Jilid 10

672 11 0
                                    

DENGAN hati penuh kebanggaan Song Kim menyimpan kembali Giok-liong-kiam dengan hati-hati ke dalam jubahnya.

Benda itu merupakan lambang kekuasaannya dan dia harus menjaganya dengan hati-hati. "Bangkitlah kalian dan duduklah kembali. Kita lanjutkan pesta ini sampai semalam suntuk." Semua orang bangkit dan bersorak kegirangan, apalagi ketika Song Kim memerintahkan para anggauta Ang- hong-pai untuk melayani para tamu, juga mengeluarkan gadis- gadis penyanyi dan penghibur sehingga suasana pesta berbeda dari tadi. Kini pesta itu penuh kegembiraan di mana beberapa orang tamu yang sudah mabok tidak mali-malu untuk menggoda anggauta Ang-hong-pai yang masih muda-muda dan berparas lumayan itu. Para tamu dari golongan sesat itu rata-rata adalah golongan kasar dan menjadi hamba dari nafsu mereka sendiri, golongan yang suka mengejar kesenangan melalui cara apapun juga.

"Aih, kenapa engkau mencegah aku melanjutkan pertandingan itu ? Biar dia memang lihai sekali, akan tetapi aku tidak takut dan aku belum roboh !" Kui Eng menegur suaminya ketika mereka berada di kaki bukit bersama Ci Kong dan Lian Hong.

"Thio-pangcu benar," kata Ci Kong kepada Kui Eng. "Dia sengaja hendak menimbulkan kesan dan memamerkan kepandaiannya. tidak baik kalau tadi kita berkeras karena pertandingan yang diadakan hanya untuk menguji kepandaian saja, bukan untuk berkelahi mati-matian. jugaa, di sana terdapat banyak panglima dan pembesar, dan kulihat Song Kim mempunyai banyak sekali anak buah. bahkan sebagian besar para tamu adalah golongan sesat yang berpihak kepadanya."

"Akan tetapi, sudah gatal-gatal pula tanganku hendak menghajar jahanam sombong itu !" kaya pula Lian Hong yang sama keras jatinya dengan Kui Eng.

"Apakah kita harus pergi begitu saja membiarkan dia menjadi bengcu dan menjadi seorang yang berani berjuluk Thian-he Te-it Bu-hiap?"

Ditegur oleh isterinya, Ci Kong tersenyum. Dia mengenal watak isterinya yang keras dan membenci kejahatan, juga mengenal watak Ciu Kui Eng yang kini menjadi isteri Thio Ki, pangcu (ketua) dari Kang-sim-pang itu.

"Tentang dia mengangkat diri menjadi Thian-he Te-it Bu-hiap, dan menjadi bengcu, biarkanlah saja. Dia boleh berjuluk apa saja, hal itu setiap orang mempunyai kebebasan, dan semakin tinggi dia menggunakan julukan, semakin nyeri kalau dia jatuh kelak. Juga dia boleh saja menjadi bengcu, karena hanya merupakan bengcu dari golongan hitam, bukan dalam arti kata pemimpin takyat yang sebenarnya. Akan tetapi ada dua hal yang tidak boleh dibiarkan begitu saja. Pertama, dia telah menguasai Giok-liong-kiam ...... "

"Hemm, bukankah pedang pusaka itu dulu milik kalian ?" Kui Eng bertanya.

"Benar sejak dahulu pedang itu milik kami dan berada pada kami. Akan tetapi, pada suatu hari muncul Ong Siu Coan, beberapa tahun yang lalu. Dia meminjam pedang pusaka itu dan diberikan oleh suamiku," kata Lian Hong, kini merasa menyesal mengapa pedang pusaka itu dipinjamkan kepada Ong Siu Coan.

"Kalianpun mengerti mengapa aku memberikan pedang itu kepadanya ketika dia meminjamnya," kata Ci Kong kepada Thio Ki dan Kui Eng.
"Ketika itu, dia bercita-cita untuk berjuang menumbangkan kekuasaan Pemerintah Mancu. Bukan hanya pedang pusaka Giok-liong-kiam kami pinjamkan untuk menarik bantuan para pendekar, bahkan kita semua juga ikut pula menyumbangkan tenaga, bukan? Baru setelah kita melihat penyelewengan pasukan Tai Peng, yang dibiarkan saja oleh Ong Siu Coan yang mulai menjadi gila kekuasaan, kita mengundurkan diri. Pedang itu masih ada padanya. Maka, sungguh mengherankan bagaimana Giok-liong-kiam dapat berada di tangan Lee Song Kim !"

"Dia mengatakan bahwa yang berada di tangan Ong Siu Coan itu palsu ! Agaknya yang berada di tangannya itulah yang palsu," kata Thio Ki.

Ci Kong menggeleng kepala. "Tidak, keduanya salah. Yang berada di tangan Ong Siu Coan jelas yang aseli karena dia menerimanya dari kami sendiri. dan yang berada di tangan Song Kim tadipun bukan palsu !"

Pemberontakan TaipengDonde viven las historias. Descúbrelo ahora