Sembilan Hari Tanpa Gita.

301 67 25
                                    


Setelah tidak sengaja dengar curhatan Tasya kemarin, Iqbal kepikiran. Hingga ia sadar kalau semua kegalauannya itu berawal dari seorang Ecan yang sok tahu. 

"Lo kan lagi el-de-er sama Gita, terus tiba-tiba Mbak Tasya muncul lagi itu lo nggak mikir ada suatu kejanggalan?" 

Pala lu Can. 

Dari awal Tasya nggak ada niatan menggoda Iqbal. Mungkin Tasya perhatian dan terkesan deketin Iqbal karena Tasya sedang ada masalah. Iqbal menyimpulkan kalau itu adalah stimulus alami Tasya yang kangen diperhatiin pacar atau gampangnya, Iqbal cuma pelampiasan. Tapi pelampiasan yang nggak beneran. 

Iqbal juga jadi sadar tentang arti menggoda dan tergoda yang Tasya maksudkan. Nggak dipungkiri kalau Iqbal seneng ketemu Tasya lagi, seneng kalau sekarang Tasya notice keberadaannya. Cuma, itu bukan seneng yang sama yang Iqbal rasain ke Gita. Tapi bukan berarti tidak akan berubah jadi rasa senang yang lain kalau lama-lama dilanjutin. Mungkin Iqbal akan beneran tergoda. Makanya perkataan Ecan juga jadi masuk akal buat Iqbal waktu itu. Itu karena dia sedang tidak percaya diri untuk jauh dari Gita. Krisis mendasar para kaum LDR: percaya diri, percaya kalau kamu dan dia akan baik-baik saja. Tidak insecure, tidak berprasangka. 

"Bal, ada Tasya di depan nyariin lu" kata Mas Haykal sembari melongokkan kepala ke kamar Iqbal. 

"Ngapain Mas nyariin gue?" tanya Iqbal heran. Jangan-jangan Iqbal ketahuan nguping kemarin, waduh. 

"Ya mana gue tau. Lo tanyalah sama Tasya" jawab Mas Haykal sambil lalu seraya menutup pintu. "Jangan berasa Jonathan Cristi lo sok-sokan nganggurin cewek cakep" tambah Mas Haykal dari balik pintu. 

Dih apaan. Iqbal menghardik dalam hati sembari bangun dari posisi leyeh-leyeh menuju handle pintu. 

"Lo nyariin gue Mbak?" tanya Iqbal begitu sampai di teras depan dan menemui Tasya yang sedang memunggunginya. 

"Hai Bal" sapa Tasya seraya memutar badan menghadap Iqbal. "Salam dulu kali, udah empat hari lo nggak ketemu gue kan?" tambahnya, bikin Iqbal jadi keki.

Duh malu gue batin Iqbal, teringat tingkah childish-nya yang sok-sokan menghindari Tasya. 

"Hehe... Hai Mbak Tasya" kata Iqbal, akhirnya menyapa dengan canggung. "Duduk Mbak" tawarnya sembari menunjuk kursi yang ada di teras. Alibi untuk mengurangi rasa canggungnya. 

"Apa kabar Bal?" tanya Tasya setelah tersenyum kecil dan mendudukkan diri di kursi yang Iqbal maksud. 

"Ya, baik, hehe..." jawab Iqbal masih canggung. "Lo gimana Mbak?" sambungnya makin basa basi. 

"Hahaha... Apaan sih kita jadi nanyain kabar. Kayak lama nggak ketemu aja" sergah Tasya memecah suasana awkward yang tiba-tiba tercipta. Iqbal cuma cengar cengir dibuatnya. 

"Ya lo sih Mbak nanyain kabar duluan" kata Iqbal. "Ada perlu apa nih Mbak?" 

"Ya nggak apa-apa. Emang lo nggak kangen sama gue?" tanya Tasya sambil memainkan matanya. Bikin Iqbal merasa tersedak makanan padahal lagi nggak makan apa-apa. 

"Gi-gimana Mbak?" 

"Hahaha.... Sans sih Bal, lu serius amat gue tanyain gitu" jawab Tasya sambil mengibaskan tangannya. "Jangan baperan lu jadi cowok" 

"Dih siapa yang baper? Gue kaget aja lu tiba-tiba nanya random" that's the normal Iqbal, defensif sama ngeles nggak ada bedanya. 

"Iya deh iya" pungkas Tasya sambil mengulum senyum. "Mm... sebenernya gue kesini mau pamit sih Bal" tambah Tasya kemudian. 

Iqbal, 10 Hari Tanpa Gita ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang