[19] Kecewa

2.4K 345 35
                                    


Biasanya, kita menghantarkan doa sebelum tidur. Biasanya, kita menghantarkan harapan sebelum tidur. Semoga, esok pagi dapat terbangun dengan kabar gembira, dengan harapan-harapan tak terduga yang dinanti, yang pastinya berharap hari esok akan lebih baik dibanding hari ini. Terus seperti itu.

Namun, harapan itu agaknya tak sejalan akhir-akhir ini.

Sampai hari ini, menjelang hari kedua setelah video itu tersebar, mereka masih betah bersembunyi di dorm lantai 5. Sedikitpun tak mengalami kemajuan, malah masalah semakin dibuat runyam oleh haters dan netizen yang tak menghendaki popularitas mereka tinggi. Belum lagi, satu member mereka di luar sana tak mengirim kabar apapun.

Rasanya, Namjoon benar-benar gagal mempertahankan grup ini. Ia merasa frustasi, walau tak ditunjukkannya langsung pada yang lain, cenderung memikirkannya saat malam, membuat beberapa coretan kertas guna mencari inspirasi, bahkan ia masih saja memikirkan lagu untuk grup mereka ke depannya.

Tok tok.

Pintu diketuk, membuat Namjoon tergerak dari duduknya. Dilihatnya Jimin, menatapnya sendu, binar bahagianya menjadi redup kala sahabat terbaiknya belum menunjukkan kabar apapun. Namjoon tahu sekali kedekatan Jimin dan Taehyung sudah selayaknya saudara kembar. Jimin lebih patut menjadi kakak bagi Taehyung karena sifatnya yang lembut dan baik, sedangkan Taehyung lebih patut menjadi adik yang menyemangati dan menghibur kakaknya.

"Sarapannya sudah siap, hyeong," ucapnya lirih sebelum menghilang dari balik pintu.

Namjoon bergerak pelan, berdiri dan mempersiapkan diri dulu. Ia berkaca, tak mau terlihat begitu kacau. Ingat, sebab ia leader, bagaimana jika ia kacau, apa yang terjadi dengan membernya?

"Pagi, Namjoon-ah," Seokjin menyapa begitu ia keluar kamar dan menghampiri di meja makan. Namjoon hanya membalasnya dengan senyum sebaik yang ia bisa. Ia melihat satu-per-satu membernya, tampak sekali raut mendung menggantung, bahkan kedua mata Jungkook terlihat sembab.

"Jimin, letakkan handphonemu. Kita sedang sarapan." Suara Hoseok menggema di tengah keheningan sarapan pagi ini. Jimin seolah tak mendengarkan, membuat Hoseok merebut paksa handphone itu. Ia dapat melihat Jimin sedang membuka laman twitter tentang video Taehyung, dan banyak komentar negative di sana. "Berhenti melihat yang seperti ini."

Jimin menghela napas, "aku hanya mencoba membaca komentar fans, jika saja ada yang melihat Taehyung di sekitar—"

"Cukup, Jim. Taehyung bahkan tak memikirkan kita di sini. Jadi berhenti memikirkannya!"

"Hoseok!" Seokjin menengahi.

"Apa maksudmu, hyeong?! Jadi, kau pikir Taehyung meninggalkan kita?"

Hoseok tertawa hambar, "lalu pikirmu Taehyung sedang apa? Tidak memberi kita kabar sampai saat ini. Dia lebih pengecut dari kita."

"Jung Hoseok, Park Jimin, berhenti membicarakan yang tidak-tidak tentang Taehyung!" kali ini Namjoon terpancing, sedikit menggebrak meja hingga semuanya terdiam. Ia menghembuskan napas, mencoba menetralkan emosinya yang naik. "Bisakah... bisakah kalian tidak meributkan Taehyung? Aku tau kalian khawatir, aku juga. Tapi, percayalah, agensi akan menemukannya. Lebih baik kita berdoa."

Kemudian suasana kembali hening.

"Bagaimana dengan jadwal kita, Namjoon-ah?" Yoongi mengganti topik, walau sejujurnya ia adalah orang termalas membicarakan basa-basi, hanya membuang tenaga saja, pikirnya.

"Untuk sementara, kita hiatus. Tak memungkinkan kita tampil dengan formasi tidak lengkap."

Setelah sarapan, keenamnya kembali pada aktivitas masing-masing. Yoongi masuk ke kamar untuk tidur—sebab manusia satu itu benar-benar seperti burung hantu, terjaga di malam hari—kemudian Hoseok menutup telinganya dengan headphone, Jungkook menonton TV secara acak, dengan Seokjin di sebelahnya, Jimin di sana namun memainkan handphone, Namjoon? Dia izin ke studio untuk bekerja.

FATAMORGANAOnde histórias criam vida. Descubra agora