Prolog

216 13 3
                                        

Di Indonesia, LGBT adalah hal yang tidak biasa. Ya, mungkin bagi gue karena negara Indonesia banyak yang menganut agama Islam dibanding dengan agama yang lain.

Di dalam agama Islam, terdapat sebuah cerita tentang para kaum penyuka sesama jenis yang terkena azab.

Banyak yang menghina orang-orang yang mengakui bahwa dia seorang gay atau lesbian. Mereka hanya melihat dari sisi mereka sendiri.

Apa kalian tahu mereka yang sudah berani mengatakan sebenarnya? Tuhan sengaja membuat perbedaan diantara kita. Agar kita dapat saling menghargai dan menghormati satu sama lainnya.

Gua tahu, kalau menyukai sesama jenis itu salah. Tapi, inilah diriku.

Sebelumnya perkenalkan, gue Jevon Marcello. Seorang biseksual.

Gue memiliki kekasih, dia perempuan. Tetapi sama seperti gue, seorang biseksual.

Walaupun gue sudah memiliki kekasih, gua menyukai seseorang. Dia adalah kakak kelasku.

Apa kalian pikir dia perempuan?

Kalian salah, dia laki-laki.

Cinta itu buta.

Cinta tidak memandang fisik.

Cinta tidak memandang apapun jenis kelamin kalian.

Jadi, gua akan menceritakan tentang gue sendiri yang menjadi seorang biseksual sejak berusia 16 tahun.











"Oke, Je. Gua mau jujur, gue suka sama kak Lova. Tapi, gue juga masih sayang ke lo."

Enza menundukkan kepalanya. Jevon terlihat terkejut. Tatapannya langsung kosong.

"Je, maafin gue."

Jevon memeluk Enza. Tangannya mengelus punggung Enza dengan lembut.

"Iya, gapapa. Kan Zaza sayangnya ke Jeje."

Di dalam hatinya, terasa sakit. Tetapi dia juga seperti Enza. Jevon tidak berani mengucapkannya ke Enza.

Enza melepaskan pelukannya. Matanya terlihat berkaca-kaca, Enza terus menahan agar air matanya tidak turun.

"Kalo mau nangis. Nangis aja, cuman ada kita berdua disini, Za."

Sedetik kemudian, air matanya turun. Enza menutupi mukanya sendiri, dia terlalu malu untuk menangis di depan Jevon.

Jevon kembali memeluk Enza. Dia sangat ingin mengecup kening Enza dan berkata manis bahwa semua akan baik-baik saja.

Entah kenapa, dia tidak berani melakukannya.

"Jeje."

"Hmm? Kenapa?"

"Makasih."

Air matanya mengalir, Jevon sudah tak tahan menahannya.

Disinilah mereka berdua, halaman belakang rumah Enza. Pelukan terakhir sebelum berpisah untuk beberapa tahun, mungkin selamanya.

















































prolog selesai.

ini prolognya gw ubah, karna prolog sebelumnya lebih kek apa ya?
teaser, bukan prolog.

makasih, mau mampir.

-nae

Why not BOTH?Where stories live. Discover now