Jauh di bangku ujung dekat pohon itu hanya ada dua pasangan yang tidak menoleh padanya, tidak tertarik sama sekali. Sedangkan disini, Tiffany terjebak dengan kesendirian sambil terus menatap jauh pada sungai Han.

"khah" ia tidak cemburu. Tau betul terkadang orang sepertinya memang butuh teman mengobrol, tapi tidak sekarang.

Lagi-lagi ia tidak tahu harus mengatakan apa.

Menyender malas sambil menyedekapkan tangannya menahan angin dingin yang berhembus. Malam rasanya semakin lart, namun Tiffany belum berpikir untuk pulang.

Ia merindukan membernya.

Akhir-ahir ini terlalu banyak hal yang membuatnya berpikir untuk menjauh. Padahal tidak sekalipun ia melakukan ini, setidaknya pada Yoona atau Jessica. Ia tahu hubungannya dengan si American girl itu juga sedikit merenggang. Atau ini karena dirinya yang tertutup?

"aku harus minta maaf" gumamnya pelan. Mendongak menatap kelabu awan yang menutupi langit berbintang yang sekali lagi tidak terlihat bagaimana indahnya.

"kupikir kau harus mulai berhenti mencoba jalan sendirian, nyonya kim"

Degg

Tiffany tersentak kaget dan berbalik. Menatap sileut hitam yang mendekat padanya dan wajah yang perlahan terlihat jelas meskipun lampu remang tidak bersahabat.

"kau tahu meskipun menyamar seperti ini, tidak menutup kemungkinan kau akan ketahuan" suara familiar, wajah yang sama, dan postur tubuh yang sangat ia kenali.

"kau-"

Atau seringai menyebalkan, Tiffany selalu membenci itu.

Srekk

"ayo pulang" dan nada memerintah yang terkesan tidak ingin dibantah. Hanya satu orang yang bisa membuat kepalanya yang semula tidak tenang, bertambah sakit dan panas.

"lepaskan" sentak Tiffany menyingkirkan tangan dingin itu dengan keras. "bagaimana bisa kau ada disini? kau mengikutiku?" tatap Tiffany dengan tajam.

"aku harus memastikan artisku tidak melakukan hal yang aneh" tentu saja, alasan umum yang tidak pernah bisa Tiffan terima.

"kau tidak melakukan hal yang sama pada artis lain. Kenapa harus aku? Berhenti mengurusi hidupku, Kim" Tiffany menarik napasnya yang memburu kasar, marah. Entah mengapa masalah kecil bisa menjadi sangat besar jika itu menyangkut Taeyeon.

Senyum itu, dan bibir yang menyeringai bukan sebuah pertanda baik. Siapa memang yang mampu membaca apa yang dikira dalam pikirannya? Bahkan bagi Tiffany yang sadar tubuhnya melangkah mundur perlahan.

"karena dibandingkan yang lain, kau adalah prioritasku. Kau harusnya tahu hal itu nyonya Kim" suara melodius seperti lagu kematian yang mendorongnya perlahan menuju jurang neraka. Tiffany mengepalkan tangannya menahan diri yang siap meledak.

"aku tidak membutuhkan perhatianmu Kim. Menjauh dariku dan pergi. Jangan membuatku semakin memberontak dan berakhir membencimu" ujar Tiffany sambil menunduk. Menghindar menatap Taeyeon yang sekarang. Hatinya tidak siap.

"bukankah kau memang membenciku?" dan pertanyaan yang sarat akan godaan itu belum mampu membuat Tiffany mendongak.

"pergi"

"tidak. kau harus pulang denganku sekarang" tatapan itu tidak berubah.

"Kim Ta-"

"kau tidak bisa memaksaku pergi darimu, tidak untuk sekarang atau selamanya. Kau memintaku pergi tiga tahun lalu dan kebodohanku saat itu tidak akan terulang lagi kini" kali ini Taeyeon mendekat, meraih tangan Tiffany dan mata tajam yang terlihat marah menatapnya.

HATE IT? HIDE IT! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang