Bab 18. Penyamaran

495 125 5
                                    

"Apa yang kau lakukan?" tanya Brianna. Tongkat sihir di tangannya bergetar, begitu dengan suara yang ia keluarkan.

"Apa ada orang lain di sekitarmu?" Nicholas balik bertanya, sama sekali tidak gentar.

"Hanya Brie," lirih gadis itu. "K-kau mau apa?"

"Orang ini mencoba mengkhianati kita, Brianna, dia berkomplotan dengan Dissentum," jelas Nicholas dingin, ujung tongkat sihirnya menekan semakin dalam ke lipatan leher Bernardus, yang terus menggeleng sedari tadi.

"Tolong, Sobat, maafkan aku. Aku menyesal, sungguh!" Bernardus meratap. "Para Dissentum mengancam akan membawaku ke Kementerian dengan darah dan tanduk Unicorn liar yang kukumpulkan—"

"Anda benar-benar memiliki darah unicorn di toples itu!" seru Brianna.

"Aku menemukannya mati, tergeletak di hutan!" balas Bernardus. "Tapi orang-orang Dissentum mengetahuinya ... mereka akan membuat tuduhan pembunuhan satwa dilindungi, lalu aku akan masuk Azkaban." Ia terisak lagi.

"Kecuali jika kau menyerahkan kami pada Dissentum!" tukas Nicholas dengan nada berbahaya.

"Aku sungguh-sungguh menyesal, Nicholas ... kawanku. Itu adalah keputusan terbodoh yang pernah kuambil dalam hidupku, karena itulah izinkan aku menebusnya dengan ramuan-ramuan yang akan membantu kalian. Sekarang kumohon, lepaskan aku sebelum para Dissentum datang. Mereka akan tiba sebelum matahari terbit." Bernardus terengah-engah saat Nicholas mendorongnya kasar, masih mengancam dengan tongkat sihir.

"Dissentum menjebakku," kata Bernardus, "aku tahu, tapi tidak ada bukti. Aku berharap kalian bisa mengalahkan mereka dan meruntuhkan kekuasaan Dissentum." Dia meraih sebuah kantong kulit dari saku, kemudian mengangkat beberapa bola seukuran snitch yang di dalamnya terdapat semacam gas berwarna putih yang berputar-putar.

"Ini Garrotting Gas—Gas Pencekik. Lemparkan ini dari jarak yang lebih jauh dari lima meter dan targetmu akan tercekik hingga pingsan setelah bahan pembungkusnya pecah. Gas ini akan bertahan di udara sekitar enam sampai delapan detik, setelah itulah kalian aman melewatinya." Bernardus menyimpan Gas Pencekiknya dan mengeluarkan botol lain yang berbentuk kristal panjang, lalu menyerahkannya pada Brianna, menyebabkan gadis itu spontan mundur selangkah sebelum mengambilnya.

"Felix Felicis," jelas si ahli ramuan. "Kupersembahkan hanya kepadamu demi membalas jasa Casey."

Cairan di dalam botol itu berwarna putih bening dan kelihatannya memantul cahaya sehingga Brianna dibuat terpana oleh keindahannya. Gadis itu gemetaran menyimpan botol tersebut ke saku, tidak percaya kalau ia baru saja melihat Cairan Keberuntungan secara nyata, dengan matanya sendiri. "A-aku ... terima kasih," katanya terbata.

"Aku mengerti jika kau murka padaku, Nicholas," ucap Bernardus pada pria yang masih menatapnya tajam. "Ini kebodohanku, sungguh bodoh. Terimalah pemberianku ini demi dirimu. Demi Casey."

Suara Brie yang mengepakkan sayap dengan bising memecah keheningan. Setelah mengambil kantong kulit dari Bernardus, Nicholas menoleh pada Brianna. "Kita harus pergi sekarang, setelah mengikat Bernardus."

"Para Dissentum akan mengira aku dan Brianna berhasil mengalahkanmu sebelum kabur," lanjut Nicholas sambil menyihir sebuah tali yang membelit tubuh Bernardus, membuat pria itu tumbang ke atas lantai kayu dengan mata terbelalak. Ia berjongkok untuk meninju wajah Bernardus hingga bibirnya sobek. Brianna menyaksikan dalam diam saat Nicholas memporak-porandakan perabot dalam ruang tamu.

"Dengar Bernardus, ini adalah balasan terima kasih terbaik yang bisa kuberikan." Nicholas mengarahkan tongkat sihir ke ruang bawah tanah hingga sebuah koper dari sana melayang ke genggamannya, kemudian menyusun dipan-dipan untuk menutup kembali celah tersebut.

Mengambil sangkar Brie yang masih rewel, Brianna mengikuti Nicholas keluar dari pintu belakang, tepat saat derap sepatu terdengar dari depan pintu ruang tamu. Nicholas mencengkram lengan Brianna yang gemetaran panik, dan mereka mulai ber-disapparate.

Mereka kembali berada di antara pohon dedalu yang lebat dan rumput diselimuti salju. Brianna tidak yakin apakah ini jalan sama yang pernah ia lalui tadi atau tidak, dia terus mengikuti Nicholas tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Bunyi langkah sepatu yang berat dan napas terengah Brianna mengiringi perjalanan mereka, sampai Nicholas akhirnya mengeluarkan Dementrac, dan gadis itu bisa melihat tanah lapang di sekitar.

Langit mulai berwarna biru gelap. Nicholas menyimpan kembali bola biru Dementrac ke saku, menggumamkan beberapa mantra ke tanah bersalju yang tidak membuahkan hasil. "Jika Bernardus tidak mengarang, kediaman Dissentum seharusnya berada di sekitar sini," gumamnya.

Mendengar pria berambut panjang itu mengucapkan nama si ahli ramuan membuat Brianna memberanikan diri untuk menanyakan hal yang sedari tadi mendekam di pikirannya. "Bagaimana kau tahu kalau Bernardus akan berkhianat?"

"Bernardus diam-diam mengirim burung hantu di saat ia sedang menyiapkan sup untukmu. Ada bekas tinta yang baru di ujung ibu jarinya dan jendela dapurnya terbuka," jelas Nicholas. "Dia juga berbohong mengenai tidak ada tamu yang berkunjung selama seminggu ini. Sebelum kedatangan kita, dua orang penyihir menemui Bernardus. Sisa kopi yang lengket terdapat di bawah gelas pialanya, padahal ia tidak toleran terhadap kafein. Cermat dalam setiap takaran ramuan, tapi ceroboh di dapur."

Punggung Nicholas menegak tiba-tiba bagai mangsa yang menyadari kehadiran predator. Ia mencengkram lengan Brianna—sepertinya gadis itu sudah terbiasa dengan gerakan mendadak itu—dan ber-Apparate ke balik semak-semak. Brie di dalam sangkar terlihat memprotes dan beruhu marah, hingga Nicholas harus menyihir sebuah kain untuk meredam suaranya.

Dari kejauhan, Brianna melihat dua orang yang berjalan tergopoh-gopoh ke tempat Nicholas berdiri tadi. Mereka memakai jubah bertudung gelap yang menutupi wajah, dan salah satunya yang lebih tinggi mengangkat kedua lengan ke atas, ujung tongkat sihirnya menyala hijau terang. Beberapa saat kemudian salju di depan kaki mereka runtuh, menyisakan undakan menuju bawah tanah, mirip dengan yang Brianna lihat di rumah Bernardus tadi. Bedanya jalan masuk di sini jauh lebih lebar dan dipenuhi obor di masing-masing sisinya.

"Lempar Gas Pencekik ini selama aku mengalihkan perhatian," bisik Nicholas. Ia memberikan kantong kulit yang berat pada Brianna sambil melancarkan serangan pada salah mereka, tapi segera ditangkis oleh si penyihir yang lebih pendek menggunakan jubahnya.

Panik saat kedua rekan itu mulai mengacungkan tongkat sihir dengan waspada ke arah mereka bersembunyi, Brianna mengambil salah satu bola yang permukaannya halus, kemudian melempar benda itu dengan cepat, sekuat tenaga. Sebuah kilatan merah mengenai satu titik semak di dekat Brianna bersembunyi, disusul oleh kobaran api yang membuat Brianna melompat mundur dan melempar bola Gas Pencekik lagi. Nicholas menangkis serangan bertubi yang ditujukan pada dia dan Brianna, dan butuh waktu beberapa detik sebelum kilatan-kilatan itu berhenti menyambar mereka.

Brianna memadamkan api, kemudian bangkit perlahan dan melihat dua penyihir bertudung itu terkapar di atas salju. Menggunakan tongkat sihirnya, Nicholas menyeret tubuh-tubuh yang tak sadarkan diri itu ke balik semak, lalu mengeluarkan sebotol Polijus dan botol lain yang kosong. Pria itu membagi ramuan Polijus menjadi dua botol yang sama banyak.

"Kau ambil yang wanita," kata Nicholas, menyerahkan botol ramuan dan sehelai rambut merah penyihir yang baru saja ia cabut. Brianna melirik si pemilik rambut, dan mengenalinya sebagai wanita yang menyerangnya di bar walau kini wajah itu dipenuhi luka goresan.

"Aku tidak tahu siapa namanya," ucap Brianna kebingungan, lalu berjengit menatap Nicholas yang wajahnya berubah menjadi panjang, dan mendadak lebih tinggi beberapa senti. Nicholas mencopot mantel kedua penyihir Dissentum itu sebelum mengikat mereka. Mantel panjang bertudung itu membuat kaus kaki kotor di bawah celana menggantungnya tersembunyi dengan baik.

"Lakukan segera, kita tidak punya banyak waktu," kata Nicholas dengan suara menggeram. Mau tidak mau Brianna memasukkan rambut merah itu ke ramuan Polijusnya hingga warna hijau terang tadi berubah menjadi oranye. Menahan napas, ia menenggak cairan kental itu dan menahan muntah saat mencium bau nanah dan kotoran kuku kaki.

Seluruh tubuh Brianna terasa gatal luar biasa, ingin sekali dia menyihir sebuah garpu tanah untuk menggaruknya. Dia mengedikkan bahunya seperti orang gila saat beberapa bagian tubuhnya membengkak, dan wajahnya terasa perih oleh luka yang mendadak muncul.

Brianna memakai mantel bertudung yang sama dengan Nicholas, berdeham sebelum bertanya dengan suaranya yang mendesir aneh, "Apa boleh mencampur Polijus dengan Felix Felicis?"

Bewitched (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang