Satu Hari Tanpa Gita.

556 91 16
                                    



Iqbal pundung ke Gita. Berawal dari pesan line tadi pagi yang bikin Iqbal akhirnya merasa ter-PHP.

\Pulang sekolah aja aku telpon

Vidcall boleh?\

\Iyaaaa


Udah bilang gitu, nyatanya sampai lewat waktu latihan futsal, Gita tidak juga menghubungi. Kirim pesan penangguhan atau pesan harap maklum juga nggak. Padahal Iqbal penasaran dengan kabar Gita. Gita tidur di penginapan modelnya gimana, Gita makan apa, Gita notice cowok-cowok ganteng nggak disana, dan hal-hal remeh yang menganggu pikirannya. Ini baru sehari ditinggal Gita, tapi doi udah bikin Iqbal senewen begini. LDR emang susah.

Sayangnya, dongkolnya Iqbal tidak berhenti sampai disitu. Sewaktu pulang latihan, dengan wajah ditekuk, harusnya para penghuni rumahnya sadar kalau dia sedang tidak baik-baik saja dan tidak mau diganggu. Tapi yang namanya sial, Iqbal malah jadi sasaran bakat ngeles abang-abangnya dan kepolosan cara berpikir Ibunya. Intinya dia harus ke rumah Bu RT, mengantar sampel jahitan untuk seragam PKK.

"Awas sobek" sergah Mas Ikal, kakaknya yang nomer dua, sambil mengulurkan tas kertas berisi seragam PKK. Sekilas, tapi Iqbal bisa menangkap senyum kemenangan di wajah Abangnya.

"Sial" rutuk Iqbal tanpa sadar.

"Apa lu bilang? Lu nyial-nyialin gue lu?"

"Nggak. Udah, Assalammualaikum" pungkas Iqbal buru-buru. Lebih memilih menggeber motornya daripada kena omel Abangnya yang berkodrat nyinyir.

"Adek kagak ada aturan lu emang!" teriak Mas Ikal yang masih sempat terdengar Iqbal.

'Bodo' balasnya dalam hati.

🌕🌕


Rumah Bu RT sepi, tapi tirai jendelanya tersingkap. Aslinya, belum tentu setahun sekali Iqbal sowan ke situ, makanya ia hanya celingak celinguk di depan pintu. Baru saja mau mengetuk, seorang perempuan keburu membuka pintu.

"Loh, Iqbal 'kan?" tanya perempuan itu sambil memiringkan kepala demi melihat Iqbal ada di teras rumahnya.

"Eh Mbak Tasya, kok di rumah?" balas Iqbal tak kalah heran. Tasya adalah anak Pak dan Bu RT, yang setahu Iqbal sedang kuliah di Bandung dan nggak wajar kalau dia di rumah karena ini bukan waktu liburan semester.

"Yaa~ balik aja sih gue" jawab Tasya ala kadarnya. "Ngapain Bal? Jangan bilang lo masih nyariin gue..." imbuhnya sambil mendelik curiga.

"Hish, ge-er amat si Mbak. Ini nih nganterin jahitan seragam" jawab Iqbal sambil mengayun tas kertas yang tadi diberikan Mas Ikal. "Bu RT nya ada?"

"Mama gue lagi pergi sih Bal, siniin deh. Ntar gue kasih" tawar Tasya yang langsung disetujui oleh Iqbal.

"Makasih ya Mbak Tasya" kata Iqbal. Tasya mengangguk ala kadarnya sembari mengatur tangannya demi membagi tempat antara tas kertas dan cup besar ice cream yang sedari tadi ia bawa.

"Tumben nggak stroberi?" celetuk Iqbal yang mengundang kerutan di dahi Tasya.

"Itu, es krimnya. Mbak Tasya 'kan suka rasa stroberi" jelas Iqbal sembari menunjuk ice cream dengan dagunya. Sontak Tasya melirik pada ice cream di tangannya. Memang bukan strawberry sesuai rasa kesukaannya, melainkan choco chips vanilla. Tasya tertegun sebentar sebelum mengernyit kepada Iqbal.

"Kok lo tau sih gue suka es krim stroberi?"

"Hehe...." Iqbal malah nyengir. "perhatian nggak Mbak?" tambahnya tengil. Tasya memutar mata jengah demi mendengarnya.

"Ya udah Mbak, gue pamit ya. Makasih loh Mbak..." pamit Iqbal kemudian.

"Hm" tanggap Tasya seadanya. Setelahnya, Iqbal berbalik menuju scoopy hitam yang terparkir di depan gerbang. Dia baru saja akan keluar sebelum tiba-tiba Tasya berubah pikiran,

"Bal!"

🌑🌑


"Iqbal, maafin... tadi aku nggak sempet telpon. Tadi tuh ada acara dadakan dari kedutaan. Jadi kita ada kunjungan kesana terus lama karena mereka jelasin program-program kerja gitu. Tadi aku inget, suer inget, mau ngabarin kamu, cuma hape aku mati dan nggak bisa ngecas karena moving terus. Terus ini juga mau ke welkoming dinernya MUN Bal, maafin ya Bal..."

"Kamu jangan marah..."

Iqbal tidak bisa untuk tidak mengulum senyum mendengar voice note dari Gita. Harusnya sih, menurut egonya, dia harus marah ke Gita. Sebab, iya, Gita nggak ngasih kabar apa-apa dan bikin Iqbal merasa menyedihkan karena di-PHP pacar sendiri. Alasan lainnya, harusnya Gita bisa lebih kreatif dengan meminjam power bank atau apalah untuk memulihkan daya hand phone-nya.

Tapi, mendengar rangkaian kata maaf yang panjang, ditambah membayangkan betapa repotnya Gita tapi masih sempat merekam voice note untuknya, juga yang paling penting, bisa mendengar suara Gita lagi itu,

"Mana mungkin marah sih Git kalo kayak gini" monolog Iqbal sambil mesem ketika mengulang lagi voice note Gita yang terakhir.

'Kamu jangan marah...'

Iqbal baru akan menekan ikon perekam suara untuk membalas voice note Gita, ketika satu chat pop up dan nggak sengaja kepencet baca.

\Hai Bal, gue Tasya

\Tau kan? Tasyanya Bu RT

\Ini line gue. Add balik ya

Iqbal mengernyit membacanya.

Ini Mbak Tasya ngapain? Dapet line gue darimana lagi? Iqbal mikir keras.

"Hm bego dipeliara Bal" rutuk Iqbal pada dirinya ketika sadar kalau tadi Mbak Tasya sempat minta kontaknya.

"Hm bego dipeliara Bal" rutuk Iqbal pada dirinya ketika sadar kalau tadi Mbak Tasya sempat minta kontaknya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Iqbal, 10 Hari Tanpa Gita ✓Where stories live. Discover now