"aku tidak mau!"

"berhenti menolakku atau aku akan berbuat lebih kasar lagi" ancamnya dengan nada memaksa.

"kau tidak bisa mengancamku! Tidak akan pernah!" bentak Tiffany sambil mencoba melepaskan genggaman Taeyeon yang cukup kencang. Jika seperti ini, tidakkah gadis ini tengah menyakitinya?

"aku tidak mengancammu. Tapi jika hal seperti ini bisa membuatmu menurut, akan aku lakukan sesering mungkin" bisik Taeyeon sambil menyeretnya. Tentu saja Tiffany tidak akan menurut tanpa perlawanan. Lihat saja kepalan tangan yang memukul pundak dan punggung Taeyeon dengan keras hingga membuat bunyi dan itu pasti sakit.

"lepaskan!"

Brukk

Taeyeon mendorong Tiffany masuk ke dalam mobilnya dan menutup pintu setelahnya. Entah apa yang orang pikirkan jika melihat mereka barusan, Taeyeon hanya sedikit khawatir. Tidak masalah jika orang berspekulasi buruk tentangnya, tapi Tiffany tidak boleh ikut terlibat.

"brengsek! Turunkan aku!" teriak Tiffany keras. Taeyeon bahkan menutup telinganya sendiri karena suara oktaf itu bisa saja merusak gendang telinganya sekarang.

"tidak. kau akan ikut pulang denganku" datar Taeyeon manatapnya dengan datar.

"berhenti mengurusiku Kim Taeyeon! Aku tidak membutuhkanmu!" marah Tiffany mulai terlihat memerah wajahnya. Ia kepanasan, semua yang berhubungan dengan Taeyeon adalah hal mengerikan yang ingin selalu ia hindari.

"kau tidak perlu membutuhkanku. Aku hanya menjalankan tugasku sebagai seorang suami" ujar Taeyeon dengan santai. Menyender penuh pada kursi penumpang dan melirik Tiffany yang berusaha mendorong pintu mobil yang terkunci otomatis.

"aish! Kenapa kau melakukan hal ini?! aku sudah bilang aku membencimu!" marah Tiffany dan menatapnya dengan tajam. Gadis cantik itu tidak ingin bertemu dengan Taeyeon sekarang, tidak saat hatinya masih ragu dan tahu bisa saja tumbang.

"haruskah aku mengingatkanmu jika kau sekarang adalah istriku?" sinis Taeyeon melipat tangannya di dada.

"bisakah kau hanya menceraikanku saja? Aku muak denganmu!"

"tidak"

"apa?!"

"karena aku mencintaimu, kau juga tidak kuijinkan untuk pergi. Cukup semua ini, terlibat dengan masa lalu dan menyakiti dirimu sendiri. Kau berharga, harusnya kau bisa paham itu!"

Plakk

Membeku.

Taeyeon terdiam sambil menahan perih pada pipinya yang tertampar dengan cukup keras.

"kau tidak berhak berbicara seperti itu! Kau pikir aku akan baik-baik saja meskipun tahu kau tidak secara langsung membunuh bayiku?! Kau pikir aku akan memaafkanmu yang sangat bodoh, pergi meninggalkanku saat aku masih dalam keadaan berduka?! Kau pikir aku akan memaafkanmu semudah itu! MIMPI!" bentak Tiffany, menahan tangisnya dan mundur.

Hatinya kacau, dan Taeyeon yang muncul tiba-tiba tadi sudah menjadi pertanda ia akan murka lebih dari rasa sakit hatinya. Terkadang ia bertanya, benarkah yang ia lakukan sekarang?

"berhenti Taeyeon. Kau selalu membuatku sakit dengan kehadiranmu, tidak dulu dan masih sampai sekarang" desis Tiffany menolak menatap Taeyeon yang kini menghela napas. Terdengar gusar, putus asa.

"jika saja yang sakit itu hanya kau, mungkin aku akan berhenti" gumam Taeyeon masih dapat terdengar di telinga Tiffany yang menunduk.

"..."

"tapi karena aku tahu, hatiku lebih perih dibandingkan mendengar calon bayiku meninggal, lalu kekasihku memintaku menjauhinya dengan dalih bahwa ia benci padaku. Apa kau tahu apa yang kupikirkan saat aku dekat dan kau mulai meraung ketakutan dulu?"

"..."

"aku berpikir aku gagal menjagamu. Jika saja cinta kotorku ini tidak bertindak sesuai nafsu, mungkin aku tidak akan pernah melihatmu menangis, mungkin aku tidak harus menjaga jarak dengan menatapmu dari jauh selama bertahun-tahun, aku tidak harus terjebak dengan minuman keras dan rokok untuk menghilangkan kegelisahanku" ujar Taeyeon dengan nada lirih. Ia tahu Tiffany kini mendongan padanya, tapi kali ini Taeyeon berbalik, memunggungi tubuh pujaan hatinya yang diam.

"..kau-"

"jika saja cintaku ini bisa mati dalam hitungan tahun, aku bisa terus berpura-pura tidak mengenalmu. Tapi aku tidak bisa. Karena hanya satu wanita yang kucintai dan Tuhan sangat jahat untuk menitipkan perasaan ini"

Hening~

Helaan napas Taeyeon terdengar berat. Ia benci saat mereka bertemu selalu dengan keadaan panas dan marah. Sesekali dalam imajinasinya adalah Tiffany yang tersenyum dan tertawa sambil mengecupi pipinya dengan sayang.

Ingin sekali saja, ia bisa mengulang waktu itu.

Tapi sekali lagi, kenyataan itu pahit. Dunianya bukan panggung mimpi indah yang berhiaskan bintang, bulan dan pelangi. Cintanya terlalu rumit dan anehnya Taeyeon masih ingin terus berharap jika suatu saat mereka bisa baik-baik saja, entah kapan.

"teruslah membenciku Tiffany" ujarnya kemudian.

Berbalik menatap Tiffany yang juga menatapnya dengan mata yang sama. Taeyeon tahu keduanya sama-sama merindukan, terlihat jelas dari sorot hangat yang dipaksa bertembok dingin di depannya sekarang. Ia tahu akan mendapatkan gadisnya ini, suatu saat nanti.

"teruslah membenciku, dengan begitu aku bisa perlahan mendapatkan perhatianmu. Jika kau terjebak dengan rasa bersalah karena masa lalu, itu hanya akan membuatku semakin takut. jadi, teruslah bersikap seperti ini" dan tatapan Tiffany yang kemudian teralihkan darinya.

Dasar Kim pabo. Aku membencimu~

(✿)

HATE IT? HIDE IT! Where stories live. Discover now