[14] Terungkap

2.7K 398 26
                                    



13 Januari 2016

Jika boleh jujur, Seokjin sangat muak dengan kebohongan yang ia jalani selama 2 minggu ini. Ia merasa frustasi, yang dilakukannya hanyalah berdiam diri di dorm, lalu saat berada di luar—entah itu menjadi penonton grupnya sendiri, atau makan malam bersama, Seokjin harus mengenakan gips di kaki kirinya, lengkap dengan kursi roda. Dibuat semirip mungkin dengan keadaan penderita aslinya.

Oh, ada yang lebih buruk dari itu.

Selang 5 hari setelah Ayahnya terjerat kasus, identitasnya pun terbongkar. Jadi, ia benar-benar ekstra dijaga layaknya orang lemah. Itulah mengapa management lebih memilihnya duduk tenang di kursi roda, dari pada harus menggunakan dua tongkat dan berjalan sendiri, sementara banyak media—fansnya sekalipun, berbondong-bondong menyerbu keberadaannya.

Seokjin ingin sekali cepat terbangun dari mimpi buruk. Harus berapa lama ia berakting seperti pengecut?

Tit!

Lamunannya buyar oleh bunyi khas tanda terbukanya pintu, dan benar, keenam temannya pulang dengan wajah lelah, sedangkan ia? Apa yang bisa dilakukannya selain memasak? Oke, Seokjin sudah mengklaim dirinya adalah pengecut.

"Kami pulang, hyeong," Namjoon menyapa lesu, segera pergi ke dapur guna membasahi kerongkongannya yang berdenyut tak enak.

Seokjin tersenyum—lebih tepatnya, berusaha untuk selalu tersenyum.

"Bukankah hari ini jadwal terakhir?"

"Iya. Tapi, lusa ada undangan ke MBC radio," Hoseok menyahut selagi melepas ikat pinggangnya.

"Radio? Itu artinya, kita hanya duduk, kan? Apa Bang PD membolehkanku ikut?"

Seharusnya, Seokjin tidak menanyakan itu. Ia tau, jawaban yang akan diterimanya hanya akan menggores luka baru lagi.

"Maaf, hyeong," Namjoon membalas pelan, ia benar-benar tak tega mengatakan itu. Lantas, ia pun beralasan guna menghindari pertanyaan lain yang akan diajukan Seokjin—sebab Namjoon tidak mau mengecewakannya lebih dalam, "Aku mandi dulu."

Menyisakan keheningan enam sisanya. Lalu Hoseok pamit ke kamar, begitu juga Yoongi yang hanya menghela napas dan pergi ke kamarnya sendiri. Tersisalah maknae line, tiga lelaki yang biasanya meramaikan keadaan dorm, diketuai oleh Hoseok. Namun, tiga lelaki itu nyatanya juga diam, fokus pada handphone masing-masing.

"Hyeongie," Jungkook mendekat, duduk di sebelah Seokjin, bersandar pada bahu lebarnya. Jungkook akan sangat menggemaskan jika sedang manja.

"Kau mau makan malam dengan menu apa?"

"Aku mau daging,"

"Daging lagi? Kau mau membuat Bangtan menjadi grup penuh orang-orang berlemak?"

"Tapi, aku suka daging. Taehyung hyeong pasti setuju, iya kan?"

Yang barusan disebut menatap sebentar, "iya, benar, aku juga suka daging," katanya, sebelum berikutnya kembali fokus pada handphonenya.

Seokjin mengangguk, "baiklah, karena kalian sedang lelah, aku akan memasak makanan yang bisa membuat kalian kembali semangat lagi. Tunggu saja di sini!" Ia mengerling, lalu beranjak cepat ke dapur.

Jimin meraih remote TV, menyalakannya guna mengusir hening. Namun, baru saja TV itu beberapa detik menyala, cepat-cepat dimatikan lagi. Berita itu. Dimana-mana, berita sedang menyorot kasus Ayah Seokjin, padahal sudah berjalan lumayan lama.

"Sampai kapan Seokjin hyeong harus bersembunyi dari media?" Jungkook mulai bicara, terdengar begitu sedih.

"Kau tau, media tidak mudah melupakan kasus seperti ini. Sekalipun, berita itu sudah reda. Artinya, harapan kita bisa tampil lengkap, masih jauh terjadinya."

FATAMORGANAWhere stories live. Discover now