BEAUTY STRANGER

9 1 0
                                    

Aku melangkahkan kedua kakiku dengan tergesa-gesa menuju ruangan rapat. Dinding kaca yang memutari ruangan rapat merefleksikan bayangan pak devon. Segera aku membuka pintu ruangan itu yang sedari tadi menunggu.

"selamat pagi, pak." sapaku.

Pak devon tetap saja mengarahkan kedua matanya pada berkas-berkas yang sudah terbaring diatas meja rapat. Aku menarik kursi disampingnya dan duduk.

"client kita hari ini nawar harganya gak mikir-mikir!" cetusnya dengan mengerutkan dahinya. "dia gak tau kali ya, biaya periklanan sekarang itu emang lagi mahal. dikira stasiun TV punya moyang nya?"

Lagi dan lagi... aku terus saja mendengar keluhannya. Aku terus saja memandang wajahnya yang mendadak berubah menjadi memerah saat marah. Aku terus saja menatap gerak-geriknya yang terus saja melakukan hal yang sama, membolak-balik berkas, memijat-mijat kening, dan kembali lagi ke berkas.

I can do it all day. seriously!

"tolong kamu periksa surat-surat ini. ini surat permohonan dari perusahaan minuman kemarin." cetusnya seiring berkas-berkas itu menghampiriku.
"baik, pak." aku meraih berkas-berkas itu.
"jam berapa ini? kenapa belum dateng?" berulangkali dia melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya. Percaya atau tidak, itu jam tangan yang aku beliin buat hadiah ulangtahun pak Devon yang ke 27. Sekarang usia pak Devon sudah 29 tahun. Sudah dua tahun jam itu terus melingkar di pergelangan tangannya.

Bukan jam tangan ternama memang. Tapi pak devon menerimanya. Bahkan dia pake jam tangan itu ke kantor. THAT IS SOOOOO INCREDIBLE THING FOR ME.

Tak selang berapa lama, dua pria paruh baya memasuki ruangan rapat yang sedari tadi hanya berisi nafasku dan pak devon. Kami berjabat tangan dan memulai rapat.

Tidak ada yang istimewa. Kami hanya membahas tentang produk yang akan dipromosikan, harga jual, harga promosi, penawaran dan sebagainya.

Pertemuan dengan cepat berakhir dan pak devon sudah membuat keputusan untuk mempromosikan produk perusahaan tersebut dengan harga yang lumayan. Dua pria paruh baya itu meninggalkan ruangan rapat. Dan lagi.... hanya aku, pak devon dan detak jantungku yang tidak bisa berdetak dengan santai.

"kalau begitu saya kembali dulu ya, pak. saya mau memeriksa surat-surat permohonan ini." aku membereskan surat-surat diatas meja dan segera berjalan menuju ke pintu.
"Maggie!" suara beratnya memanggil namaku.
"iya, pak?" perlahan aku membalikan badanku menghadapnya.

Perlahan dia melangkahkan kakinya mengarah kepadaku. Seiring berkurangnya jarak antara aku dan pak devon, paru-paruku semakin kehilangan sedikit demi sedikit oksigen. Ingin kupecahkan saja kaca-kaca ini.

Sama sekali tidak bisa ku kendalikan. jantungku terus saja berdetak semakin keras.

"ada apa, pak?" tanyaku.
pak devon berhenti sekitar 10cm didepanku. adakah oksigen diantara kami?
"tolong bilang sama mbak yani, 10 menit lagi saya kedatangan tamu. Siapin minuman." ucapnya.
Aku tertegun. God. what are you thinking about, huh? that isn't going to happen. you and him? impossible.
"baik, pak. permisi." segera aku membuka pintu ruangan rapat dan keluar.

sesampainya di meja kebesaranku. Aku membanting tubuhku dan mengatur kembali nafasku yang terengah-engah. Calm fucking down, mags! nothing happened, ok?

"abis rapat apa abis senam? ngos-ngos an banget."

Dengan segera aku menolehkan kepalaku kearah darimana suara menyebalkan itu bersumber. Noah!!! kapan dia jadi gak menyebalkan? Never, I think.

Aku memalingkan wajahku darinya. kembali menatap surat-surat yang ada dimejaku.

"gimana rapatnya?"
"good." jawabku ketus.
"pak devon?"
"what you mean?"
"tadi rapat sama pak devon kan? ya aku tanya aja, gimana pak devon hari ini? sehat ?"
"kamu udah lihat kan tadi pagi? sehat kan?"

THE MATTERS OF BEAUTYWhere stories live. Discover now