30 : Because You Deserve It

1.2K 177 4
                                    

"Kau tidak tahu apa-apa soal itu."

"Aku tahu."

•••

Drtt
         
Jungmi menyenggol lengan Yeonji dengan sedikit keras. "Ponselmu bergetar sejak tadi."
         
Yeonji tersadar dari lamunannya. "Benarkah?"
         
Ia meraih ponselnya dan melihat notifikasi apa yang masuk di ponselnya. Kedua matanya membulat ketika melihat sebuah nama. Nama yang akhir-akhir ini membuatnya hampir gila.

Yeonji
Kau kemana saja?

Jimin
Bisa kirimkan aku nomor Eunwoo?

Yeonji mengerutkan keningnya. Ia pikir untuk apa Jimin meminta nomor Eunwoo padanya. Sementra itu, Jungmi sedari tadi mengintip apa yang sedang Yeonji lakukan. Ketika ia melihat nama Jimin, ia teringat akan cerita Eunwoo kemarin malam.

Yeonji
Untuk apa?

Jimin
Kirimkan saja

Akhirnya, tanpa berpikir panjang, Yeonji mengirimkan kontak Eunwoo pada Jimin. Setelah itu, tak ada balasan apapun dari Jimin. Beberapa menit ia menunggu, tak ada yang berubah dari layar ponselnya. Ia mendesah kasar dan meletakkan ponselnya dengan kasar.
         
"Apa yang dia katakan?"
         
"Dia hanya meminta nomor kekasihmu."
         
Jungmi menunjuk dirinya sendiri. "Eunwoo?"
         
"Lalu siapa lagi?" Jungmi terkejut dan memundurkan badannya, karena Yeonji memukul mejanya dengan keras. Ia ingin bercanda, tapi sepertinya Yeonji sedang tidak dalam mood untuk melakukan itu.
         
"Lalu kau memberinya?"
         
Yeonji mengangguk tanpa beban. Seketika itu juga Jungmi melemaskan pundaknya. Yeonji menyadari itu. "Kenapa?"
         
Jungmi tak langsung menjawabnya. Tapi ia memukul kepala Yeonji dengan sedikit keras. Yeonji mengaduh kesakitan, karena ia sendiri tak tahu bagian mana yang salah.
         
"Bodoh. Kau tidak memikirkan apa yang terjadi setelah ini?"
         
Yeonji memiringkan kepalanya. Ia masih tak mengerti. Jungmi mendesah kesal dan menepuk keningnya. "Jimin dan Eunwoo. Apa yang ada dipikiranmu sekarang?"
         
"Eum." Yeonji berpikir keras. Ia mencoba menyambungkan otaknya pada pemikiran Jungmi. Hari ini ia tidak fokus karena satu alasan yang cukup jelas. Setelah beberapa detik ia berpikir, "Astaga! Bodohnya aku!"
         
Jungmi hanya bisa menggelengkan kepalanya karena Yeonji. Tentu saja yang dilakukan Yeonji adalah hal yang salah. Karena disaat-saat seperti ini, pasti ada sesuatu yang ingin Jimin lakukan pada Eunwoo.
         
"Aku harus bagaimana, Jungmi?"
         
"Aku tidak tahu. Ini kan kesalahanmu."
         
"Tapi Eunwoo kekasihmu. Kau tidak ingin membantuku mencegah mereka berdua?"
         
Jungmi hanya mengangkat kedua pundaknya dengan ringan. "Kita berdoa saja, semoga mereka tidak bertengkar."
         
"Ya, semoga." Yeonji berharap cemas. Ia menggigit bibir bawahnya karena takut. Membayangkan Jimin dan Eunwoo bertengkar saja sudah mengerikan, apalagi jika itu benar-benar terjadi.

•••

Saat langit mulai menggelap, pria itu bergegas menuju tempat yang akan ia tuju. Sebelum ia berangkat, ia membuka ponselnya yang terus bergetar sejak tadi. Tanpa berpikir panjang, ia mematikan ponselnya dan menyimpannya di dalam saku celananya.
         
Ia merendahkan topi hitam yang ia pakai, kemudian menaikkan tudung hoodienya. Jika biasanya pria itu selalu membawa energi positif, kini sebaliknya. Tak ada seulas senyuman di bibirnya.
         
Ketika ia sampai, ia bisa melihat seseorang dengan kaos hitam polos dan celana ripped jeans sudah duduk menunggunya. Pria itu menyadari kehadirannya. Lantas pria itu berdiri dan menghampirinya.
         
Mereka hanya saling tatap selama beberapa detik. Pembicaraan dimulai saat salah satu dari mereka mulai menghela nafas.
         
"Kau salah paham."
         
Pria itu tertawa meremehkan. "Ternyata kau sudah tahu topiknya."
         
"Ini serius, kau salah paham Jimin."
         
Tapi Jimin tak menghiraukannya, ia justru menanyakan hal yang lain. "Bagaimana hubungan kalian? Semakin lancar ketika aku menjauh?"
         
Eunwoo mengepalkan tangannya dan menatap Jimin dengan geram. "Jangan berpura-pura tuli."
         
"Aku dengar. Lagipula aku hanya sedang meluruskan kebohonganmu."
         
"Sialan," umpat Eunwoo dengan suara yang sedikit berbisik. Tapi Jimin masih bisa mendengarnya.
         
"Sebenarnya apa yang ada dipikiranmu? Kenapa kau melakukan ini pada Yeonji?"
         
Dengan santainya, Jimin menaikkan kedua pundaknya. "Aku juga tidak tahu."
         
"Apa? Setelah yang kau lakukan membuat Yeonji banyak berubah? Kau sungguh tidak tahu?"
         
"Berubah?"
         
"Kau!" teriak Eunwoo dengan suara yang sangat keras. Bahkan suaranya sampai menggema karena mereka tengah berdiri di antara gang sempit. "Apa kau tidak sadar? Kau sangat berpengaruh pada Yeonji Dia berubah karena kau juga berubah!"
         
Jimin tak bergeming ketika Eunwoo berteriak padanya. "Woah, begitukah? Aku kira Yeonji tak memikirkanku. Karena ada kau bersamanya."
         
Eunwoo mengepalkan tangannya dengan kuat. "Brengsek!"

Bugh
         
Satu pukulan mendarat di pipi kiri Jimin. Pukulan itu cukup keras. Bahkan Jimin sampai terhuyung, tapi ia segera mencari keseimbangannya dan menyentuh pipinya sesaat. Rasa perih mulai ia rasakan. Ia meringis karena bekas pukulan itu terasa begitu jelas.
         
"Kau memukulku duluan?"
         
"Karena kau pantas mendapatkannya."
         
Pandangan mata Jimin semakin menggelap. Ia berjalan mendekati Eunwoo, dan tak tanggung-tanggung, ia memberikan pukulan yang cukup keras pada Eunwoo.
         
"Dan kau lebih pantas mendapatkannya."
         
Eunwoo tersentak dan tersungkur karena belum siap dengan pukulan itu. Ia geram dan mengumpat di dalam hatinya. Ia membiarkan Jimin berjalan mendekatinya dan berjongkok di hadapannya.
         
"Aku bukan anak kecil yang mudah dihasut." Jimin memberikan senyum miringnya.
         
"Percuma saja jika kau mengelak. Aku punya mata untuk melihat semuanya."
         
"Sebenarnya apa yang kau pikirkan?"
         
Jimin mengangkat salah satu alisnya. "Aku? Sebenarnya aku malas untuk memikirkan kalian, tapi apa daya."
         
Eunwoo tahu apa yang dimaksud dengan 'kalian'. Ia juga tahu kalimat itu tertuju untuknya. Tapi lagi-lagi, ia hanya diam dan membiarkan Jimin mengeluarkan semua kekesalannya.
         
"Kau pria normal! Aku tahu itu! Jadi apa yang akan dilakukan pria normal saat hanya berdua saja dengan seorang gadis?"
          
Jimin menarik kerah baju Eunwoo dengan kencang. Bahkan Eunwoo bisa merasakan seberapa kencangnya cengkraman tangan itu. Namun nyalinya tak berkurang sama sekali, ia tetap menatap Jimin dengan intens.
         
"Apa saja yang sudah kalian lakukan? Katakan padaku!"
         
Eunwoo tak memberikan jawaban apapun. Ia tengah mencari arti tatapan Jimin yang tertuju padanya. Ia melihat, tatapan pria itu memang tajam, namun ada tatapan yang sedikit berbeda dari kedua mata pria itu. Ia khawatir.
         
"Oh, aku tahu. Kau tidak menjawab karena kalian memang sudah-"
         
"Sudah selesai?"
         
Ia memotong pembicaraan Jimin. "Sudah selesai hm? Aku lelah mendengar omong kosongmu."
         
Jimin membulatkan matanya dan cengkraman tangannya semakin menguat. Ia sudah larut dalam emosinya yang membara. Eunwoo menggerakkan tangannya untuk melepaskan tangan Jimin dari kerah bajunya. Tapi Jimin tetap bertahan pada posisi itu.
         
"Bodoh. Dimana otakmu? Mulutmu mudah sekali berbicara."
         
"Apa maksudmu?" suara itu terdengar berat. Eunwoo sadar, Jimin sudah sangat terbakar karena amarahnya. Tapi ia berusaha tetap tenang.
         
"Jangan selalu gunakan mulutmu untuk menyimpulkan. Kau punya otak, setidaknya gunakan otakmu untuk berpikir."
          
Jimin menarik kerah baju Eunwoo dengan keras. "Brengs-"
         
"Kau yang brengsek!"
         
Ia mendorong tubuh Jimin dengan kuat. Kini, Jimin yang tersungkur di atas tanah, sementara Eunwoo sudah berdiri dengan angkuhnya. Ia berhenti ketika kakinya sudah menyentuh kaki Jimin.
         
"Ini pertama kalinya aku bertemu dengan pria egois sepertimu."

Egois.. Egois..
         
Kemarin ia baru saja mendapatkan kata egois dari mulut yang berbeda, kini ia mendapatkannya lagi. Untuk sejanak, ia terdiam. Seperti itukah ia dihadapan orang lain? Ia hanya diam ketika Eunwoo menatapnya dengan sengit.
         
"Park Jimin. Aku tidak pernah mengganggu hubungan kalian."
         
Kini Jimin tak membalas perkataan Eunwoo. Ia menatap ke arah lain dengan tatapan kosong, tapi pendengarannya masih bisa menangkap suara Eunwoo dengan baik.
         
"Aku ingatkan sekali lagi padamu." ia berdiri dan membelakangi Jimin. "Sadarlah. Sebelum kau menyesal."
         
Ia meninggalkan Jimin yang masih tersungkur di atas tanah. Jimin tak berkutik setelah mendengar langkah kaki Eunwoo yang semakin menjauh darinya. Namun detik berikutnya ia terkekeh dan berdiri dengan lemas. Sebelum melangkahkan kakinya, ia meraih ponselnya yang sejak tadi terus bergetar.

23 missed call.
         
Jimin menghela nafas dan meninggalkan tempat itu dengan wajah yang kacau.

"Other people judge you not only from the outside. But also from your behavior."

kindacrazyy, 2018

DARKNESS | pjm ✔️Kde žijí příběhy. Začni objevovat