Bab 2. Penyihir yang Sesungguhnya

1.3K 252 138
                                    

"Dunia penyihir itu benar-benar ada," ucap Casey sambil mengeluarkan tongkat sihir dari balik jaketnya ("Kayu Hawthorn. Inti rambut Unicorn. Dua puluh tujuh senti. Lentur."), kemudian mengarahkannya ke piano yang terletak beberapa meter di belakangnya hingga alunan musik Hedwig's Theme--lagu favorit Brianna yang sering ia putar sebelum tidur--mulai terdengar. "Nyaris seperti dengan novel yang sering kau baca. Hanya saja, di dunia nyata, dunia penyihir terpecah menjadi dua golongan.

"Yang pertama, golongan Occultis, penyihir yang menginginkan dunia kami tetap terahasiakan di antara dunia manusia. Kemudian golongan Dissentum, atau bisa disebut dengan golongan pemberontak, kaum penyihir yang ingin mengekspos dunia kami dan menguasai muggle," jelasnya pelan sambil sedikit mengayunkan ujung tongkatnya ke arah piano.

Brianna terpaku menatap tuts-tuts piano yang bergerak naik turun seolah ada tangan tak kasat mata yang memainkannya, sambil berusaha mencerna semua informasi tadi. Mulutnya seolah terkunci, ia sama seali tidak tahu harus berkata apa. Casey menatap Brianna dengan sorot khawatir selama beberapa saat, hingga akhirnya gadis itu membuka suaranya. "Itu tongkat yang mirip dengan milik Draco Malfoy, kecuali bentuk dan coraknya."

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Casey cemas, meninggalkan garis-garis yang tampak jelas di dahinya. Garis-garis itu adalah satu-satunya pemandangan yang tidak disukai Bri dari Casey, karena selain memang tidak enak dilihat, itu adalah salah satu tanda bahwa Casey sedang dalam suasana hati yang tidak bisa dibilang baik.

"Pacarku punya tongkat sihir Draco Malfoy, yeah." Brianna menganggukkan kepalanya dengan pelan, seolah takut lehernya patah akibat gerakan itu. Samar-samar ia melirik gelas bercorak burung hantu di sampingnya, dan mendapati burung hantu tersebut mulai berani bergerak kembali sambil menjulurkan lidahnya. "Dan aku muggle, yeah... Tidak, tidak, barangkali aku Demigod. Mungkin seharusnya aku Shadowhunter," gumamnya tidak jelas sambil mengetuk pinggiran meja dengan kukunya. Sekarang ia mulai tampak mengkhawatirkan.

"Maaf, jika kau belum siap." Casey menghela napas, tepat ketika suara musik itu berhenti.

"Apa yang kau lakukan?" Mata Brianna terbelalak ketika Casey mengarahkan tongkat sihirnya di depan wajahnya ketika ia berbalik menghadap pria itu.

"Obliv--"

"Jangan lakukan itu lagi," potong Brianna sambil merebut tongkat sihir dari tangan Casey, kemudian memberinya tatapan menuduh. "Sudah berapa kali kau lakukan ini padaku? Serangan ular itu nyata, kan?"

Casey tidak menjawab, yang diartikan Brianna sebagai jawaban 'ya'. "Astaga. Seharusnya aku tahu." Brianna mulai menjambak rambut pendeknya. "Astaga naga. Demi jenggot Merlin." Ia tidak tahu harus bagaimana menyikapi semua ini. Perasaannya bercampur aduk antara terkejut dan tidak percaya kalau dunia penyihir yang selama ini ia bayangkan itu ada--apalagi pacarnya adalah salah satu kaumnya--gembira karena alasan yang sama, sekaligus kesal dan kecewa karena ternyata ia hanyalah seorang Muggle biasa.

"Bri," panggil Casey sambil mencengkram bahunya, agak kuat. "Aku tahu ini berat untukmu. Kau tidak perlu frustrasi, aku akan--"

"Biarkan aku mencerna semua ini dulu, oke?" sergahnya sambil mengatur napasnya. "Lumos," bisiknya sambil menatap tongkat sihir Casey di tangannya, kemudian tercengang ketika ujung tongkat tersebut mulai menyala, tapi terlalu redup, bahkan nyaris tidak tampak cahayanya. Tentu saja, batin Brianna agak sedih, aku bukan penyihir.

"Suaramu hanya agak gemetaran," hibur Casey.

"Sampai di mana kita tadi?" tanya Brianna, tanpa menghiraukan kalimat pacarnya barusan. "Occultis dan Dissendium?"

"Sebenarnya Dissentum. Apa akhirnya kali ini kau menerimanya?" tanya Casey hati-hati.

"Kali ini?" gadis itu terkesiap. "Sudah berapa kali kau menjelaskannya padaku?"

"Mungkin tiga atau empat kali, sebelum kau berteriak histeris dan aku terpaksa--"

"Astaga!" Brianna meraih gelas di sampingnya dan meneguk coklat panas--yang sebenarnya sudah mulai dingin--dengan mengabaikan gambar burung hantu yang mulai bergerak semakin lincah. "Jangan pernah menghapus ingatanku lagi," lanjutnya setelah ia meletakkan kembali gelas tersebut dan mulai lebih tenang.

"Aku minta maaf," kata Casey menyesal sambil mengusap lembut punggung tangan kekasihnya yang masih memegang tongkat, sepertinya khawatir kalau ia bakal melontarkan mantra-mantra lain yang malah akan memicu ledakan--bagaimanapun juga, Brianna itu muggle.

"Jadi bagaimana dengan Occulus dan Dissendum? Kau termasuk yang mana?"

"Aku termasuk golongan Occultis, tentu saja. Aku bekerja pada Kementerian Sihir, sebagai Auror bagi golongan Dissentum yang berulah."

Brianna mengerjap. Jadi, profesi jurnalis yang selama ini Casey ceritakan padanya itu bohong total. "Jadi ular yang di mimpiku itu..."

"Utusan golongan Dissentum untuk menyerangku," Casey melanjutkan kalimatnya.

"Sudah berapa kali kita diserang dan aku tidak pernah menyadarinya?" Brianna menyipit menatap pria di depannya.

"Percayalah, Bri. Itu hanya sekali, selama aku bersamamu."

"Kalau ketika aku tidak sedang bersamamu?"

"Well, mana kuhitung," ia mengernyitkan dahinya.

"Oke..." Brianna kembali menarik napas. "Jadi sekolah sihir Hogwarts itu ada?" tanyanya penuh harap.

"Ya."

"Astaga." Gadis itu terkesiap, lagi. "Harry Potter?"

"Itu tokoh fiktif, Bri."

"Vol--Kau-Tahu-Siapa? Tahu, kan, penyihir jahat menyeramkan yang tak berhidung itu,"

Casey tertawa geli, "Itu juga. Tetap tokoh fiktif."

"Lalu bagaimana... dengan J. K. Rowling? Dia menulis Harry Potter."

Casey menatapnya serius, sambil diam-diam mencabut tongkat sihir dari tangan Brianna dengan hati-hati sementara tatapannya tidak beralih sedikitpun. "Kalau itu tokoh nyata. J. K. Rowling adalah penyihir golongan Dissentum yang paling berpengaruh abad ini."

-------

Sekali lagi, ini fanfiction.

Jadi, maaf, J. K. Rowling, aku terpaksa melibatkanmu di dalam duniaku, karena Anda juga turut mengambil andil atas terciptanya cerita ini, secara tidak langsung.

Bewitched (End)Where stories live. Discover now