KEPUTUSAN AKHIR

7 0 0
                                    

Udara pagi sudah sangat tercium dari kamar yang sedang ku tempati saat ini. Aku bermalam dirumah Dina. Dan akan bermalam disini sampai keberangkatanku ke Korea besok.

Aku duduk diatas kasur sambil menatap kosong pada jendela kamar yang menghadap taman halaman belakang rumah Dina. Hujan pagi hari ini menambah senduku saja.

Kembali aku mengingat saat-saat Kailee mencium pak devon di depan kedua mataku. Saat-saat pak devon mengatakan bahwa dia sama sekali tidak menyukaiku. Saat-saat Noah berulangkali menamparku dengan kenyataan bahwa aku gendut dan tidak akan pernah pantas untuk bersanding disamping pak devon.

Tuhan, rasanya perih sekali. Aku sangat ingin merasakan indahnya dihargai dan dicintai. Aku juga ingin dipuji-puji seperti saat Noah memuji-muji si resepsionis kantor. Aku juga wanita. Tidak ada bedanya dengan mereka semua. Tapi kenapa tetap saja mereka memperlakukanku seperti hal yang menjijikan?

Suara pintu kamar menjerit ditelingaku. Memunculkan sosok Dina yang masuk sambil membawa beberapa makanan dan kotak obat.

"good morning." dia melandaskan tubuhnya disampingku dan meletakan nampan makanan di hadapanku.

"gak usah repot-repot, din." ucapku sambil menatap makanan yang ada dihadapanku.

"udah makan aja. besok kamu ke Korea kan? butuh banyak tenaga, gak boleh mogok makan."

"makasih ya."

"sama-sama."

Aku mulai memakan beberapa makanan yang sudah disiapkan Dina. Dina mulai membuka kotak obat yang dia bawa sebelumnya.

"tadi malem aku lihat kaki kamu lukanya parah banget."

"kaki?"

"iya, kamu gak ngerasa sakit?"

aku membuka selimut yang menutupi hampir separuh tubuhku. Melihat kondisi kedua kaki ku dibawah sana. Keduanya memerah parah. Seperti baru saja keluar dari neraka.

"parah ya! sampe gak kerasa." Dina mulai mengobati kakiku.

"aku gak ngerasain sama sekali. Mungkin karena tadi malem aku pake heels waktu lari."

"hmm."

"din?"

"iya?"

"sekali lagi, makasih banyak ya. aku gak ngerti harus bales pake apa. kamu satu-satunya orang yang paling ngerti aku. thank you so much."

"aku cuma pengen lihat kamu seneng, Mag. dari SMA, insecurities kamu itu gak ilang-ilang. so many times aku udah bilang ke kamu, kamu itu cantik no matter what. tapi kalo endingnya kamu milih buat ambil jalan ini. ya, aku cuma bisa dukung aja." dia menolehkan kepalanya dan tersenyum padaku.

"thank you so much." aku memeluknya dengan erat. "jagain grandma selama aku disana ya, din?"

"iya, pasti." dia membalas pelukanku dengan beberapa tepukan dipunggungku.

Pagi itu berlalu dengan sangat cepat. Kulalui hari-hari terakhirku disini dengan terus menolak panggilan masuk dari grandma. Maafin Maggie, tapi ini satu-satunya jalan. Aku harus pergi. Ini sudah keputusan akhir.

Keesokan harinya, aku keluar dari mobil dina dan mulai memasuki bandara membawa beberapa baju yang disiapkan dina untukku. Seketika hatiku merapuh dan merindu. Aku gak mau berangkat.

Aku membalikan tubuhku menghadap Dina yang setia berdiri dibelakangku sambil terus tersenyum padaku.

"be safe!" kedua tangannya meluncur dikedua lenganku.

"thank you. I'm going to miss you so bad."

"me too."

"aku titip grandma ya, din."

"sure."

"makanan kesukaan grandma itu terangbulan..."

"rasa coklat, yes, I know."

"okay. thank you so much for doing this."

Aku memeluknya dengan erat, memastikan bahwa aku akan baik-baik saja, bahwa grandma akan baik-baik saja. Maggie, kamu gak boleh nyerah, kamu harus pergi! harus!

Cukup lama aku memeluknya, aku pun melepasnya. Aku siap pergi. Pesawat ke Korea siap lepas landas beberapa menit lagi. Aku tersenyum pada Dina dan mulai melangkah pergi meninggalkannya.

Bye, Grandma.
Bye, Devon.
Aku akan kembali. Sebagai Maggie yang baru.

THE MATTERS OF BEAUTYWo Geschichten leben. Entdecke jetzt