7: Kebenaran

40 3 0
                                    

Anna menatap bayangannya di cermin. Mata itu, hidung itu, bibir itu, tubuh itu. Semuanya miliknya. Dia merasakan semuanya, bahkan dari rasa terkecil. Tapi... disana juga ada Belle.... Anna menatap pantulan matanya lebih lama, mencoba melihat sosok lain yang memiliki tubuhnya. Bukan, kalau menurut sejarah, dialah yang mengambil alih tubuh ini. Apakah dia benar-benar Belle, atau dia mahluk lain?

Anna dengan cepat membalik badannya. Tidak. Dia tidak boleh berfikir aneh-aneh. Kalau sampai dia melewati batas, dia bisa gila. Namun mengingat kejadian saat dia kehilangan kendali, entahlah, mungkin tidak sepenuhnya juga, membuatnya takut. Takut jika dia hilang. Apakah dia akan seperti Belle? Terpendam di suatu tempat. Apakah dia akan hilang begitu saja, seperti mati?

Anna melihat dan merasakan tubuhnya bergetar. Dia tidak ingin hilang, dia takut... akan jadi apa dia nanti, karena dia bukanlah sebuah tubuh. Dia adalah rasa, pikiran dan kepribadian, itu membuat semuanya jadi semakin menakutkan. Apakah saat hilang, dia masih merasakan semuanya? Seperti apa nanti...

"Tok-tok-tok"

Ketukan di pintu membuat Anna terpenjat, oleng dan hampir jatuh.

"Anna? Sayang... ini mama. Boleh mama masuk?"

"Ah... iya..." jawab Anna dengan suara serak

Mama sudah sangat khawatir dengan keadaan Anna. Gadis yang sudah disayangi seperti anak sendiri, dia kehilangan segalanya dan sekarang dia sedang kehilangan diri sendiri. Dulu, dia berharap Belle segera kembali, tapi bersama Anna, dia mulai tidak tahu harus berharap seperti apa. Dia benar-benar ingin Anna dan Belle. Mereka berdua.

"Kamu sudah siap-siap ternyata. Cantik sekali." puji Mama saat melihat Anna dengan one piece putih, memancarkan pesona kelembutannya. Make up nya pun tidak tebal, sangat alami dan menonjolkan kelebihan Anna.

"Terimakasih, Ma. Kita berangkat sekarang?"

"Ayo. Damian ikut, nggak apa-apa, kan?"

"Aku... dia nggak.. marah sama aku?"

"Ya nggak, lah! Dia nggak akan pernah marah sama kamu, Anna. Yuk, berangkat." Mama meraih lengan Anna, memberikan dukungan dengan sentuhannya.

Anna sudah menyiapkan hati kalau dia bertemu dengan Damian, tapi ternyata cowok itu menunggu di mobil, tidak mengatakan apapun, namun pandangan matanya yang sedih dan khawatir cukup memberitahu. Kali ini, Papa juga ikut seperti saat pertama kali sesi Anna ke psikiater.

Dada Anna menghangat. Mungkin dia kehilangan keluarganya, tapi tuhan sangat baik dengan memberikannya keluarga lain yang perhatian dan menyayangi sama banyaknya.

"Makan dulu di bubur abah gimana?" tanya Mama membuka suara di mobil.

"Boleh, sudah lama kan nggak makan disana." Tanggap Papa.

"Iya, soalnya Papa sok sibuk mulu sih." sebal Mama yang mendapatkan tanggapan kekehan dari Papa "Itu dulu tempat Papa ngajak Mama nge date pertama kali. Duh, syok banget lah waktu itu. Hampir aja Mama nggak mau sama Papa."

"Tapi Mama akhirnya mau karena Papa ngasih Mama krupuknya, kan?" Kata Anna menimpali.

Perkataannya membuat semua orang terkejut, karena hanya Belle yang pernah mendengar cerita tentang Mama dan Papa. Anna menundukkan kepalanya dalam saat dia menyadari apa yang baru saja terjadi. Dia mendapatkan memori Belle

...........................................................................................................................................................

"Belle tidak pergi, dia masih ada dalam diri Anna dan bisa keluar sewaktu-waktu. Kalau seperti itu, butuh penanganan yang berbeda untuk Anna. Dia bukan amnesia, tapi memiliki kepribadian ganda." Jelas dokter Vani "Hal ini sepertinya dipicu oleh trauma yang mendalam, sehingga Belle membentuk kepribadian baru yang melupakan segalanya dan sangat berbeda dari dirinya."

"Bagaimana cara untuk mengobatinya, Dok?" tanya Mama cepat, tangannya mengenggam tangan Anna yang dingin.

"Jujur, belum ada pengobatan pasti. Hanya terapi agar Belle dan Anna bisa menjadi satu, saling menerima, karena sebeda apapun, awalnya mereka adalah satu. Mungkin ini adalah waktunya untuk mengatakan yang sejujurnya pada Anna."

Damian melihat Anna. Apakah dia berani untuk mengatakan segalanya? Memberikan akhir dari hubungan mereka?

Anna melihat Mama, "Mengatakan apa Ma?"

Mama melihat Damian, "Hanya Damian yang bisa mengatakannya, Anna."

Damian berdiri, "Ikut aku, Anna."

Anna menarik nafas panjang kemudian berdiri mengikuti Damian keluar dari ruangan Dokter Vani. Mereka berjalan melalui lorong yang familiar tanpa banyak berbicara. Anna melihat punggung Damian, punggung lebar dan gagah yang selama ini selalu tegap percaya diri, terlihat melengkung, sedih.

Anna ingin menyentuh punggung itu, tapi ada sesuatu yang menahannya melakukan itu. Kejujuran yang tidak dikatakan oleh semua orang dan sepertinya Damian memiliki pengaruh penting karena Mama maupun Dokter Vani meminta Damian untuk menjelaskannya. Anna benar-benar ingin tahu, tapi ada rasa takut yang besar. Takut karena kecewa?

"Anna, duduk disini."

Ajakan Damian membuat Anna tersadar akan sekelilingnya. Sekarang mereka ada di salah satu bangku yang ada di taman. Tempat praktek dokter Vina tidak terlalu besar, namun tamannya sangat indah. Sesuatu yang sangat diperlukan untuk orang-orang yang memiliki masalah dalam pikiran.

Damian menutup wajahnya dengan kedua tangan, mengusap pelan, memperlihatkan pergolakan batin.

Anna diam, tidak ingin memaksa lelaki di sebelahnya untuk cepat-cepat mengatakan sesuatu. Dia ingin mencoba menikmati semua keindahan ini sebelum harus menghadapi apapun rahasia yang akan dibeberkan oleh Damian.

"Anna...." panggilan lirih itu memberikan tanda bagi Anna untuk menyiapkan diri.

"Ya?"

"Aku dan Belle... kami nggak bertunangan. Kami menyayangi seperti saudara tidak lebih."

"Oh..." hanya itu yang keluar dari mulut Anna. Apa yang dirasakannya bermacam-macam, dirinya sendiri tidak yakin harus menjabarkan seperti apa. Mungkin lebih tepatnya, dia menemukan bagian yang hilang dari seluruh cerita, membuat semuanya lebih masuk akal.

"Lalu kenapa kamu bilang kita tunangan saat aku bangun?" pertanyaan yang diajukan tanpa rasa marah atau benci, hanya benar-benar ingin tahu.

"Belle... Belle bunuh diri karena dia yang menyebabkan kecelakaan."

Anna terkesiap, bukan karena berita itu, tapi karena jantungnya tiba-tiba berhenti beberapa saat. Sakitnya bukan main sampai untuk bernafas saja dia tidak sanggup.

"Anna! Anna! Ya tuhan! Anna! SIAPAPUN TOLOONG! TOLONG!" Teriakan panik Damian masih terdengar keras di telinga Anna.

Anna mencoba bertahan. Tidak. Tidak boleh begini. Ini tubuhku! Aku tidak mau kalah! Anna berjuang keras bernafas, dia ingin menguasai tubuhnya kembali. Dia tidak ingin merasakan hal yang tidak dikenali otaknya.

Belle, please... Belle...

Anna memohon dengan sangat pada Belle saat dia sudah berada diambang ketidaksadaran. Tapi ternyata, Belle memang sangat keras kepala dan Anna sudah tidak sanggup lagi. Dia jatuh, menyerah pada rasa sakit milik Belle.



You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 25, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

AnnaBelleWhere stories live. Discover now