“Siapa mereka?” tanyaku pada Erin.

Erin menoleh, “Oops, ada beberapa hal yang perlu kau ketahui disini.” Ucapnya.

“Apa itu?” Aku menaikan satu alisku heran.

“Mereka satu angkatan dengan kita. Yang berambut pirang itu Niall Horan, lalu yang berjalan bersama seorang gadis itu Liam Payne, yang berjalan dibelakangnya itu Louis Tomlinson, nah, kalau yang keriting itu adalah calon pacarku, namanya Harry Styles. Tampan sekali, bukan?” wajah Erin berseri saat memberi tahu padaku soal siswa bernama Harry Styles itu. Ya Tuhan, anak ini.

“Lalu yang berjambul itu?” Tidak menghiraukan ucapan Erin, aku kembali bertanya.

“Kalau yang itu Zayn Malik. Dia itu terkenal paling dingin diantara kumpulan mereka. Kelima pria itu adalah kumpulan yang paling disegani oleh para siswa Brooklyn, Jaq. Berhati-hatilah karena mereka kejam.”

Aku kembali menautkan alisku, “Kejam bagaimana?”

“Kau lihat gadis yang duduk di pojok itu?” Erin menunjuk kearah seorang gadis pirang yang sedang meminum susunya.

Aku mengangguk, “Ya, ada apa?”

“Dulu dia pernah dipermalukan di sekolah ini oleh kumpulan Zayn hanya karena dia tidak mau menuruti perintah Zayn untuk mengambil bola basketnya.”

“Ya Tuhan, hanya karena itu?” Erin mengangguk mendengar pertanyaanku.

“Ya, hanya karena itu. Gadis itu pulang dengan keadaan rok dan kemejanya yang robek dibagian belakang sehingga pakaian dalamnya terlihat sangat jelas. Saat itu Zayn sengaja menaruh lem di bangkunya.” Jelas Erin lagi.

Aku memicingkan mata juga menggidikkan bahu, “Seram sekali mereka. Lalu gadis yang bersama mereka itu siapa?” tanyaku.

“Dia Kate, kekasih Liam. Kalau gadis itu sangat ramah, walau tidak dengan kekasihnya.”

Mulutku berbentuk huruf ‘O’ saat mendengar penjelasan dari Erin. Ternyata keadaan seperti ini ada juga di kehidupan nyata? Kukira hanya ada di film yang pernah kutonton saja.

“Jadi kau jangan macam-macam dengan mereka jika kau mau tenang bersekolah di Brooklyn.” Peringat Erin.

“Kita lihat saja nanti, kukira mereka hanya pria biasa. Untuk apa kita takut dan tunduk pada mereka? Kita bisa melaporkan mereka pada pihak sekolah jika mereka terus seperti itu, bukan?”

Erin memutar matanya, “Kalau hal itu bisa diperbuat, sudah dari dulu mereka dikeluarkan dari Brooklyn, Jaq. Tapi sayangnya mereka adalah anak dari donatur-donatur terbesar di sekolah ini. Termasuk Kate.”

“Jadi mereka bebas melakukan apapun semau mereka, begitu maksudmu?”

Erin mengangguk pasti.

“Ya Tuhan, di abad ini masih saja ada kelompok manusia seperti itu.” kataku menggelengkan kepala.

Bel berbunyi tanda aku dan Erin harus segera masuk ke kelas selanjutnya. Bahasa, itulah kelas dimana aku berada sekarang. Kali ini aku bisa duduk bersama Erin karena di kelas sebelumnya Erin sudah mendapat teman sebangku yang membuat aku harus duduk sendirian.

“Hati-hati, di kelas ini kita akan bertemu dengan Liam juga Louis. Jangan remehkan Louis karena dia sangatlah jahil.” Ucap Erin sedikit berbisik.

“Kau sudah berkata seperti itu lima menit yang lalu.” Kataku membuat Erin memutar matanya.

“Aku hanya memperingatimu, jangan sampai di hari pertama kau sekolah disini sudah menjadi korban mereka.”

Ugh, aku benci mendengarnya. Memang separah itukah para pria ini? Jujur saja, aku paling benci orang yang suka mengintimidasi orang lain. Maka dari itu, tidak akan kubiarkan salah satu dari mereka untuk berani sedikit saja menyentuhku.

BRAVEWhere stories live. Discover now