Episode 11 : Ketahuan

13 1 0
                                    

sinar matahari itu menyerobot masuk kedalam jendela kelas.
Udara sejuknya mulai mereda namun masih terasa melipir di antara pori-pori kulitku.
Suara alas sepatu yang riuh berkata bahwa sudah mulai banyak anak-anak yang tiba di sekolah.
Begitu juga dengan suara gesekan antara kaki kursi dengan lantai.

Pagi itu, aku sudah disambut dengan tatap mata heran dari anak perempuan pemilik rambut hitam tebal yang selalu duduk di sampingku ini.

"gua udah duga ya Car, lo bakal suka sama itu anak, batu banget sih kalo dikasi tau" Taluna akhirnya mengangkat bicara setelah hanya menatapku heran setelah aku menceritakan kejadian tadi malam padanya.

"Tal, please deh ya, gua sama dia cuma ngobrol, terus bakalan jadi suka gitu?" aku mengelak.

Taluna menghela napasnya kasar.
"gini ya Caroline, lu ngerasain deg degan gitu ga kalo dia ngapa-ngapain lu?"

"anjir, ngapa-ngapain gua apaan? Sembarangan aja lu Tal"

"ih bego, maksud gue bukan ngapa-ngapain lu 'begitu' maksudnya kea kalo dia deketin lu, kalo dia natep lo gitu loh"

Taluna terlihat begitu bersikeras.
Aku hanya terdiam.

Berfikir Carly, berfikir!

Jika aku menjawab iya, apa yang akan Taluna katakan?
Tapi jika aku menjawab tidak, Taluna pasti menuduhku berbohong.

Aku menggaruk belakang kepalaku sambil menggerutu.

"nah kan, nah kan, gua udah tebak, jawabannya lu gatau" Tebakannya sungguh benar.

Aku membuang pandanganku sedikit gelisah.
"ya itu lo tau ah!"

Taluna menatapku sinis.
"gua ga bakal heran ya Tal kalo suatu saat nanti lu cerita sama gua kalo lu suka sama tu ade kelas" tukasnya.

Aku hanya melihat Taluna dengan tatapan pasrah.
"yaudah lah Tal, gimana nanti deh, yang pasti gua ga bisa pastiin, sekarang perasaan gua gimana"

"iyalah ga bisa pastiin, otw suka mah emang kaya gini Car, hahaha" balas Taluna sambil menggodaku.

"udahlah Car, gapapa ko, kalo lu bakal suka sama ade kelas itu, kan lumayan Car, biar lu Move on dari Austin, ya gak?"

Astaga nama itu lagi.

"Aduh Tal, gausa sebut dia lagi deh" aku menggerutu lagi.

"iya, iya, maap, kan cuma biar lu termotivasi aja"

Aku memutar bola mataku sedangkan Taluna sibuk menertawakanku.
Tapi, apa yang Taluna katakan ada benarnya juga, sejak kehadiran Kay, otakku telah menghapus perlahan nama Austin, aku seperti sudah mulai melupakan Austin, tapi apa benar, penyebabnya adalah karena kehadiran Kay?

Lagi-lagi jawabannya adalah, Entahlah, aku tidak tahu.

Terkadang aku bingung, jika pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut anak itu menghampiriku, jawabannya selalu 'aku tidak tahu' apakah aku terlalu malas untuk memikirkan jawaban yang tepat? Atau memang itu sudah jawaban yang tepat?

Bell sekolah tanda masuk sudah berbunyi, seluruh ruangan tiba-tiba saja sunyi tanpa suara langkah, gesekan kaki kursi atau obrolan teman-temanku karena guru kamu sudah tiba.

Aku harus berhenti memikirkan anak itu!

***

Selalu riuh dan berisik, itulah keadaan di kantin sekolahku.
Asap dari kompor yang berapi-api, bau bumbu masakan yang menyengat, dan dinginnya es batu di sebuah gelas plastik yang aku pegang saat ini.

Aku baru saja duduk di sebuah meja makan bersama Taluna dan Ruby untuk menikmati makan siang kami tentu saja di jam makan siang saat ini.

"bentar ya gua mau beli minum tadi ketinggalan" seru Ruby yang kemudian beranjak dari kursinya dan pergi untuk membeli minum.

Contractحيث تعيش القصص. اكتشف الآن