Dua puluh lima

Beginne am Anfang
                                    

"Apa?"

"Kamu jatuh cinta." Katanya.

Tama mendengus. "Ngaco. Bukan seperti itu."

"Jadi, seperti apa?"

Tama mengangkat bahu.

"Ya, kamu sedang jatuh cinta."

"Nggak." Sahutnya, tak kalah ngeyel.

Tak di duga, Alin malah tertawa. "Astaga Tama.." Dia mengelus pipi Tama. "Aku ikut bahagia. Sungguh. Jadi, apa masalahnya? Kenapa wajahmu seperti orang patah hati kalau begitu?"

Tama tidak mengerti kenapa Alin bersikukuh bahwa dia sedang jatuh cinta. Dia hanya tidak menginginkan orang lain, dia menginginkan Bryna. Itu saja. Bukan berarti dia sedang jatuh cinta pada wanita itu.

"Tam?"

"Hmm?"

"Jadi apa masalahnya?"

"Dia tidak menginginkanku."

Alin tertawa keras, membuat Tama mengerutkan dahi dan beberapa kepala menatap kearah mereka dengan penasaran.

"Jangan bercanda. Siapa yang bisa menolakmu?" Alin bertanya setelah menyelesaikan tawanya.

Tama tidak menjawab. Dia memilih untuk menoleh, menatap kearah Bryna lagi, yang masih sibuk bicara sambil tertawa dengan laki-laki yang bukan dirinya.

Sepertinya Alin mengikuti pandangannya, karena dia kemudian berkata, "Poor Tama."

Ya, dia tahu. Dan dia tidak ingin di ingatkan tentang itu sekarang.

"Butuh bantuan?" Tawar Alin santai. "Ayo kita buat dia cemburu. Lalu lihat bagaimana reaksinya nanti. Dia tidak mungkin mengacuhkanmu kalau dia memiliki rasa untukmu."

Tama menggeleng. "Tidak perlu. Dia tidak akan terpengaruh."

"Ayo kita coba dulu."

"Tidak perlu, Alin. Tapi terimakasih sudah menawarkan. Aku harus pergi." Katanya, berdiri, meluruskan jasnya, dan menjauh.

Apa yang ada di otaknya saat ia memutuskan untuk mengenakan setelan ini tadi? Berharap Bryna akan terkesan dan mau melihatnya?

“Bodoh.” Umpatnya pada dirinya sendiri.

Dia memutuskan untuk pergi sebelum lepas kendali dan mengamuk tanpa alasan yang jelas. Dia sudah tidak diperlukan disini. Pemilik GOR sudah melihatnya tadi, dan itu sudah cukup.

Dia sempat beberapa kali berhenti, menjawab singkat pertanyaan dari beberapa kenalannya, dan menghindar dari satu orang ke orang lain sebelum mencapai pintu keluar.

Dia menyempatkan diri mencari keberadaan Bryna di tengah kerumunan orang yang datang untuk peresmian. Tapi dia tidak menemukan Bryna. Mungkin Sean sudah membawanya ke suatu tempat yang lebih privat dan gelap.

Membayangkan itu membuat otaknya terasa hampir meledak saking marahnya.
Dengan kasar, ia membuka pintu keluar dan berjalan ke arah parkiran.

Tapi kemudian Tama menghentikan langkahnya tiba-tiba.

Ia melihatnya.
Bryna, Sean, Brenda, dan Nicko ada disana. Berdiri tak jauh darinya. Dengan Brenda berteriak-teriak histeris.

Beberapa orang menonton mereka secara terang-terangan, tapi sepertinya Brenda tidak peduli. Dia menunjuk-nunjuk Bryna, meneriakinya dengan kata-kata pedas dan penuh makian.

Nicko berusaha menghentikan Brenda, dan Sean terlihat siap membunuh. Tapi perhatian Tama tertuju pada Bryna. Dia diam, tidak mengeluarkan sepatah katapun. Tapi dia terlihat pucat dan hampir menangis sekarang. Jadi Tama berjalan mendekat, mengabaikan sekerumpulan orang yang melihat ini sebagai tontonan dan berbisik seru.

"Brenda! Ayo, pulang!" Nicko menyeret tangan Brenda dengan sedikit kasar, tapi Brenda melawan dengan gigih.

"Pulang kemana? Rumahku sejak kecil sekarang sudah jadi miliknya kan? Dia dan keluarga Sean sudah menebusnya. Aku punya apa sekarang, Nick? Ayah, Ibu, kamu dan semua orang selalu lebih memilih dia. Bryna yang baik, Bryna yang hebat, Bryna yang cerdas, Bryna, Bryna dan Bryna!"

Tama bisa melihat bahwa tampilan Brenda berantakan. Maskaranya luntur, matanya merah, dan dia sedikit sempoyongan. Dan Tama menyimpulkan bahwa Brenda terlalu banyak minum malam ini.

“Tidak puaskah kamu mengambil semua hal baik dalam hidupku, Bry?" Brenda mulai menangis. "Kenapa kamu datang lagi? Kamu hanya pulang untuk menghancurkan kebahagiaan kami!" Brenda berteriak lagi. "Nicko tidak pernah tenang sejak kedatanganmu. Dan sekarang dia menceraikanku! Puas kamu? Dasar pelacur! Fuck you, Bry!"

“Apa?” Bryna bersuara, bingung. Dan Tama yakin gadis itu benar-benar tidak tahu menahu tentang hal ini sebelumnya.

“Dasar murahan! Wanita nggak tahu malu! Dia wanita beristri, sialan! Dan kamu tanpa tahu malu mendekatinya! Pelacur! Kamu cantik, Bry, kamu bisa mendapatkan siapapun yang kamu mau. Tapi kenapa harus suamiku? Busuk!"

“Kita bicara dirumah.” Sean menengahi, tampak murka. Tapi Brenda tidak merespon ucapannya.

“Jahat kamu Bry! Kamu selalu ingin jadi yang terbaik. Tidak Kamu licik! Kamu bahkan bukan anak kandung mama. Dan aku membencimu! Sangat!"

Tama bisa mendengar penonton mereka memekik terkejut. Dia juga terkejut. Tapi sepertinya baik Nicko, Sean dan Bryna tidak. Jadi Tama menyimpulkan bahwa ini bukan berita baru untuk mereka.

“Brenda, STOP!” Nicko membentaknya.

Seperti kesetanan, Brenda bergerak cepat, ia menampar Bryna dengan keras dan meludahinya.

"Bitch!" Makinya.

"BRENGSEK!" Sean mengumpat keras.

Hening. Bahkan orang-orang yang melihat pertengkaran itu diam. Mereka menahan nafas, seakan takut tarikan nafas mereka akan mengganggu drama yang sedang terjadi.

Bersama Nicko, Sean menyeret Brenda menjauh. Masing-masing memegang sebelah tangan Brenda dan memaksanya pergi dari tempat ini. Meninggalkan Bryna berdiri memantung ditengah tontonan banyak orang.

"Dasar anak haram! Wanita busuk! Kamu akan mendapatkan karmamu Bry! Go to hell!" Brenda masih juga menyumpah.

Seharusnya Tama tidak ikut campur. Seharusnya ia hanya berdiri bersama penonton lainnya dan melihat apa yang akan terjadi nantinya.

Tapi tubuhnya bergerak maju, melangkah menjajari Bryna, meletakkan tangannya di bahu Bryna dan menariknya dalam dekapannya.

Bryna mendongak, matanya terkejut saat mendapati Tama memeluknya. Tapi ia tidak melawan. Jadi Tama membawa Bryna pergi dari sana. Tidak peduli dengan kerumunan yang semakin berbisik seru dibelakang mereka.

•°•

Note :
Terimakasih semuanyaaa..
Udah, gitu aja..

Regrads, ulphafa.

Nothing Last Forever (Hate-Love) ✔Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt