Chapter #13

38.3K 2K 95
                                    

"Aku memilih diam, bukan karena takut

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

"Aku memilih diam, bukan karena takut. Tapi karena aku sadar, berdebat dengan iblis tidak akan ada habisnya." -  Radzana

***

"Di mana rumahmu?" Aku menengok, menatap intens bocah kecil yang berada di kursi belakang.

"Di dekat jembatan," jawabnya pelan tanpa mrlihatku. "Jembatan depan hotel Grand Anyer tidak jauh dari sini."

"Sial, jalannya ditutup!" umpat lelaki di sampingku. "Entah kenapa, tapi lihatlah banyak sekali polisi." Shaka membuka jendela mobil, lalu menatap keluar dan aku pun mengikutinya.

Lelaki itu memukul stir sekuat tenaga. "Sialan! Putar balik akan memakan waktu dua jam lebih!"

Suara orang beristigfar membuatku terkekeh, sepertinya gadis kecil itu kaget melihat bagaimana emosionalnya pilot satu ini. "Sudahlah, putar balik saja."

"Dua jam, Radza!" bentak Shaka galak.

"Ya, tidak apa, dari pada harus menunggu di sini?" tanyaku santai membuat lelaki itu kembali mengumpat.

"Kamu turun saja deh, anak piyik." Shaka berbalik menatap gadis kecil itu dengan raut tidak bersahabat. "Kalau kamu ikut putar balik akan lama sekali, nanti orang tua kamu mencari dan berakhir menuduhku penculik," lanjut Shaka. "Mending kamu pulang sendiri, pejalan kaki masih bisa lewat tuh, paling dua puluh menit jalan sampai."

"Namaku Alaia bukan anak piyik." Tawaku pecah ketika mendengar jawaban dari bibir mungilnya.

"Peduli setan, turunlah!" ujar Shaka tidak sabaran. "Jangan gigit bibirmu! Kenapa kamu dan Radza senang sekali melakukannya?" Lelaki itu menatapku dan Alaia bergantian.

"Baik, Tuan, aku akan turun di sini. Terima kasih." Gadis itu tersenyum samar, lengkungan bibir yang membuat hatiku seketika menghangat.

"Apa kalau kamu ikut putar balik, orang tuamu akan marah?" Perkataan itu tanpa bisa ditahan terucap lancar dari bibirku.

Netranya menatapku sendu, tatapan yang membuatku hatiku seketika merasa perih. Sebelum perasaan itu menjalar ke seluruh tubuhku dengan segera aku memutuskan kontak mata itu. "Maksudnya apa ada nomor telfon yang bisa dihubungi?"

"Aku tinggal bersama nenek dan kami tidak memiliki nomor telfon," jawaban itu entah kenapa seperti menguliti perasaanku.

"Biarkan dia turun, Radza, neneknya pasti akan mencarinya," ujar Shaka kali ini lebih lembut.

"Nenek tidak akan mencariku, karena dia selalu berada di sisiku," lirih Alaia.

"Apa yang kamu bicarakan, anak piyik!" timpal Shaka tajam. "Jangan mengada-ada dan tutup mulutmu itu!"

Aku melotot, menatap iblis satu ini dengan tatapan ingin meledak, Shaka memang bukan manusia. "Nenek kamu memangnya di mana?" tanyaku ingin tau.

Gadis itu menunduk, mengatupkan bibirnya rapat. "Woy, kalau di tanya itu dijawab!"

"Shaka diamlah!" Emosiku tertahan.

"Nenek di mana, Al?" tanyaku selembut mungkin.

"Nenek tinggal di Surga."

Aku dam Shaka saling menatap, entah tidak tau akan menimpali apa. "Nenek selalu melindungiku dari atas, sekarang nenek sudah tidak sakit lagi."

"Lalu, kamu sekarang tinggal sama siapa?" tanya Shaka cepat.

"Sendiri." Shaka tertawa keras, aku tau itu adalah tawa meremehkan.

"Kamu jangan bohong, Anak Piyik! Bagaimana mungkin anak sekecil kamu bisa hidup sendiri?! Ini Ibu Kota, kehidupan di sini kejam." Perkataan pedas Shaka mulai menguar.

"Aku tidak berbohong, Tuan. Kata nenek jika kita berbohong maka akan mendapatkan ---"

"Diam dan simpan ceramahmu! Panti asuhan mana yang menampungmu? Jangan banyak berbelit, mengaku saja jika kamu anak panti," bentak Shaka galak, kuhembuskan nafas kasar, percuma berdebat dengan lelaki semacam ini pasti tidak akan berujung. "Eh, tapi panti asuhan mana yang mau menerima anak cacat  seperti ---"

"Tutup mulutmu, Shaka!" teriakku tanpa sadar, kubekap cepat mulutku saat kata-kata itu meluncur lancar dari bibirku. Jangan tanyakan rasanya hatiku, aku tidak tau perasaan ini, kenapa sakit sekali?

 Jangan tanyakan rasanya hatiku, aku tidak tau perasaan ini, kenapa sakit sekali?

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.


Ibarat makan bakso belum ketelen dah disuruh pergi. Wkwkwk.

Pendek ya, dasar aku😑

Minta 800 like bae susah bener ya, gapapa aku tau ceritaku tak sebagos itu😌💃

Yaudah lah koment aja koment biar gw semangat😆

Terimakasih sudah membaca❤

SELFISH (TERBIT)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz