11. I believe in you

7.1K 752 56
                                    

Warning ⚠️15+

Hermione baru saja menyelesaikan kelas Aritmatik, mata pelajaran yang paling disukainya. Ia hendak menuju asrama ketua murid namun seketika berbalik begitu melihat Draco berjalan kearahnya.

Ia tidak mau bertemu Draco setelah kejadian memalukan tadi pagi. Meski banyak hal yang harus diluruskan diantara mereka. Tapi Hermione belum siap mengakuinya.

"Kau masih marah?" Tanya lelaki itu mengejar langkah Hermione.

"Tidak." Jawab gadis itu singkat.

"Lalu kenapa kau berlari dariku?"

"Tidak, aku hanya ingin pergi kearah sini."

"Ke Danau Hitam?" Tanya Draco penasaran, namun terdengar seperti membuat lelucon dari itu.

Mereka berhenti di bawah pohon besar yang tidak jauh dari Danau Hitam. Cukup jauh dari kastil dan tidak ada seorang pun yang datang ke area ini.

"Apa maumu, Malfoy!" Hermione berbalik dan menyerang Draco dengan tatapan tajam. Tangannya menyilang di depan dada. Apakah lelaki itu sengaja melakukan ini padanya untuk mengoloknya lagi? Sungguh kekanakan.

"Aku minta maaf soal tadi. Aku bersumpah tidak pernah melakukannya sebelumnya." Amarah Hermione teredam begitu mendengar permintaan maaf Draco. Ia merasa bahwa Draco benar-benar tulus kali ini. Perlahan Hermione menurunkan egonya sedikit.

"Mungkin aneh mendengar perkataan ini dariku. Aku hanyalah mantan Pelahap Maut yang berkhianat. Tapi aku sungguh penasaran dengan isi pikiranmu, Granger." Kata Draco kini dengan serius.

Iris kelabu itu menatap tepat di mata coklat madu Hermione seolah ingin masuk ke dalamnya dan memecahkan rasa ingin tahunya tentang gadis itu. Sebenarnya Draco bisa menggunakan Legillimensnya sejak awal. Tapi ia tidak melakukannya karena ingin mendengar langsung dari Hermione. Tentang apa yang menjadikan mereka seperti ini. Tentang bagaimana perasaan mereka satu sama lain. Semua hal ini membuat Draco hampir gila.

"Disaat semua orang menatapku dengan jijik dan benci, kau tidak melakukannya. Kau bahkan tahu kejahatan apa yang kulakukan dulu, tapi kenapa kau tidak pergi seperti yang lainnya? Bagaimana kau masih sanggup berada di dekat orang sepertiku? Aku penasaran, apa yang ada dipikiranmu?"

Hermione tercekat seolah udara di sekitar mereka menipis. Ia bisa melihat bagaimana mata iris abu tersebut meredup. Terdapat banyak luka dan kesedihan disana. Draco tidak main-main, lelaki itu benar-benar hancur.

Ia memberanikan dirinya mendekat kearah Draco dan menangkup pipi tirus lelaki itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ia memberanikan dirinya mendekat kearah Draco dan menangkup pipi tirus lelaki itu. Dulu, tidak pernah sekalipun ia bermimpi bisa menyentuh Pureblood seperti Draco dengan tangan Muggleborn miliknya. Mereka terlalu bersimpangan dan hal ini seolah tabu bagi keduanya.

"Aku pengecut, Hermione. Aku lari ketika kalian dalam masalah."

"Jangan katakan itu!" Hermione hampir berteriak di hadapan Draco.

"Aku.. percaya padamu. Kau bukan pengecut, Draco. Kau hanya.. tidak punya pilihan."

Draco tanpa sadar meneteskan air matanya. Ia menangis untuk pertama kalinya di depan orang lain. Semua ini terlalu berat untuknya. Perasaan bersalah, menyesal dan gagal melindungi orang-orang yang ia kasihi menyeruak begitu saja.

"Maafkan aku." Lirih Draco meminta maaf atas apa yang pernah ia lakukan. Setidaknya ia ingin meminta maaf pada Hermione terlebih dulu. Mengingat bagaimana buruknya ia memperlakukan Hermione di masa lalu.

Hermione tidak bisa menahannya lagi, ia meraih tengkuk lelaki itu dan menyatukan bibir mereka.

Lelaki itu terpejam ketika nafasnya diambil tiba-tiba dengan cara yang surprisingly so good. Ia meraih Hermione ke dalam pelukannya. Keduanya saling memagut bibir satu sama lain seolah bergantung hidup dari sana. Saling menyalurkan perasaan aneh yang menggerogoti hati mereka.

Hermione menjauhkan bibirnya dan membuka mata perlahan. Draco juga melalukan hal yang sama. Mereka menatap mata satu sama lain dalam jarak dekat dan nafas tersengal.

Hermione tersentak dengan apa yang ia lakukan. Sementara Draco mematung seperti diberi hukuman kecupan Dementor di Azkaban. Tidak, bukan artinya ciuman itu buruk. Hanya saja, Draco merasa nyawanya terambil.

"A-aku harus kembali ke ruang Professor Vector. Sepertinya aku meninggalkan sesuatu." Entah darimana Hermione mendapatkan alasan itu, ia hanya ingin segera lenyap karena malu.

Ia kemudian melepaskan pelukannya dari Draco dan berlari pergi.

.
.
.
TBC

The End of the NightmareWhere stories live. Discover now