari Bangtan."

"Yoongi, jangan mengatakan itu!"

"Bangtan itu tujuh!" Yoongi berteriak, membuat suara seraknya itu menggema di tengah malam yang hening. Ia bahkan sudah berdiri. "Bangtan itu tujuh! Selamanya akan tujuh! Aku sudah pernah mengatakan, jika salah satu dari kita pergi, lebih baik kita bubar!"

"Dan tidak memikirkan bagaimana perasaan jutaan fans yang menanti kita, hah?" Seokjin ikut berdiri, mengikis jarak dengan Yoongi sampai wajah mereka bertemu dalam jarak pandang dekat. "Coba pikirkan perasaan mereka! Kita itu bukan siapa-siapa tanpa mereka! Apakah hanya karena kita tenggelam dalam masalah yang belum pasti seperti ini, kau dengan mudahnya menyerah?! Bang PD belum mengklarifikasi keberadaan Taehyung! Dan dia masih Bangtan!"

Yoongi mengatur napas, kemudian memejamkan mata, membuat setetes air jatuh dari manik kelam itu. "Aku hanya... a-aku... aku takut, hyeong. Aku takut kita tak akan bisa kembali seperti dulu. Aku takut usahaku, usaha kita, semua yang kita bangun bersama, seluruh fans, semuanya hilang sekejap—aku takut itu terjadi. Aku tidak mau jika itu semua seperti fatamorgana semata!"

Seokjin menurunkan tubuhnya, berjongkok di depan Yoongi yang sudah kembali duduk dan mulai terisak. "Hyeong juga takut. Namun, kau harus percaya pada Bang PD... kau harus percaya pada fans, mereka tidak akan meninggalkan kita. Kau harus percaya bahwa mereka juga sedang berusaha mencari Taehyung. Kau tidak sendirian, kita semua tidak akan pernah sendirian."

Pelan-pelan, laki-laki bermarga Min itu jatuh dalam pelukan Seokjin. Menangis seolah mengadu kepada kakaknya, menangis layaknya Jungkook si bungsu, dan menangis layaknya si bungsu dari keluarganya.

Sisi lain dibalik dinginnya kepribadian seorang Min Yoongi.

.

.

.

.

.

tbc

FATAMORGANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang